Dalam sebuah percakapan, pernah seorang kawan bertanya kepada saya: “Mengapa umat Orthodox mengaku dosa kepada Romonya? Tidakkah ia bisa langsung mengaku kepada Tuhan saja?“ Pertanyaan semacam ini sering ditanyakan kepada umat atau rohaniwan Gereja Orthodox baik oleh para katekumen, simpatisan, maupun mereka yang sekadar penasaran.
Dalam tulisan singkat ini, mari kita bersama-sama melihat secara cepat darimana asalnya dan bagaimana sebenarnya keberadaan Sakramen (Mysterion) Pengakuan Dosa yang dipraktikkan di Gereja Orthodox.
Berbicara tentang ritus Pengakuan Dosa, hal ini sebenarnya merupakan hal yang sudah dipraktikkan bahkan sejak zaman Perjanjian Lama. Beberapa bagian Kitab Suci yang memuat tentang hal ini antara lain:
Imamat 5:5-6 “Jadi apabila ia bersalah dalam salah satu perkara itu, haruslah ia mengakui dosa yang telah diperbuatnya itu, dan haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salah karena dosa itu seekor betina dari domba atau kambing, menjadi korban penghapus dosa. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu karena dosanya”
Bilangan 5:5-7 TUHAN berfirman kepada Musa: “Berbicaralah kepada orang Israel: Apabila seseorang, laki-laki atau perempuan, melakukan sesuatu dosa terhadap sesamanya manusia, dan oleh karena itu berubah setia terhadap TUHAN, sehingga orang itu menjadi bersalah, maka haruslah ia mengakui dosa yang telah dilakukannya itu; kemudian membayar tebusan sepenuhnya dengan menambah seperlima, lalu menyerahkannya kepada orang terhadap siapa ia bersalah”
Amsal 28:13 “Siapa menyembunyikan dosanya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi”
Itulah sebabnya banyak orang datang kepada Yohanes Pembaptis dan mengakui dosa-dosa mereka, yang mana sesudah itu ia akan “mengesahkan” pertobatan mereka melalui baptisan:
Matius 3:5-6 Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan. Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan.
Markus 1:4-5 demikianlah Yohanes Pembaptis tampil di padang gurun dan menyerukan: “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu”. Lalu datanglah kepadanya orang-orang dari seluruh Yudea dan semua penduduk Yerusalem, dan sambil mengaku dosanya mereka dibaptis di sungai Yordan.
Ritus ini juga ternyata dilanjutkan oleh Gereja Kristen sejak zaman Para Rasul sebagaimana yang dapat kita lihat dari beberapa bagian Kitab Suci berikut ini:
Kisah Para Rasul 19:18 Banyak di antara mereka yang telah menjadi percaya, datang dan mengaku di muka umum, bahwa mereka pernah turut melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu.
Pengakuan ini tentu membawa kepada pengampunan dosa yang berikan oleh Para Rasul sesuai dengan janji yang diberikan Kristus bahwa Ia akan memberikan kuasa tersebut kepada Para Rasul:
Matius16: 19 “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga
Matius 18:18 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga
Janji ini digenapi setelah kebangkitan Kristus. Tentunya, pengampunan dosa ini terjadi bukan karena kuasa Para Rasul itu sendiri, melainkan karena “darah Yesus Kristus”
Yohanes 20:21-23 Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu”. Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”
1 Yohanes 1:7 Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa.
Jadi, dalam Sakramen Pengakuan Dosa, orang yang mengaku dosanya tidaklah mengaku kepada imam/ Romo secara pribadi, tetapi imam atau Romo bertindak sebagai saksi bagi orang itu yang mengaku dosanya di hadapan Allah, sebagai hamba Allah yang menjadi alat penyaluran rahmat pengampunan, dan sebagai pelayan sakramen.
