
Bacaan: Kejadian 10:32–11:9
“Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi!” (Kejadian 11:4)
KESOMBONGAN YANG MEMBAWA PERPECAHAN
Perikop ini menggambarkan bagaimana keturunan Nuh tersebar ke seluruh bumi dan bagaimana kesombongan manusia dalam membangun menara Babel berujung pada perpecahan. Manusia pada waktu itu memiliki satu bahasa dan berusaha membangun sebuah menara sebagai simbol kekuatan dan kemuliaan mereka sendiri, bukannya menaati perintah Allah untuk memenuhi bumi (Kej. 9:1).
Js. Yohanes Krisostomos dalam Homilies on Genesis menyoroti bahwa dosa utama dalam kisah Babel adalah keangkuhan manusia yang ingin “menjadi seperti Allah” tetapi tanpa Allah. Ia mengatakan:
“Lihatlah bagaimana mereka, yang seharusnya memuji dan bersyukur kepada Tuhan atas keberlangsungan hidup mereka setelah air bah, justru berusaha menegakkan kemuliaan mereka sendiri. Bukankah ini adalah kebodohan yang luar biasa?” (Homilies on Genesis, 30.3).
Menara Babel mencerminkan ambisi manusia yang ingin membangun sesuatu bagi diri mereka sendiri tanpa mengandalkan Tuhan. Sebagai respons, Allah mengacaukan bahasa mereka, bukan hanya sebagai hukuman, tetapi sebagai bentuk kasih dan perlindungan, agar manusia tidak semakin jatuh dalam dosa kesombongan.
Kesombongan yang terjadi di Babel masih sangat relevan dengan kehidupan kita saat ini. Dalam dunia yang semakin individualistik, banyak orang berlomba-lomba membangun “menara” mereka sendiri—baik dalam bentuk kekayaan, jabatan, popularitas, maupun kekuasaan. Media sosial, misalnya, sering menjadi tempat di mana orang mencari validasi diri dan “nama besar,” terkadang dengan mengorbankan nilai-nilai yang lebih luhur.
Js. Gregorius Agung dalam Moralia in Job memperingatkan bahwa kesombongan adalah akar dari banyak dosa lainnya:
“Kesombongan adalah dosa pertama yang menjatuhkan malaikat, dan dosa yang sama menghancurkan manusia. Barangsiapa mengangkat dirinya sendiri, ia sedang membangun menara Babel dalam hatinya.” (Moralia in Job, 34.21).
Banyak perpecahan di dunia ini juga terjadi karena manusia lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri daripada mencari kehendak Tuhan. Dalam keluarga, di tempat kerja, dan bahkan dalam komunitas gereja, kesombongan sering menjadi akar dari perselisihan dan ketidakharmonisan.
Apapun yang kita capai dalam hidup ini adalah anugerah dari Tuhan. Jangan mencari kemuliaan untuk diri sendiri, tetapi gunakan setiap keberhasilan untuk kemuliaan-Nya. Ketika rencana kita gagal atau keadaan tidak berjalan seperti yang kita harapkan, ingatlah bahwa Tuhan mungkin sedang mengarahkan kita ke jalan yang lebih baik. Dunia ini sudah cukup terpecah oleh perbedaan pendapat dan ego manusia. Gunakan komunikasi dan relasi kita untuk membangun kasih dan persaudaraan, bukan untuk memperbesar perpecahan. (PaterGreg)