Dalam tradisi Orthodox, pernikahan tidak hanya dipandang sebagai ikatan lahiriah antara dua individu, tetapi juga sebagai perjalanan spiritual yang mendalam. Menurut John Meyendorff dalam bukunya “Marriage: An Orthodox Perspective”, pernikahan adalah suatu sakramen yang kudus, di mana pasangan tidak hanya berjanji untuk hidup bersama, tetapi juga untuk saling membantu mencapai kesucian. Dalam konteks ini, pernikahan Orthodox melampaui definisi sekedar kontrak sosial; ia merupakan panggilan untuk bersama-sama tumbuh dalam iman.
Teologi Pernikahan Orthodox
Pandangan Orthodox tentang pernikahan sangat dipengaruhi oleh teologi dan tulisan-tulisan para Bapa Gereja awal. Misalnya, Js. Yohanes Krisostomos, seorang figur patristik, menekankan bahwa pernikahan adalah sarana untuk mencapai kesempurnaan rohani melalui kasih dan pengorbanan. Bagi Krisostomos, pernikahan adalah ikatan yang menggambarkan hubungan antara Kristus dan Gereja, sebuah tema yang sering muncul dalam liturgi Orthodox.
…pernikahan adalah laboratorium kasih dan pengorbanan, di mana setiap pasangan belajar untuk saling mengasihi dengan cara yang mendalam dan tak bersyarat – mencerminkan kasih agung Kristus kepada Gereja. Dalam ikatan suci ini, kasih bukan hanya perasaan, tetapi juga tindakan dan komitmen yang terus-menerus diperbaharui.
Dalam jalinan teologi Orthodox, pernikahan tidak hanya merupakan pertemuan dua hati, melainkan juga perpaduan dua roh yang menapaki jalan menuju kesempurnaan spiritual. Pandangan ini, yang telah tertanam dalam ajaran Gereja Orthodox, mendapatkan inspirasi dan penegasan dari tulisan-tulisan para Bapa Gereja, seperti Js. Yohanes Krisostomos, yang menampilkan pernikahan sebagai refleksi dari hubungan transenden antara Kristus dan Gereja.
Js. Yohanes Krisostomos, dengan kata-kata yang sarat akan kebijaksanaan rohani, mengungkapkan bahwa pernikahan bukan sekadar ikatan duniawi, melainkan jembatan menuju kehidupan rohani yang lebih tinggi. Baginya, pernikahan adalah laboratorium kasih dan pengorbanan, di mana setiap pasangan belajar untuk saling mengasihi dengan cara yang mendalam dan tak bersyarat – mencerminkan kasih agung Kristus kepada Gereja. Dalam ikatan suci ini, kasih bukan hanya perasaan, tetapi juga tindakan dan komitmen yang terus-menerus diperbaharui.
Konsep “perichoresis” – suatu istilah dalam teologi Orthodox yang menggambarkan hubungan saling mengisi dan tidak terpisahkan antara hypostasis-hypostasis dalam Trinitas – juga merefleksikan hubungan dalam pernikahan. Seperti hypostasis-hypostasis dalam Trinitas yang saling mendiami dalam harmoni dan kasih, demikian pula suami istri dalam pernikahan Orthodox dipanggil untuk saling melengkapi, mendukung, dan berbagi kehidupan satu sama lain dalam kasih yang mendalam.
Dalam pandangan Orthodox, pernikahan lebih dari sekadar perjalanan bersama dalam kehidupan ini; ia adalah perjalanan bersama menuju kekekalan, sebuah perjalanan di mana suami dan istri sama-sama bertumbuh dalam kesucian. Ini adalah pandangan yang mengangkat pernikahan dari sekadar lembaga sosial menjadi sebuah perjalanan rohani yang dinamis.
Melalui lensa teologi Orthodox, pernikahan dipandang sebagai ikon, sebuah jendela yang memperlihatkan realitas rohani. Dalam ikon pernikahan, kita melihat bukan hanya ikatan antara dua individu, tetapi juga ikatan mereka dengan Kristus. Seperti yang sering digambarkan dalam liturgi Orthodox, pernikahan adalah ikatan suci yang menggambarkan dan berpartisipasi dalam misteri kasih Kristus, yang menyerahkan diri-Nya untuk Gereja.
Dengan demikian, dalam kerangka teologi Orthodox, pernikahan menjadi lebih dari sekadar perjanjian manusiawi. Ia menjadi sebuah perjalanan rohani yang kudus, di mana kasih dan pengorbanan bukan hanya menjadi pondasi, tetapi juga jalan yang menuju kesempurnaan spiritual, mencerminkan kasih Kristus yang agung dan tak terukur kepada umat-Nya.
