Oleh: Protopresbyter Yohanes Bambang Cahyo Wicaksono
Perjanjian Baru adalah kitab yang sangat penting bagi orang Kristen untuk dipelajari dalam waktu yang lama. Bahkan kesarjanaan Perjanjian Baru adalah bidang yang penting di banyak Seminari Teologi sekarang. Akan tetapi untuk sungguh belajar tentang Perjanjian Baru itu perlu mengambil waktu yang khusus, lebih dari pada hanya sekadar rajin belajar. Karena Perjanjian Baru itu sangatlah berbeda dari kitab lain apapun. Kitab ini diilhami oleh Allah, sehingga supaya dapat dikatakan sungguh-sungguh belajar tentang Perjanjian Baru, maka kita harus mengijinkan Allah untuk berbicara melaluinya. Hal ini harus menjadi Firman Allah yang hidup dalam hati kita.
Ada beberapa hal tentang sifat Alkitab dan berbeda penggunaan dari Kitab Suci: Pertama-tama, apakah arti kata Alkitab itu? Kata Alkitab atau “Bible” berasal dari kata Yunani “Biblos” yang berarti “Kitab”. Kata “biblos” sesungguhnya datang dari bahasa Mesir, berasal dari nama suatu tanaman khusus yang telah digunakan membuat kertas untuk menulis dan itu adalah tanaman papyrus.
Dalam Perjanjian Baru kita menemukan bahwa kata “biblos” itu digunakan hanya dalam hal-hal khusus. Dalam bahasa Yunani kata “grafi” secara umum lebih digunakan untuk menyebut Alkitab. Kata Aghia Grafi itu berarti Kitab Suci.
I. Sifat dan Keberadaan Alkitab
A. Kitab Komunikasi Allah
Orang-orang Kristen perdana mempunyai nama lain untuk Alkitab, mereka menyebutnya “Logos Theou” atau “Firman Allah”. Dengan kata-kata kita dapat berkomunikasi, oleh karena itu kalau Perjanjian Baru adalah kata-kata Allah, maka Allah sedang mengkomunikasikan sesuatu. Apa yang sedang dikomunikasikan dalam Perjanjian Baru?
1. Alkitab adalah kitab komunikasi Allah. Dalam Alkitab, Allah mengkomunikasikan tindakan penebusan-Nya melalui Pribadi Yesus Kristus.
2. Ia mengkomunikasikan hikmat-Nya (kebenaran tentang penciptaan, kehidupan kemanusiaan, dosa dan kebenaran dan lain-lain).
3. Ia mengkomunikasikan tentang diri-Nya sendiri, pengampunan dan keadilan.
B. Kitab Gereja
Mengingat Alkitab adalah kitab komunikasi Allah, maka itu berarti bahwa Alkitab dialamatkan untuk orang-orang tertentu. Kepada siapa Alkitab itu dikomunikasikan? Yang jelas Alkitab dikomunikasikan kepada kita, kepada Gereja dan komunitas orang beriman. Sebelum adanya Kitab Suci, yang ada adalah komunitas orang beriman dan Kitab Suci adalah buah dari komunitas orang beriman yang langsung mempunyai pengalaman bersama dengan Allah.
C. Dimensi Manusiawi tentang Alkitab
Alkitab adalah Firman Allah yang datang pada kita melalui kata-kata manusia. Allah tidak berbicara dalam bahasa Ibrani atau Yunani kepada Abraham atau kepada Js. Petrus, Ia telah mengkomunikasikan kehendak-Nya pada mereka secara supernatural (adi kodrati) dan kemudian mereka menulis apa yang mereka telah pahami dari Allah dalam bahasa mereka sendiri, dengan kata-kata mereka sendiri, corak sastra mereka sendiri dan seterusnya.
II. Penggunaan Alkitab
1. Penggunaan liturgikal. Alkitab itu sangat penting di dalam liturgi dan banyak kidung-kidung Gereja Perdana didasarkan pada Alkitab.
2. Pemberitaan. Ini dilakukan untuk membangkitkan, menguatkan dan menuntun iman umat percaya.
3. Pengajaran (penggunaan untuk katekisasi). Alkitab adalah text book yang sangat penting bagi pendidikan Kristen pada waktu para Bapa Gereja.
