Diperingati Gereja Orthodox pada 21 Januari (kalender sipil) / 8 Januari (Kalender Gereja Purba)
Pada masa penindasan Islam atas Georgia pada abad ke delapan, kalifah Al Mansur memanggil Gubernur provinsi Kartli, yaitu Nerse, ke Baghdad. Nerse hidup selama tiga tahun dalam penawanan. Pada masa itu ia mengenal seorang pembuat minyak harum berusia tujuh-belas tahun bernama Abo. Ketika dibebaskan, Nerse membawa Abo bersamanya kembali ke Georgia. Abo takjub akan kesalehan rakyat Georgia. Ia mulai belajar bahasa Georgia, menghadiri Ibadah Ilahi, dan berbicara dengan Imam-Imam. Abo akhirnya dibaptis di Khazaria, saat ia bersama Nerse.
Kemudian Abo menemani Nerse ke Abkhazeti untuk menghindari serangan-serangan Islam. Mendapati seluruh rakyat memuji Yesus Kristus dengan satu hati dan mulut, Abo menaikkan syukur yang besar kepada Allah. Nerse kemudian kembali ke Kartli, namun Abo tetap tinggal atas permintaan Raja Abkhaz yang khawatir bahwa orang-orang Saracen akan menyiksa Abo sebab Imannya yang saleh dalam Kristus. Namun tidak lama kemudian, Abo menjadi tidak tentram dan memberitahu Raja, ‘Biarlah aku pergi, dan aku akan dengan bebas menyatakan Iman Kristenku kepada mereka yang membenci Kristus!’
Abo bekerja di Tbilisi selama tiga tahun dan mewartakan Iman Kristen. Ia dikhianati dan ditangkap, namun segera dilepaskan atas permintaan dari Gubernur yaitu Stepanoz Seorang Emir yang baru ditunjuk untuk memerintah di Tbilisi. Ketika orang-orang Kristen mendengar bahwa Emir bersiasat untuk menangkap Abo, mereka memohon Abo agar menyembunyikan diri. Namun Abo bersukacita dan memberitahu mereka, ‘Aku siap tidak hanya untuk disiksa demi Kristus, namun untuk mati demiNya juga.’
Seperti yang diperkirakan, orang-orang suruhan Emir menangkap Abo dan membawanya menghadap hakim. Dengan sia-sia hakim itu berupaya membujuk Abo kembali ke Islam, sehingga diperintahkannya agar Abo dipenjarakan dalam belenggu rantai. Namun deritanya bagi Kristus memenuhi Abo dengan kasih yang bahkan lebih besar lagi. Ia meminta orang-orang Kristen untuk menjual pakaian-pakaiannya untuk membeli lilin dan ukupan bagi Gereja-Gereja. Pada hari ia akan dibunuh, Abo membasuh dan mengurapi wajahnya dengan Minyak Kudus, berbagian akan Pemberian-Pemberian Kudus, dan bersiap bagi kematiannya seperti bagi Perayaan.
‘Jangan meratap, namun bersukacitalah, sebab aku pergi kepada Tuhanku. Berdoalah bagiku, dan kiranya Damai Allah melindungi kalian’, dengan penuh kegirangan diberitahunya orang-orang Kristen yang mengelilinginya pada jam-jam terakhirnya. Ketika waktunya telah tiba, Abo menaruh kedua tangan di dadanya dalam bentuk Salib dan dengan bersuka menundukkan kepalanya di bawah pedang. Algojo-algojo mengayun-ayunkan pedang mereka tiga kali dengan harapan untuk menakut-nakutinya agar menyangkal Kristus, namun Abo berdiri tanpa goyah hingga nafas terakhirnya.
Akhirnya, yakin bahwa segala upaya dan siasat mereka sia-sia, algojo-algojo diberi tanda dan mereka memenggal Abo. Tertaklukkan dan dipermalukan, algojo-algojo yang fasik itu melemparkan tubuhnya, pakaiannya, dan tanah yang telah tercurahkan darahnya ke dalam karung, menyeretnya ke luar kota, dan membakarnya dekat Sungai Mtkvari. Lalu mereka membungkus abunya dalam kulit domba dan melemparkannya ke sungai. Pada sore hari ada Tanda yang diberikan dari Atas. Di samping Tebing Metekhi, dekat jembatan, ada Bintang Bersinar di atas sungai dengan terang benderangnya terpantul di air di mana Relik Abo berada. Kemudian, ada Kapel dibangun untuk menghormati Martir Kudus Abo di tepi kiri Mtkvari.
.
.