Renungan Injil Matius 1:18-25; Galatia 4:4-7 dan Matius 2:1-12

Dalam adat perkawinan orang Israel dan orang-orang Semitik di Asia Barat, ada 2 tahapan perkawinan: pertunangan dan upacara perkawinan. Pertunangan sama kuatnya dengan ikatan perkawinan, hanya mereka belum boleh tinggal serumah dan belum boleh hidup sebagai suami istri walaupun dalam pertunangan ini mereka sudah bisa disebut sebagai “suami-istri”. Bila mereka melanggarnya, maka pasangan “suami-istri” ini dianggap berzina dan harus dihukum mati dirajam. Inilah yang menjadi alasan mengapa Yusuf bermaksud menceraikan Maria padahal hubungan mereka baru pada tahap pertunangan, belum sampai ke tahap perkawinan (Matius 1:18-19).

Yusuf adalah seorang yang gemar merenungkan Firman Tuhan dan mempercayai janji Tuhan dalam Taurat dan Kitab Para Nabi. Hal itu terlihat saat setelah malaikat Tuhan menjumpainya dalam mimpi, Yusuf langsung membatalkan niatnya menceraikan Maria. Kalimat yang diucapkan malaikat Tuhan, “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel”, tidak asing bagi Yusuf, tetapi sering dibaca dan didengarnya dari Kitab Yesaya. Kata “anak dara” (perawan) atau parthenos (Yunani) (Matius 1:23) juga digunakan dalam Yesaya 7:14 versi Septuaginta. Dalam versi Ibrani menggunakan kata almah, artinya seorang gadis yang sudah cukup umur untuk menikah tetapi masih perawan dan kata almah tidak pernah dipakai untuk gadis yang tidak perawan lagi. Dengan pemahaman inilah Yusuf tidak ragu-ragu lagi untuk mengambil Maria sebagai istrinya.

Dalam Matius 2:1-12, para Majus dari Timur datang dan sujud menyembah Bayi Yesus dengan membawa persembahan emas, kemenyan dan mur, ini melambangkan martabat dan kedudukan Yesus, sebagai:

  • Raja (bdk. Yesaya 60:6), berikan kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar (Matius 22:21);
  • Allah, asap kemenyan merupakan penghormatan kepada Allah, juga melambangkan kedudukan Yesus sebagai Imam karena imamlah yang bertugas membakar kemenyan sebagai ukupan di Bait Allah (bdk. Imamat 2:2; Lukas 1:9);
  • Manusia yang harus mati, karena mur digunakan untuk membalur jasad orang mati.

Para Majus ketika menghadap Herodes, mereka tidak menyembahnya, namun kepada Bayi Yesus, mereka mempersembahkan diri dengan sujud menyembahNya.

Renungan: Untuk meresponi kelahiran Sang Kristus, mari kita meneladani para Majus dengan mempersembahkan diri kepada Kristus, Allah Sesembahan kita, sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah (Roma 12:1).

Sumber: Embun Surgawi edisi Januari 2020

Related Posts