Diperingati pada 3 Oktober (Julian)/ 16 Oktober (Gregorian)
Imam Martir Dionysius (Denis), Uskup Athena, Presbiter Rusticus dan Diakon Eleutherius dibunuh di Lutetium (nama kuno Paris) di Gaul [Prancis modern, di mana Js Dionysius dihormati sebagai santo pelindung Prancis, dengan nama Prancis : “Denis” atau “Denys”]. Ini terjadi pada tahun 96M (sumber lain menyatakan tahun 110, selama masa penganiayaan di bawah kaisar Romawi Dometian (81-96M).
Js. Dionysius awalnya tinggal di kota Athena. Dia dibesarkan di sana dan menerima gelar Yunani klasik yang bagus. Dia kemudian berangkat ke Mesir, di mana dia belajar astronomi di kota Heliopolis. Bersama dengan temannya Apollophonos dia menyaksikan gerhana matahari yang terjadi pada saat kematian Tuhan Yesus Kristus di kayu salib. ‘’Pencipta seluruh dunia sedang menderita, dan dunia yang terlihat ini akan segera berakhir”, – kata Dionysius saat itu. Sekembalinya ke Athena dari Mesir, ia dipilih menjadi anggota Dewan Areopagus (pengadilan tinggi Athena) [ “Areo-pagus” secara harfiah berarti bukit Mars(Ares), sebuah lokasi di Athena pada zaman dahulu].
Ketika Rasul Paulus yang kudus berkhotbah di Areopagus Athena (Kisah Para Rasul 17:16-34), Dionysius menerima proklamasi keselamatannya dan menjadi seorang Kristen [catatan penterjemah : Dionysius adalah salah satu dari sedikit petobat oleh Js. Paulus di Athena. Sangatlah penting dan sangat simbolis bahwa orang-orang Yunani pagan telah menempatkan di Areopagus “altar bagi Tuhan yang Tidak Dikenal”, yang sebenarnya diketahui oleh Js. Paulus. Karya tulis “via negativa” atau “apofatisme” berikutnya dari Js. Dionysius merupakan kontribusi yang sangat penting bagi teologi dan filsafat]. Selama tiga tahun Js. Dionysius tetap menjadi pendamping Rasul Paulus yang kudus dalam memberitakan Sabda Allah. Kemudian, Rasul Paulus menetapkan dia sebagai uskup kota Athena. Dan pada tahun 57M, Js. Dionysius hadir di peristirahatan Maria Bunda Allah Yang Mahakudus.
Selama masa hidup Maria Bunda Allah, Js. Dionysius telah melakukan perjalanan dari Athena ke Yerusalem, untuk bertemu dengannya. Dia menulis kepada gurunya Rasul Paulus: “Saya bersaksi demi Tuhan, bahwa selain Tuhan itu sendiri, tidak ada yang lain dalam ukuran seperti itu yang dipenuhi dengan kekuatan dan anugerah Ilahi. Tidak seorang pun di antara umat manusia dapat sepenuhnya memahami dalam pikiran, apa yang saya lihat. Saya mengaku di hadapan Tuhan: ketika saya bersama Yohanes, yang bersinar di tengah-tengah para Rasul, seperti matahari di langit – ketika saya dibawa ke hadapan Perawan Tersuci, saya mengalami sensasi yang tak terkatakan. Cahaya ilahi. Itu memantapkan jiwaku. Saya merasakan sesuatu yang tak terlukiskan dan dipenuhi dengan kegembiraan, sehingga tubuh saya menjadi pingsan, dan jiwa saya lemah tetapi dapat merasakan tanda-tanda dan tanda kebahagiaan abadi dan kekuatan Surgawi ini. Rahmat dariNya menguasai hati saya, dan mengguncang jiwa saya. Seandainya saya tidak memikirkan petunjuk Anda, saya bisa salah mengira Dia sebagai Tuhan. Ini berkat yang sungguh luar biasa”.
Setelah kematian Rasul Paulus, Js Dionysius berangkat berkhotbah ke negeri-negeri Barat, ditemani oleh Presbiter Rusticus dan Diakon Eleutherius. Mereka mempertobatkan banyak orang kepada Kristus di Roma, dan kemudian di Jerman, dan kemudian di Spanyol. Di Galia, selama masa penganiayaan terhadap orang Kristen oleh penguasa pagan, ketiga bapa gereja ini ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Pada malam hari Js Dionysius membuat Liturgi Ilahi dan melayani bersama Malaikat Allah. Di pagi hari para martir dipenggal. Konon, Js. Dionysius mengangkat kepalanya, membawanya ke gereja dan hanya di sana jatuh mati. Seorang wanita saleh bernama Catulla mengubur jenazah sang Jana suci.
Tulisan-tulisan Js. Dionysius dari Areopagus sangat penting bagi Gereja Orthodoks. Empat bukunya bertahan sampai sekarang: “Tentang Hirarki Surgawi”, “Tentang Hirarki Gerejawi”, “Tentang Nama-Nama Tuhan”, “Tentang Teologi Mistik”; selain itu, ada sepuluh surat untuk berbagai orang.