1 Korintus 4:1 Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia (mysterion) Allah.
1 Yohanes 1:9 Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.
1 Yohanes 2:2 Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia.
Pada masa Gereja awal, pengakuan dosa dilakukan di depan umum, di depan jemaat, yang dihadiri oleh para Presbyter (Romo), dan juga oleh Episkop sebagai yang berhak memberikan pengampunan dosa. Mari kita lihat beberapa catatan dari Bapa-bapa Gereja dan pemikir Kristen awal.
Js. Ignatius dari Antiokhia menjelaskan: “Bagi mereka semua yang bertobat, Tuhan mengaruniakan pengampunan, jika mereka berbalik dalam penyesalan kepada kesatuan dengan Allah dalam persekutuan dengan seorang Episkop “ (Surat kepada Gereja di Philadephia, pasal 8) dan “Akuilah pelanggaran-pelanggaranmu di hadapan Gereja dan jangan datang untuk berdoa dengan hati nurani yang jahat; inilah jalan kehidupan” (Pengajaran, pasal 4)
Js. Siprianus dari Karthago memberikan penekanan bahwa seorang pendosa diterima kembali ke dalam komunitas gerejawi, dengan kata lain ke dalam persekutuan Ekaristi, “melalui penumpangan tangan Epsikop dan Presbyter” setelah terlebih dahulu mengakui dosanya (Epistel pasal 18), sebagaimana “absolusi (pengampunan dosa) yang diberikan melalui seorang Presbyter adalah berkenan bagi Allah” (De Lapsis pasal 29).
Origenes dari Aleksandria, seorang pemikir dan pengajar Kristen awal mengajarkan bahwa Sakramen Pengakuan Dosa adalah sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Dia yang telah menetapkan sakramen keimamatan di dalam Gereja, sehingga para pelayan dan imam Gereja melakukan hal yang sama yaitu mendengarkan pengakuan dosa umat, dan memberikan mereka pengampunan dosa (Homili 3 tentang Kitab Imamat).
Js. Basilius Agung juga merujuk kepada pengakuan dosa di Gereja pada zaman Para Rasul (Kisah 19:18) dan menyimpulkan bahwa : “sangat penting dan perlu untuk mengakui dosa-dosa kita kepada mereka yang telah dipercayakan untuk melayankan mysterion/ sakramen-sakramen dari Allah” (bdk 1 Korintus 4:1), sebab orang-orang Kristen perdana mengakui dosa mereka kepada Para Rasul, yang juga membaptis mereka dan semua orang lain (Conditions pasal 288).
Js. Yohanes Khrisostomos juga menyampaikan hal senada dalam penjelasannya mengenai keimamatan: “Meskipun mereka masih tinggal dan hidup di bumi, mereka telah turut ambil bagian dalam hal-hal sorgawi dengan kuasa yang bahkan tidak diberikan Allah kepada para malaikat atau malaikat penghulu. Sesungguhnya tidak pernah Ia berkata kepada para malaikat: “apa yang kau ikat di bumi akan terikat di sorga, dan apa yang kau lepaskan di bumi akan terlepas di sorga”. Tetapi ikatan para imam menjangkau kedalaman jiwa, dan melintasi langit; dan segala sesuatu yang diberlakukan oleh para imam di bawah sini, Allah memberinya wewenang dari atas sana. Sang Tuan menegakkan keputusan para hamba. Tidakkah itu artinya Ia memberi mereka segala kuasa sorgawi? Ia berkata kepada mereka: Barangsiapa yang dosanya kamu nyatakan ada, dosanya tetap ada (Tentang Keimamatan, Homili 3 pasal 5).
Demikianlah, dari uraian singkat di atas bisa kita lihat bahwa Sakramen Pengakuan Dosa yang sampai hari ini tetap dilayankan di Gereja Orthodox bukanlah sesuatu yang dikarang sendiri, melainkan telah ada bahkan sebelum Kitab Suci dikanonkan, sebagai bagian dari Tradisi Suci yang dipegang Gereja sejak awal (2 Tesalonika 2:15). Semoga bermanfaat.
.
.