JUMAT DARI MINGGU KEDUA PUASA CATUR DASA (PRA-PASKAH)

RENUNGAN SETIAP HARI DARI FIRMAN ALLAH MENURUT BACAAN GEREJA ORTHODOX

Oleh: Janasuci Theophan Sang Penyendiri

Penterjemah: Arkhimandrit Daniel B.D.Byantoro

Yesaya 7:1-14, Kejadian 5:32-6:8, Amsal 6:20-7:1

“Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging” (Kejadian 6:3). Manusia memiliki dua kekuatan yang saling bertentangan di dalam dirinya, tetapi kesadarannya adalah satu – kepribadian manusia. Ciri-ciri khas dari kepribadian ini ditentukan oleh kenderungan-kenderungan batinnya. Jika dia berpihak pada roh (bhs Rusia “dukh” atau Yunani “nous”: inti dari roh manusia, bagian tertinggi dan termurni dari jiwa manusia, perangkat batiniah yang olehnya manusia mengenal Allah, dan masuk kedalam panunggalan/penyatuan denganNya) maka ia menjadi rohani (pnevmatikos), dan jika dia berpihak pada daging, ia bersifat kedagingan (sarkikos). Roh tidak lenyap sama sekali bahkan dari yang bersifat daging, tetapi itu diperbedak dan tidak memiliki suara. Itu menjadi terbelenggu oleh kuk dan melayani daging seperti seorang budak melayani nyonyanya, dan menciptakan segala macam kenikmatan bagi si daging itu. Hal yang sama juga, daging itu tak akan lenyap dari yang rohani, namun daging itu tunduk kepada roh dan melayaninya. Daging itu akan kehilangan hak alamiahnya bagi makanan melalui puasa, haknya atas tidur melalui sembahyang tugur (sembahyang semalam suntuk), haknya atas istriahat melalui kerja yangbterus menrus dan kelelahan, hak bagi menyenangkan alat-alat indrawi melalui penyendirian dan pembisuan. Dimana daging yang berkuasa, Allah tidak bersemayam, karena alatNya bagi komunikasi dengan manusia adalah roh, yang tak diberikan hak prioritasnya di dalam daging. MendekatNya Allah itu dirasakan untuk yang pertama kalinya, ketika roh itu mulai menyatakan hak atas miliknya sendiri melalui beroperasinya rasa takut akan Allah dan hati nurani itu. Apabila hati nuarani seseorang dan kebebasan itu bersekutu dengannya, maka Allah mulai berkomunikasi dengan manusia dan mulai bersemayam di dalamnya. Mulai saat itu mulailah pengilhaman terhadap jiwa, terhadap daging, dan terhadap seluruh manusia batiniah maupun manusia jasmaniah, sementara Allah menjadi semua dan segala-galanya di dalam dirinya. Dengan menjadi rohani, manusia dijadikan Ilahi. Alangkah mengherankan manfaatnya ini, dan alangkah sedikitnya ini diingat, dihargai, dan dicari-cari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *