Gambaran pakaian peperangan ini diambil dari pakaian peperangan prajurit Romawi pada abad pertama yang dalam ayat ini hanya satu saja senjata untuk menyerang yaitu pedang. Dan makna dari simbol pakaian peperangan ini dijelaskan:
- ikat pinggang (bahasa asli: osfun/osfyn) peperangan rohani adalah “kebenaran” (alhqeia/aleetheia). Ikat pinggang berfungsi untuk mengikat pakaian supaya tidak kedodoran dan tidak membuat kaki terbelit dan jatuh. Dengan demikian ikat pinggang berfungsi untuk mengamankan peperangan agar tidak terganggu dari dalam diri sendiri. Dan ikat pinggang dalam peperangan rohani ini adalah “kebenaran”. Yang dimaksud dengan kebenaran di sini adalah segala pernyataan atau Wahyu yang dinyatakan oleh Allah di dalam Yesus Kristus, jadi ini menunjuk kepada “akidah iman”. Supaya kita siap melakukan peperangan rohani maka pakaian hidup kita harus rapih, dan untuk merapihkan pakaian itu maka harus ada ikat pinggang, yang mengencangkan dan mengikat pakaian itu supaya tidak terbuka atau tidak melorot jatuh. Demikianlah kita siap berperang rohani kalau kita telah memperkokoh pakaian hidup kita ini dengan kebenaran Wahyu Allah, dengan kebenaran ajaran Injil. Kita harus tahu benar tanpa ragu-ragu dan dapat mempertahankan kebenaran tentang Allah yang memiliki Firman dan Roh yang kekal dalam diri-Nya, kita mengetahui benar mengenai Firman Allah yang diturunkan ke dunia menjadi manusia, kita harus tahu benar makna dari kedatangan firman menjadi manusia, mati disalibkan dan bangkit pada hari ketiga, kita harus tahu benar ajaran Kitab Suci dan isi Kitab Suci. Melalui kebenaran inilah maka kita memperkokoh pikiran dan batin kita, sehingga kita tahu benar tujuan peperangan yang kita lakukan ini, sebab akidah-akidah itu yang akan diserang kalau kita tidak kokoh dan rapih memahaminya, akibatnya yang timbul adalah keragu-raguan, pertanyaan-pertanyaan, kebimbangan-kebimbangan, sehingga akibatnya belum perang kita sudah digerogoti oleh kelemahan-kelemahan iman kita sendiri. Maka kita akan menjadi lemah untuk melakukan perjuangan apa pun, sehingga belum melakukan perang kita sudah mengatakan menyerah dan kalah lebih dulu. Itulah sebabnya pengkajian dan belajar yang mendalam dan tuntas serta pemahaman ajaran akidah iman yang jelas dan luas sebagai orang Kristen Orthodox itu sangat diperlukan. Sehingga Iman itu tak akan digoyahkan, diporak-porandakan, dijadikan kedodoran oleh roh-roh jahat itu, entah melalui pertanyaan orang atau pun yang muncul dari angan-angan sendiri. Oleh karena perlu pikiran itu diikat dengan ikat pinggang kebenaran ini secara kokoh. Inilah awal sebelum memulai peperangan rohani itu.
