Shalom Alaikhem be Shem Ha Massiakh
Para Romo , Saudara2 dan Saudari2ku serta Anak-anak Rohaniku semuanya, Doa/Sembahyang secara tindakan lahiriah saja atau sekedar mengucapkan kata-kata yang indah-indah saja itu belumlah cukup. Allah memperhatikan kepada pikiran dan hati kita (I Samuel 16:7), dan tidak ada seorang Kristenpun yang betul-betul ingin memiliki kedalaman rohani yang gagal untuk menyatukan doa/sembahyang secara jasmaniahnya dengan sembahyang/doa secara batiniahnya. Alkitab mengatakan :… jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi…” (Matius 6:6). Ini difahami oleh para dari Gereja kita yang Rasuliah dan Orthodox sebagai hal bahwa dalam kita berdoa kita harus betul-betul menyendiri dalam hati kita kepada Bapa, dan menghadap hadiratNya dalam batin kita, berhadapan muka hanya antara si pendoa dan Bapa itu sendiri saja. Barangsiapa yanh belum mengalami masuk kedalam batinnya itu dalam doa batiniahnya, dia belum pernah mengalami ataupun menjalani apa yang dikatakan oleh Tuhan kita Yesus Kristus dalam ayat diatas, Pikiran dan angan-angan seseorang yang beriman yang ingin betul-betul mencapai keberadaan rohani yangdalam tetapi yang tidak pernah masuk dan mengunci diri dalam kamar batinnya sendiri itu sama saja dengan orang yang berada ditengah-tengah keramaian dan keributan pasar. Sehingga ribuan angan-angan dan pikiran yang diijinkn masuk kedalam pikirannya secara bebas, membawa ketidak-teduhan dan ketidak-tenangan kedalamnya; tanpa ada tujuan atau keperluan pikiran itu akan mengembara dengan penuh kesakitan mengelilingi dunia, membawa sesuatu yang mencelakakan bagi dirinya sendiri. Masuknya seseorang kedalam kamar bantinnya dengan pintunya yang terkunci itu tidak akan dapat dicapai tanpa bantuan dari doa yang terpusatkan/terkonsentrasi, terutama sekali praktek doa “Puja Yesus” (:” Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah yang hidup, kasihanilah hamba orang berdosa ini”). Pencapaian keberadaan hati dan batin yang bebas dari hawa-nafsu dan kesucian – dengan kata lain keberadaan kesempurnaan Kristiani – tidak mungkin terjadi tanpa mencapai derajat “doa batiniah” ini. Semua Bapa-Bapa Suci menyetujui akan hal ini. Jalan dari doa yang benar secara perbandingan akan menjadi lebih sempit apabila orang-orang Kristen yang berjuang dengan penuh upaya untuk mencapai pembebasan dari hawa nafsu dalam diri itu, mulai masuk dan menapak jalan jalan ini melalui aktivitas dari manusia batiniahnya tadi, melalui pertolongan Roh Allah yang Kudus. Tetapi ketika dia masuk kedalam jalan yang sempit ini dan merasakan alangkah tepat, menyelamatkan, dan sangat perlunya jalan ini bagi dirinya, dan apabila dia sampai jatuh cinta perjuangan dan pekerjaannya dalam kamar terkunci dari batinnya ini, maka ia akan jatuh cinta juga jalan yang sempit dari kehidupan jasamani yang harus dihadapinya di dalam pergumulan dalam hidupnya yang nyata di dunia ini, karena kamar terkunci dalam batinnya itu akan berfungsi sebagai biara/monasteri dan harta karun dari aktivitas batiniahnya. Kiranya Allah, Bapa kita, yang kepadaNya pikiran dan hati kita ini kita arahkan, di dalam Nama FirmanNya yang telah menjadi manusia: Tuhan kita Yesus Kristus, yang menjadi jalan kita kepada Bapa, dan oleh kuasa RohNya yang Kudus, yang memberikan kita kemampuan dan kuasa serta kekuatan untuk mencapai derajat keteduhan dan ketenangan batin itu, untuk kita dapat mencapai kesempurnaan Kristiani tadi, memberikan tuntunanNya kepada kita semua hari ini. Amin.
Archimandrite Rm Daniel Byantoro