,

Terang Hari Ini : Senin 25/11 Maret 2025


Bacaan: Kejadian 8:21–9:7
“Lalu TUHAN mencium persembahan yang harum itu, dan berfirman dalam hati-Nya: ‘Aku takkan lagi mengutuk tanah ini oleh karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah kejahatan sejak kecilnya; dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan.’” (Kejadian 8:21)

JANJI ALLAH & PANGGILAN UNTUK MENGHORMATI KEHIDUPAN

Setelah air bah berakhir, Nuh keluar dari bahtera dan segera membangun mezbah bagi Tuhan untuk mempersembahkan korban syukur. Persembahan itu diterima Allah sebagai bau harum, dan dari sanalah Tuhan menetapkan janji-Nya: Ia tidak akan lagi mengutuk bumi dengan air bah. Janji ini adalah pernyataan kasih dan kesabaran Allah terhadap umat manusia, meskipun hati manusia cenderung kepada kejahatan sejak kecilnya.

Janasuci Yohanes Krisostomos mengomentari bagian ini dengan berkata:
“Perhatikan bagaimana Allah, yang penuh belas kasihan, memberikan janji kepada manusia setelah air bah, bukan karena manusia telah berubah, tetapi karena kemurahan-Nya yang tak terbatas. Ia mengajar kita bahwa belas kasihan-Nya lebih besar daripada dosa-dosa kita, dan bahwa Ia menginginkan pertobatan, bukan kebinasaan.” (Homilies on Genesis, XIX)

Dalam kehidupan modern, kita sering melihat berbagai bencana, baik alam maupun buatan manusia, yang seakan-akan mengingatkan kita pada air bah. Perang, krisis lingkungan, kejahatan sosial, dan degradasi moral menunjukkan bahwa hati manusia masih cenderung kepada dosa. Namun, seperti dalam zaman Nuh, Tuhan tetap sabar dan memberikan kesempatan bagi kita untuk bertobat.

Allah juga menegaskan kembali panggilan manusia: “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi.” (Kejadian 9:1). Perintah ini bukan sekadar tentang populasi, tetapi juga tentang membangun kehidupan yang mencerminkan kehendak Tuhan—hidup dalam kasih, keadilan, dan kebenaran.
Tuhan juga menetapkan batasan: manusia tidak boleh menumpahkan darah sesamanya karena manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kejadian 9:6). Js. Basilius Agung menulis:
“Manusia adalah makhluk yang dipanggil untuk mencerminkan gambar Tuhan. Oleh karena itu, setiap tindakan yang melanggar hidup manusia adalah serangan terhadap gambar Ilahi itu sendiri.” (Hexaemeron, Homili IX)
Di era sekarang, penghormatan terhadap kehidupan menjadi isu krusial. Banyak budaya modern yang mulai kehilangan rasa hormat terhadap kehidupan manusia—baik melalui aborsi, euthanasia, kekerasan, perdagangan manusia, hingga ketidakpedulian sosial. Sikap egois yang mengutamakan kepentingan pribadi sering kali mengabaikan nilai kehidupan sesama.
Sebagai orang Kristen Orthodox, kita dipanggil untuk menjaga kehidupan, baik secara fisik maupun spiritual. Menjaga kehidupan tidak hanya berarti menghindari pembunuhan, tetapi juga menghormati martabat sesama dalam segala aspek. Kita bisa menerapkannya dalam bentuk: Kepedulian sosial – membantu mereka yang tertindas, miskin, dan menderita; perlindungan terhadap kehidupan – menolak segala bentuk kekerasan dan ketidakadilan; dan menjadi terang di tengah dunia – hidup dalam kasih dan kebenaran, membawa harapan bagi yang putus asa.
Seperti Nuh yang mempersembahkan korban syukur, kita pun dipanggil untuk selalu bersyukur dalam segala hal. Namun, mezbah syukur kita tidak harus berupa persembahan hewan, melainkan tindakan nyata misalnya: Doa yang tulus kepada Tuhan sebagai wujud syukur atas kasih-Nya, menggunakan talenta kita untuk melayani sesama, sebagai bentuk korban rohani, menjalani hidup dengan iman dan ketaatan, meskipun dunia di sekitar kita penuh dengan kejahatan.
Hari ini, marilah kita merenungkan:
Apakah kita menghormati kehidupan yang Tuhan anugerahkan, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat?
Apakah kita telah mempersembahkan “korban syukur” dalam hidup kita—baik melalui doa, perbuatan baik, atau kasih kepada sesama?
Apakah kita menjaga diri dari sikap atau tindakan yang melukai martabat manusia lain?
Kiranya janji Allah kepada Nuh mengingatkan kita akan kesabaran dan kasih-Nya yang terus memelihara kita. Semoga kita hidup sebagai umat yang menghormati kehidupan, berpegang pada janji Tuhan, serta selalu bersyukur dalam segala hal. (PaterGreg)

Related Posts