- baju zirah (bahasa asli: qvraka/ thyooraka), dalam peperangan rohani ini adalah “keadilan” (bahasa asli: dikaiosunh/ dikalosynee = keadil-benaran). “Baju zirah” adalah suatu baju yang terbuat dari besi yang dikenakan pada tubuh bagian atas yang melingkar menutupi dada dan punggung, sehingga tubuh tidak mudah tertembus senjata, terutama tombak dan panah. Sedangkan “dikaiosynee” adalah keberadaan orang beriman yang karena manunggal di dalam Kristus telah dinyatakan benar di hadapan Allah, dan sebagai akibatnya membuahkan gaya kehidupan yang sesuai dengan buah pembenaran tadi yaitu hidup sesuai ketetapan Allah dan hukum Allah. Kehidupan benar sesuai dengan hukum dan perintah Allah sebagai akibat pembenaran oleh iman inilah yang melindungi orang Kristen dari Iblis, sebab Iblis hanya mampu “bekerja di antara orang-orang durhaka” (Ef. 2:2), yaitu mereka yang “menaati penguasa kerajaan angkasa” . Dengan demikian ia lumpuh menghadapi mereka yang hidup bertentangan dengan mereka yang durhaka, karena taat kepada Allah dan hidup dalam “dikalosynee” (adil benar). Iblis tak memiliki alasan menuduh, berpijak, atau pun mengendalikan orang yang hidup dengan benar. Dengan kata lain “semua panah api dari si jahat” tidak mampu menembus benteng pertahanan mereka yang dilindungi oleh hidup secara benar sebagai baju zirah ini.
- kasut (bahasa asli: upodhmata/ hypodeemata) atau alas kaki yang berwujud sepatu atau sandal dalam peperangan rohani ini adalah “kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera” (bahasa asli: en etoimasia tou euaggeliiou ths eirhnhs/en etoimasia tou evanggellou tees eireenees = dalam kesiapan/kesiagaan dari Injil damai sejahtera). Maksud kata-kata ini adalah: a) Injil adalah pondasi yang kokoh yang di atasnya orang Kristen harus berpijak, tanpa harus menoleh kesana kemari kepada ajaran-ajaran yang lain. b) prajurit rohani Kristus harus siap keluar untuk membela dan menyebarkan Injil. Karena dengan Injil disebarkan pengaruh dan wilayah kesesatan Iblis makin dibatasi, dengan demikian akan menyebabkan kekalahan Iblis itu.
- perisai (bahasa asli: qureon/ thyreon) dalam peperangan rohani ini adalah “Iman” (pistis/ pistis). Perisai adalah alat penangkis dan penolak senjata yang diarahkan oleh lawan dalam peperangan. Iman di sini adalah ketergantungan dan keyakinan kokoh kepada Allah dan kuasa-Nya tanpa rasa ragu sedikit pun bahwa Ia mampu berbuat segala sesuatu, serta bahwa Ia mampu mengalahkan kuasa Iblis, karena memang Iblis telah dikalahkan melalui kematian dan kebangkitan dari Firman-Nya yang menjadi manusia (Ibr. 2:14; Kol. 2:15; 1 Yoh. 3:8), dan bahwa jikalau Iblis dilawan pasti Ia lari (Yak. 4:7). Keyakinan dan ketergantungan sedemikian kepada Allah mengenai keberadaan Iblis dan kuasa Allah ini, membuat kita berani dengan kokoh menghadapi serangan Iblis, dan keyakinan serta ketergantungan yang kokoh kepada Allah akan menangkis dan menolak senjata apa pun yang Iblis akan arahkan kepada kita. Bahkan bukan saja perisai iman itu mampu menangkis dan menolak panah si Iblis, malah “dengan perisai itu” dikatakan Kitab Suci sebagai “kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat”. Senjata Iblis tidak akan mempan jika diarahkan kepada mereka yang memiliki iman, dan senjata itu akan padam dengan sendirinya.