4. Penggunaan untuk peribadatan. Alkitab dapat digunakan untuk berdoa.
5. Belajar secara akademik: ini penggunaan yang sangat baru untuk Alkitab. Pada Perjanjian Baru, penggunaan Alkitab dalam peribadatan, Kitab Suci/ Alkitab itu digunakan untuk berdoa. Banyak bagian dari Alkitab digunakan sebagai doa-doa dalam Gereja Perdana. Juga banyak para Bapa Gereja mengatakan bahwa membaca Kitab Suci dalam suatu doa adalah perlu bagi pengertian yang benar tentang Kitab Suci.
A. Penggunaan Doktrinal Kitab Suci
Kitab Suci telah menjadi sumber terutama dalam perumusan atau formulasi mengenai doktrin Kristen. Kitab Suci telah digunakan oleh Gereja untuk mempertahankan doktrin Kristen yang benar pada saat kontroversi. Suatu contoh: doktrin Kristologi dan Tritunggal Mahakudus yang sangat penting (bahwa Kristus adalah Manusia dan Allah secara penuh dan bahwa Kristus adalah satu esensi dengan Allah Sang Bapa dan bahwa Dia adalah Pribadi kedua dari Tritunggal Mahakudus) dalam konsili abad keempat itu sebagian besar didasarkan pada bagian-bagian Alkitab.
Belajar Akademik tentang Alkitab: Ini fenomena yang baru saja. Ini adalah belajar pengetahuan tentang Alkitab. Pada umumnya Alkitab dipelajari berdasarkan dokumen dan juga literatur yang ada. Dalam mempelajari Alkitab, Sarjana Alkitab berusaha untuk belajar tentang peradaban dan kebiasaan-kebiasaan Yesus dari Alkitab. Di dalam mempelajari tentang literatur Alkitab, para sarjana Alkitab berusaha untuk menemukan secara tepat apa yang para penulis Alkitab itu ingin katakan, mereka juga belajar mengenai corak dan gaya penulisannya.
Belajar Alkitab secara akademisi itu baik dan buruk pada saat yang bersamaan. Hal yang baik adalah, kita barangkali akan lebih mengetahui tentang orang-orang dan peradaban pada masa-masa Alkitab sekarang daripada mereka sendiri yang hidup pada masa itu.
Di sisi lain ada hal yang buruk dalam mempelajari Alkitab secara akademis itu adalah, seringkali para sarjana mempelajari banyak fakta tentang Alkitab, namun mereka kehilangan sisi rohani dari Alkitab itu. Mereka mempelajari seakan-akan ini adalah suatu buku seperti buku-buku yang lain dan mereka melupakan bahwa ini adalah suatu kitab yang diilhami oleh Allah.
Kita dapat membandingkan para sarjana ini dengan seorang dokter yang sedang mempelajari tentang anatomi tubuh manusia. Kita mempelajari semua lapisan berbeda dari kulit, organ dan darah manusia, namun kita tidak dapat melihat jiwa dan roh manusia. Dia melihat tubuh sebagai mesin dan bukan sebagai keberadaan manusia yang hidup. Dalam cara yang sama beberapa sarjana Alkitab melihat Alkitab itu adalah suatu dokumen yang penuh dengan sejarah dan fakta-fakta dan melupakan bahwa ini adalah suatu kitab yang berisikan tentang Firman Allah yang hidup (ini adalah masalah dari pikiran Alkitabiah yang terakhir – krisis Alkitabiah dalam mempelajari secara akademisi tentang Alkitab).
Keseimbangan antara Penggunaan Alkitab secara Akademisi dan Penggunaan Alkitab dalam Doa dan Kerohanian.
• Bagaimana para Bapa Gereja telah memandang Alkitab (Pendekatan Patristik pada Alkitab). Para Bapa Gereja telah memandang Kitab Suci itu sangat penting. Mereka telah menjelaskan Alkitab sebagai Firman Allah yang terilham. Karena begitu besarnya hormat terhadap Alkitab, maka Alkitab itu telah dikanonkan – ini telah dibuat dalam suatu kanon atau pakem, serentetan kitab yang mempunyai otoritas khusus yang berbeda dari semua buku-buku yang lain. Di samping hormatnya terhadap Alkitab, namun kita juga menemukan bahwa para Bapa Gereja tidak memberikan suatu wibawa mutlak pada Alkitab, namun mempunyai cara yang berkualitas akan wibawa Alkitab. Mengapa? Karena telah mengakui bahwa dalam Alkitab ada unsur Ilahi dan unsur manusiawi.
(Bersambung)
.
.