Selamat datang di website gereja orthodox indonesia   Click to listen highlighted text! Selamat datang di website gereja orthodox indonesia

Sejarah Terbentuknya Kanon Perjanjian baru

Dalam bentuk apakah ajaran Keimanan Kristus sesudah turunnya Roh Kudus ? Ketika belum ada kitab perjanjian baru, materi apa yang digunakan oleh gereja mula-mula sebagai sumber pengajaran, selain Septuaginta ?

Yesus naik ke Sorga untuk mewujudkan karya keselamatan. Yesus memberi pesan kepada murid-muridnya agar mewartakan pemberitaan dan kesaksian tentang Yesus hanya dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Matius 28:19-20) yang kemudian hari, perintah ini disebut sebagai Amanat Agung. Tetapi satu pertanyaan adalah, apa pegangan yang mereka pakai untuk memberitakan dan meneruskan pengajaran Yesus sebelum kanon perjanjian baru ada?

Setelah turunnya Roh Kudus, terbentuklah suatu komuni orang percaya yang pertama kali ada di Anthiokhia (Kis. 11:26). Tetapi pada hakikatnya, meskipun komuni tersebut ada, mereka tetap saling menguatkan di dalam iman mereka kepada Kristus dengan mendengarkan berbagai kesaksian dari Tradisi Lisan. Tradisi Lisan tersebut lebih bermakna kepada pemberitaan yang sifatnya hanya melalui persepsi Indra, dimana mereka menyaksikan Yesus yang hidup. Ini berarti pemberitaan secara lisan ke berbagai jemaat adalah alternatif pertama dalam menyebarkan Injil.

Namun dengan banyaknya penentangan baik dari orang-orang Yahudi dan kaum pagan, ditambah kekacauan pengajaran yang disebabkan oleh para bidat yang bermunculan pada era gereja mula-mula, terutama bidat gnostik dengan berbagai turunannya, yang menimbulkan banyak perdebatan dan perpecahan di jemaat gereja mula-mula, sehingga mendorong para Rasul untuk menulis surat-surat, sebagai respon terhadap para bidat. Tulisan-tulisan ini kelak menjadi standar baku pengajaran iman kristen yang benar dalam bentuk tertulis.

Beberapa tulisan para Rasul itulah yang kemudian dikumpulkan dan disebut kanon Perjanjian baru. Setelah era para rasul, para murid rasul yaitu bapa-bapa Gereja terus melestarikan dan menjaga surat-surat tersebut. Beberapa manuskrip surat asli yang sudah rusak kemudian disalin ulang. Salinan-salinan itu disembunyikan di tempat-tempat rahasia selama era penganiyayaan gereja mula-mula, agar terhindar dari pemusnahan oleh kaum pagan dan pencurian oleh kaum bidat.

Akhirnya setelah umat Kristen berhasil tetap bertahan hidup dari penindasan era sepuluh masa Kaisar Roma penganut pagan, mereka mulai bisa tersenyum dan menghapus air mata ketika kaisar Roma penganut kristen, yaitu Konstantin Agung naik takhta pasa tahun 306M. Akhir dari penindasan ini dinyatakan dalam Dekrit/Maklumat Milano yang dikeluarkan oleh kaisar Konstantinus pada tahun 313M, dimana Kekaisaran memberikan kebebasan pada rakyatnya dalam beragama dan beribadah.

Kemenangan gereja melalui dekrit Milano ini membawa dampak signifikan terhadap eksistensi kekristenan, sehingga berbagai upaya konsolidasi umat Kristen bisa dilakukan. Bentuk konsolidasi tersebut amtara lain adalah hari-jari raya kekristenan yang kembali diperingati, ekspansi Gereja ke seluruh dunia, kedamaian dalam beribadah, pembentukan liturgi, serta pengkanonan Alkitab baik itu Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru.

Namun, tampaknya sebelum keluarnya dekrit Milano tersebut, sudah ada upaya pengkanoan tulisan-tulisan suci yang dilakukan oleh Gereja mula-mula atau ‘pihak-pihak lain’ (kemungkinan bidat).