Buku, “Tentang Hirarki Surgawi”, sebenarnya ditulis di salah satu negara Eropa Barat, tempat Js. Dionysius berkhotbah. Di dalamnya diuraikan ajaran Kristen tentang dunia Kemalaikatan. Hirarki Malaikat (atau Surgawi-Surgawi) terdiri dari sembilan Peringkat Malaikat: Seraphim (“Seraphimy”), Cherubim (“Cheruvimy”), Thrones (“Prestoly”). Dominion (“Gospodstva”), Kekuatan (“Sily”), Kekuasaan (“Vlasti”), Prinsip (“Nachala”), Malaikat Agung (“Arkhangely”), dan Para Malaikat (“Angely”).
Tujuan dari Hirarki Malaikat yang ditetapkan secara Ilahi – adalah jalan menuju keserupaan dengan Tuhan melalui pemurnian, pencerahan dan kesempurnaan. Tingkat tertinggi adalah pembawa dan sumber perantara Cahaya Ilahi dan kehidupan Ilahi untuk tingkat yang lebih rendah. Dan bukan hanya penghuni malaikat tanpa tubuh yang memiliki pikiran dan termasuk dalam hierarki pembawa cahaya spiritual, tetapi juga ras manusia, diciptakan baru dan disucikan di dalam Gereja Kristus.
Buku Js. Dionysius lainnya, “Tentang Hirarki Gerejawi”, merupakan kelanjutan dari bukunya, “Tentang Hirarki Surgawi”. Gereja Kristus dalam pelayanan universalnya didirikan di atas dasar, seperti jajaran Malaikat, prinsip-prinsip sakral yang ditetapkan oleh Allah.
Di dunia sekuler, bagi anak-anak Gereja, rahmat Ilahi turun tanpa terasa – dalam Sakramen-Sakramen suci Gereja, yang bersifat spiritual, meskipun bentuknya dapat dirasakan oleh indra. Hanya sedikit bahkan di antara para pertapa suci yang mampu melihat dengan mata duniawi wajah berapi-api dalam sifat Misteri Suci Tuhan. Tetapi di luar sakramen-sakramen Gereja, di luar Pembaptisan dan Ekaristi, tidak ada rahmat keselamatan pembawa Cahaya, – tidak ada Pengetahuan Ilahi (“Bogopoznanie”) maupun Theosis (“Obozhenie” atau Pendewaan).
Buku, “Tentang Nama-Nama Tuhan”, menguraikan tentang jalan pengetahuan-Ilahi melalui perkembangan Nama-Nama Ilahi yang mirip dengan “Tangga Ilahi’’ karya Yohanes Klimakus.
Buku Js Dionysius, “Tentang Teologi Mistik”, juga mengemukakan ajaran tentang pengetahuan Ilahi. Teologi Gereja Orthodox sepenuhnya didasarkan pada apa yang dialami pengetahuan Ilahi. Untuk mengenal Tuhan – perlu untuk berada dalam kedekatan dengan-Nya, memiliki beberapa ukuran untuk mendekati-Nya, sehingga mencapai kondisi Persekutuan-dengan-Tuhan (“Bogoobschenie”) dan Penyatuan dengan Tuhan (“Theosis ” atau “Obozhenie”). Kondisi ini terutama dicapai dengan doa. Ini bukan karena doa itu sendiri membawa kita dekat dengan Tuhan yang Tidak Dapat Dipahami, tetapi lebih karena kemurnian hati dalam doa yang benar membawa kita sesuai dengan Tuhan.
Karya-karya tulis Js. Dionysius dari Areopagus (berjudul “Areopagitic”) sangat penting dalam Teologi Gereja Orthodox [dan juga untuk teologi Barat Abad Pertengahan akhir]. Dan selama hampir empat abad – hingga awal abad VI, karya-karya bapa suci Gereja ini dilestarikan dalam manuskrip, terutama oleh para teolog Gereja Aleksandria. Konsep-konsep dalam karya-karya ini dikenal dan digunakan oleh Js. Clement dari Alexandria, Origenes, Dionysios Agungh – tokoh-tokoh terkemuka dari sekolah katekese di Alexandria, dan juga oleh Js. Gregorius sang Teolog. Js. Dionysios dari Aleksandria menulis kepada Js. Gregorius sang Teolog sebuah Komentar tentang “Areopagitum”. Karya-karya Js. Dionysius dari Aeropagus menerima pengakuan Gereja secara umum selama abad VI-VII. Yang sangat relevan adalah Komentar yang ditulis oleh Rahib Maximos sang pengaku. [catatan penterjemah : meskipun banyak sarjana berpendapat bahwa “Areopagitum” sebenarnya ditulis oleh seorang tokoh anonim abad VI yang meminjam nama orang suci yang terkenal, ini sama sekali tidak mengurangi makna teologis yang mendalam dari karya tersebut].