- ketopong (bahasa aslinya: perikefalaian/ perikefalian = sesuatu yang di sekitar kepala) semacam helm untuk melindungi kepala yang terbuat dari besi dalam peperangan rohani ini adalah “keselamatan” (bahasa asli: swthria/ sooteeria). Ini artinya bahwa kepala yaitu pikiran dan angan-angan orang beriman harus difokuskan kepada makna keselamatan sebagai sasaran dan arah semua perjuangan. Ia harus sepenuhnya menyadari dalam pikirannya bahwa semua kesulitan dalam melawan Iblis adalah semata-mata demi makin mengokohkan keselamatan yang ia telah terima. Dan ini semua dilakukan demi menaati perintah “tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar” (Flp. 2:12). Artinya secara gigih ia terus mengolah keselamatan itu sehingga Iblis tak mampu untuk merebut daripadanya. Maka dengan demikian dalam usaha ini ia tak akan mengenal lelah, pikirannya terus menerus diarahkan pada perjuangan untuk mempertahankan dan mengembang-tumbuhkan keselamatan yang ia telah terima. Jikalau pikiran dan angan-angan kita difokuskan pada sasaran keselamatan, maka pikiran kita terlindungi dari serangan-serangan angan-angan Iblis yang akan masuk ke dalamnya, maka fokus keselamatan ini menjadi ketopong yang melindungi kepala yaitu pikiran dan angan-angan kita.
- pedang (bahasa asli: macairan/ makhairan) dalam peperangan rohani ini adalah “firman Allah”. Yang dimaksud dengan “firman Allah” di sini adalah “pemberitaan” atau “kerygma” tentang wahyu ilahi yang berpusat pada Firman Allah yang menjadi manusia dengan segala karya-Nya bagi manusia, serta pemberitaan persiapan kedatangan-Nya yang tercantum dalam Perjanjian Lama. Terutama yang menyangkut kemenangan-Nya atas kematian, Iblis dan dosa. Karena melalui pemberitaan ini maka kekalahan Iblis telah ditelanjangi, dan Iblis dipermalukan, serta ketak-berdayaannya itu dinyatakan dengan nyata. Maka perlu sekali pengajaran yang mendalam dan kokoh akan kebenaran pemberitaan Sang Firman bagi semua orang, tetapi juga perlu penghayatan pribadi ketika harus menghadapi serangan-serangan Iblis secara khusus, kita serang balik dia dengan tusukan pedang kebenaran ajaran firman Allah. Apa pun yang disuguhkan Iblis dalam pikiran dan angan-angan, maka kita serang balik dengan ajaran yang melawan serangan Iblis. Itulah sebabnya kita harus betul-betul memahami ajaran firman Allah dan pemberitaan tentang Sang Firman, sehingga bukan saja kita hanya bertahan atas serangan Iblis, namun kita sekaligus melakukan serangan dengan sarana menyatakan kesesatan dan kekalahan Iblis akibat kematian dan kebangkitan Kristus.
Melalui Firman Allah keberadaan dan pekerjaan Iblis ditelanjangi, dan Iblis tak mampu menahan diri kalau dirinya ditelanjangi semacam ini, karena ia tak dapat bersembunyi dan tak mampu melakukan tipu muslihat apa pun jikalau rahasianya diketahui melalui pisau bedah firman Allah. Karena “firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dengan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibr 4:12).
Demikianlah Saudara-saudara, melalui peperangan rohani kita yang tanpa henti dengan semua perlengkapan senjata Allah kita merebut kembali wilayah kemanusiaan kita yang hendak dimusnahkan oleh Iblis, kita kembalikan fitrah kemanusiaan yang hendak dibungkukkan oleh Iblis untuk dapat berdiri tegak kembali. Kebinatangan yang hendak dipaksakan Iblis jikalau kita menaatinya itu kita runtuhkan dan serbu agar keberadaan tegak berdiri memandang ke atas yaitu keadaan “anthropos” yang diciptakan “menurut gambar dan rupa Allah” itu tegak kembali. Karena seseorang dapat dikatakan menjadi manusia yang sebenarnya kalau ia makin menyerupai Allah dalam sifat-sifatnya, sebab ia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Makin tidak seperti Allah, makin menjadi seperti binatang manusia itu, maka makin dia kehilangan harkat kemanusiaannya.
Marilah kita lawan Iblis segigih-gigihnya, ia tak berjasa apa pun terhadap kita, karena justru ia ingin memusnahkan kita. Marilah kita berjuang tanpa lelah melawan Iblis dan para malaikatnya ini. Amin!
.
.