Surat-surat Paulus telah dikoleksi oleh gereja-gereja di beberapa lokasi geografis pada akhir abad pertama Masehi. Di dalam sebuah surat yang dikirim dari gereja di Roma kepada gereja di Korintus, si penulisnya (anonim) menulis (1 Klemen 47:1) : “Periksalah surat yang ditulis Paulus, rasul yang diberkati. Apa yang mula-mula dia telah tulis kepadamu, ketika dia baru saja mulai mengabarkan Injil?” Itu adalah sebuah rujukan kepada surat 1 Korintus yang ditulis Paulus. Ini menunjukkan bahwa gereja-gereja di Roma masih memiliki sebuah salinan surat Paulus itu, setengah abad setelah Paulus menulisnya. Pengarang surat 2 Petrus juga mengenal sebuah kumpulan surat Paulus (3:15-16) dan menganggap pembacanya juga mengenalnya. 2 Petrus ditulis pada awal abad kedua Masehi.

Pada awal abad kedua juga, Ignatius, Bishop Antiokhia, menulis surat-surat kepada tujuh gereja sementara dia dalam perjalanan menuju Roma, di mana dia kemudian mati syahid. Di dalam surat-suratnya ini, dia menggunakan bahasa yang dengan jelas memperlihatkan pengenalannya atas surat-surat Paulus. Dia sering kali mengacu kepada Paulus dengan menyebut namanya.

Beberapa fakta di atas menunjukkan bahwa pada pergantian abad pertama Masehi, sejumlah gereja telah memperoleh salinan-salinan dari surat-surat Paulus untuk mereka gunakan. Tahap formatif dari kumpulan surat-surat Paulus telah berlangsung.

Bahkan lebih awal lagi dari itu, orang-orang Kristen lainnya telah juga membuat koleksi-koleksi ucapan-ucapan Yesus dan kisah-kisah tentang diri-Nya. Injl Ucapan-ucapan, atau “sayings gospel”, yang diberi nama Injil Q (= Quelle = sumber; sekarang terdapat di dalam Injil Matius dan Injil Lukas), adalah sebuah kompendium/kumpulan ucapan-ucapan Yesus. Juga termasuk injil ini adalah Injil Thomas, kumpulan 114 ucapan Yesus yang lepas-lepas, tidak terangkai membentuk sebuah narasi seperti Injil-injil Naratif Markus, Matius, Lukas dan Yohanes dalam PB.

Lalu ada Injil Tanda-tanda, “the Gospel of Signs” atau “Semeia source” ― yang menjadi salah satu sumber penulisan Injil Yohanes ― yang berupa kumpulan kisah-kisah perbuatan ajaib atau “tanda-tanda” yang ditautkan kepada Yesus. Dua jenis kumpulan tulisan itu telah dimasukkan ke dalam kitab-kitab injil yang berisi narasi-narasi tentang Yesus.

Pada pertengahan abad kedua, ada banyak sekali ragam tulisan yang telah dikenal gereja-gereja, yakni: Injil-injil naratif (Matius, Markus, Lukas, Yohanes), setidaknya satu Injil Ucapan-ucapan (Injil Thomas), dialog-dialog dan wahyu-wahyu yang diasalkan pada Yesus (disebut “discourse gospels”), bermacam-macam kisah kelahiran Yesus, beberapa kisah perbuatan para Rasul, khotbah-khotbah, dan banyak lagi.

Seperti surat-surat Paulus, kitab-kitab injil ini, bersama dengan tulisan-tulisan lain, telah dikumpulkan oleh berbagai gereja pada masa itu. Tulisan-tulisan lain itu di kemudian hari tidak dikanonkan ke dalam alkitab. Bapa-bapa gereja menyebutnya ‘tulisan-tulisan yang masih dipertanyakan’, (anaginoskomena), ada juga yang menyebutnya ‘apokrifa’ (tersembunyi).

Marcion dari Sinope (lahir 85M -160 M) mengusulkan untuk gereja menolak surat-surat Yahudi dan menerima sebuah kanon baru yang dikompilasinya sendiri. Kanon itu menurutnya harus terdiri dari hanya satu Injil, yaitu Injil Lukas, dan satu rasul, yakni Paulus. Bapa-bapa gereja di kemudian hari menolak kanonisasi versi Marcion ini.