Upacara Pernikahan Orthodox
Upacara pernikahan Orthodox kaya akan simbolisme dan tradisi. Salah satu elemen paling menonjol adalah pemberkatan mahkota, yang melambangkan kemuliaan dan kehormatan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada pasangan tersebut. Mahkota juga mengingatkan pasangan bahwa mereka harus bersedia menerima penderitaan bersama, sebagaimana mahkota duri yang dipakai oleh Kristus.
Peran Doa dan Puasa
Sebelum melangsungkan pernikahan, pasangan Orthodox sering menjalani periode doa dan puasa. Praktik ini bukan hanya untuk mempersiapkan diri secara rohani, tetapi juga untuk mengingatkan bahwa pernikahan adalah suatu komitmen serius di hadapan Tuhan. Dalam tradisi ini, doa dan puasa dianggap sebagai pondasi yang kuat untuk membangun kehidupan pernikahan yang harmonis dan bertahan lama.
Katekisasi Pra-Nikah dalam Gereja Orthodox
Gereja Orthodox memberikan penekanan kuat pada pentingnya katekisasi pra-nikah. Melalui sesi konseling dan kelas-kelas, calon pengantin diajarkan tentang arti sakramen pernikahan, tanggung jawab masing-masing individu dalam pernikahan, dan bagaimana menghadapi tantangan yang mungkin muncul.
Kesetiaan dan Ketahanan
Kesetiaan dan ketahanan adalah dua nilai yang sangat dihargai dalam pernikahan Orthodox. Meyendorff menekankan bahwa dalam menghadapi tantangan, pasangan diharapkan untuk saling mendukung dan mempertahankan kesetiaan. Hal ini tidak hanya memperkuat ikatan mereka sebagai suami istri, tetapi juga sebagai rekan seiman dalam perjalanan spiritual mereka.
Pernikahan sebagai Jalan Kesucian
Di dalam Orthodox, pernikahan dipandang sebagai salah satu jalan menuju kesucian. Gereja mengajarkan bahwa melalui pernikahan, pasangan dapat saling membantu untuk tumbuh dalam kebajikan dan mencapai kesucian. Ini adalah perspektif yang sangat berbeda dari pandangan sekular yang seringkali melihat pernikahan sebagai lembaga sosial atau legal semata.
Kesimpulan
Pernikahan dalam tradisi Orthodox adalah perjalanan rohani yang kaya dan multidimensi. Dengan menggabungkan prinsip-prinsip teologis, praktik spiritual, dan komitmen mendalam terhadap pasangan, pernikahan Orthodox berdiri sebagai sebuah lembaga yang unik dan penuh makna. Komitmen dalam pernikahan Orthodox bukan hanya janji untuk bersama dalam suka dan duka, tetapi juga janji untuk saling melayani dan mendukung satu sama lain dalam perjalanan rohani. Ini bukan tentang menemukan pasangan yang sempurna, tetapi tentang bersama-sama bertumbuh menuju kesempurnaan di dalam Kristus. Pasangan diajak untuk saling mengasah, saling memperkuat, dan bersama-sama menghadapi tantangan hidup.
John Meyendorff, sebagaimana juga para Bapa Gereja, melalui tulisan-tulisan mereka, menekankan bahwa pernikahan dalam tradisi Orthodox adalah proses berkelanjutan. Ini bukanlah akhir perjalanan tetapi permulaan sebuah petualangan rohani yang tak berkesudahan, di mana setiap hari menjadi kesempatan untuk saling mendekatkan diri kepada Tuhan dan satu sama lain. Pernikahan menjadi wadah di mana dua orang dapat bersama-sama mencapai keutuhan spiritual, mengalami transformasi dan penyucian diri yang berkelanjutan.
“Pernikahan adalah tempat di mana kita belajar untuk mencintai bukan karena kita menginginkannya, tetapi karena kita memilih untuk melakukannya. Dan pilihan itu, keputusan untuk mencintai, adalah pengorbanan terbesar dari semua.” (+Js. Yohanes Krisostomos)
Referensi
- Marriage: An Orthodox Perspective, oleh Fr. John Meyendorff
- Js. Yohanes Krisostomus:
- “Homilies on Ephesians”
- “Homilies on First Corinthians”
Makassar, 8 Desember 2023
©2023GregoriusEL