Sekitar tahun 165 M, Tatian di Syria telah menghasilkan Diatessaron (secara harfiah berarti “satu melalui empat”). Tatian telah menciptakan suatu Injil tunggal gabungan, lewat kombinasi dan harmonisasi teks-teks Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Teks selengkapnya dari karya inovatif ini telah hilang, tetapi ini menyingkapkan suatu dorongan lain untuk membuat kesatuan Injil sebagai kenyataan.

Tetapi bapa-bapa gereja di kemudian hari juga menolak kanonisasi ini dan memilih untuk memahami keempat Injil sebagai empat kesaksian berbeda terhadap satu kisah injil, satu berita keselamatan. Salah satu dari bapa Gereja pada masa itu, yaitu, Js. Irenaeus (lahir 130M-meninggal 202M) dari Smirna (sekarang di Turki), yang adalah uskup si Lugdunum (sekarang Lyon, di Perancis), menambahkan dengan berargumentasi bahwa sama seperti adanya empat penjuru bumi dan empat arah mata angin, maka begitu juga harus ada empat pilar Injil yang Allah telah berikan kepada dunia. Jumlah empat dipakai Irenaeus sebagai bukti langsung dari otentisitas Injil-injil: gereja sedunia dapat memiliki sebuah Injil rangkap empat, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih.

Pada tahun 170-200 Masehi, komunitas Kristen di Roma telah menyusun Kanon Perjanjian Baru, yang disebut sebagai Fragmen Muratori. Fragmen ini berisi kumpulan tulisan yang konon ditulis oleh para rasul. Namun karena kualitas salinannya buruk dan banyak yang rusak, maka para bapa gereja di kemudian hari meragukan dan menolak untuk mengkanonkan fragmen ini.

Beberapa tokoh Gerejawi yang lain juga mencoba menyusun daftar kitab-kitab, misalnya Origenes dari Aleksandria (tahun 254M). Kanon Origenes mencakup semua surat dalam kanon Perjanjian Baru saat ini kecuali empat kitab: Yakobus , Petrus ke – 2, dan surat ke – 2 dan ke – 3 Yohanes . Dia juga memasukan surat Gembala Hermas yang kemudian hari ditolak masuk kanon. Namun karena beberapa ajaran Origenes dinilai sesat oleh para bapa gereja di kemudian hari, akhirnya kanonisasinya juga tidak bisa diterima.

Eusebius, uskup dari Kaisarea telah membuat daftar pertanyaan (yang kemudian menjadi kriteria/syarat penetapan kanonisasi alkitab), dalam bukunnya tentang sejarah gereja pada rahum 325M :

• apakah tulisan-tulisan telah disebut oleh generasi-generasi terdahulu para pemimpin gereja,

• apakah gaya penulisannya sejalan dengan tulisan-tulisan yang diketahui telah ditulis pada masa awal sejarah gereja,

• dan apakah isinya konsisten dengan ortodoksi yang sudah mapan.

Jika ada tulisan-tulisan yang mengklaim mengetengahkan iman gereja tetapi tidak memenuhi kriteria ini, maka dia melabelkan tulisan-tulisan itu sebagai “pemalsuan”.

Akhirnya Js Athanasius, patriakh dari Alexandria, seorang Bapa Gereja yang berhasil menyusun kanon Perjanjian Baru yang benar (sesuai kriteria Eusebius) pada tahun 367 Masehi yang terdiri dari 27 kitab yang sekarang dikenal di kalangan Kekristenan masa kini. Athanasius juga memasukkan Kitab Barukh , serta Surat Yeremia , untuk ditambahkan kepada Septuaginta, yang kemudian menjadi kanon Perjanjian Lama yang kita ketahui sekarang (versi katolik dan orthodox).

Pada tahun 397 Masehi, Konsili Kartago yang dilakukan di Kota Kartago (sekarang berada di wilayah Tunisia) memutuskan daftar yang disusun oleh Athanasius menjadi kanon Perjanjian Baru. Dapat dikatakan bahwa pada tahun 400 Masehi gereja-gereja telah menerima Kanon Perjanjian Baru dengan dua puluhtujuh kitab. Kanon Perjanjian Baru itu diterima oleh hampir sebagian besar komunitas Kristen yang ada pada saat itu.

Related Posts
Click to listen highlighted text!