Selamat datang di website gereja orthodox indonesia   Click to listen highlighted text! Selamat datang di website gereja orthodox indonesia
,

Ibrani 3 Dalam Sorotan Orthodox: Menelusuri Jejak Iman dan Ketaatan Lewat Pandangan Bapa Gereja

(Ilustrasi yang menampilkan Orthodox Study Bible terbuka dengan ayat-ayat terpilih dari Ibrani 3:1-19, dikelilingi oleh gambaran para Bapa Gereja. Latar belakang gereja Orthodox, menggambarkan eksplorasi kedalaman iman melalui kebijaksanaan kuno dalam konteks modern)

.

Catatan kaki dari bacaan Ibrani 3:1-19 pada Orthodox Study Bible adalah sebagai berikut:

3:1 Christians are holy brethren; to be in Christ is a heavenly calling, one that separates those in Christ from those who have not heeded His call. As Apostle and High Priest, Christ is both God’s representative to man and man’s mediator before God. In Him the offices of prophet and priest — of Moses and Aaron — are combined.

3:3-6 The glory of the building goes to the architect rather than to the structure itself. Thus, Moses (v. 5) glorifies Christ, and the Church is consecrated to the glory of God, whose house we are (v. 6).

3:7-11 This reference is to the rebellion of those who left Egypt during the Exodus. Due to their unbelief, the whole generation (v. 10) was forbidden to enter into Canaan, the promised land, and thus could not enter God’s rest (v. 11). Rest (Gr. sabbatismos) literally means a Sabbath rest or Sabbath observance. There are three types of God’s rest known to the Jews: (1) the Sabbath rest, the day on which God rested from His works (Gn 2:2, 3); (2) the rest from Egyptian bondage, which the Israelites coming out of Egypt experienced in Canaan; (3) the rest in the kingdom, the ultimate Sabbath rest in heaven established by Messiah. Hebrews uses this OT quote (Ps 94:7–11) concerning Canaan to refer to the rest in the Kingdom of heaven. Significantly, we experience this rest now as we ascend to God in worship (4:4–11).

3:12 Those in Christ are not immune to turning away from God. There is a temporary attractiveness in sin, which leads to a hardened heart and ultimately apostasy. We must take constant daily care not to be deceived and thus fall away (see Mk 4:5, 6, 16, 17).

3:14 Union with Christ belongs to those who persevere in their faith to the end, not to those who stop with a one-time profession of faith.

3:16-19 The five questions in this text demonstrate the consequences of Israel’s disobedience and her failure to believe God in the wilderness. Once again, faith (v. 19) and works (v. 18) are distinguished but not separated. As the fundamental component of entering God’s rest (v. 18) is faith, so the primary cause of failing to enter (v. 19) is unbelief.

.

IBRANI 3:1 “SAUDARA-SAUDARA YANG KUDUS”

Identitas sebagai “Saudara-saudara yang Kudus”
Kalimat “saudara-saudara yang kudus” bukan sekadar gelar, tetapi sebuah pengakuan atas transformasi yang terjadi ketika seseorang menyatu dengan Kristus. Menjadi “kudus” dalam pemahaman Orthodox bukan hanya soal moralitas, tetapi juga tentang partisipasi dalam kehidupan yang telah dikuduskan oleh Kristus sendiri. Orang-orang yang dianggap “kudus” adalah mereka yang telah menjadi bagian dari ‘tubuh Kristus’, yang secara kolektif mendengarkan dan menanggapi panggilan surgawi.

Panggilan Surgawi
Panggilan surgawi ini bukanlah sekadar undangan untuk mempercayai, tetapi juga untuk memasuki hubungan yang transformatif dengan Allah melalui Kristus. Dalam teologi Orthodox, ini dikenal sebagai proses theosis, yaitu proses menjadi serupa dengan Allah dalam kekudusan dan kemuliaan melalui penyatuan dengan Kristus.

Peran Kristus sebagai Rasul dan Imam Agung
Kristus disebut sebagai Rasul karena Dia adalah utusan Allah, yang diutus untuk menyampaikan Injil keselamatan. Sebagai Imam Agung, Kristus melakukan perantaraan bagi manusia, menawarkan diri-Nya sebagai korban penebusan untuk dosa-dosa umat manusia. Dalam tradisi Orthodox, Kristus dihormati tidak hanya karena peran-Nya sebagai guru dan penyembuh, tetapi juga karena menjadi korban yang sempurna yang menghubungkan umat manusia dengan Allah.

Penggabungan Jabatan Nabi dan Imam
Dalam diri Kristus, dua peran besar dalam tradisi Yahudi — nabi dan imam — digabungkan. Sebagai Nabi, Kristus mengajarkan kehendak Allah dan, sebagai Imam, Dia mewujudkan kehendak itu dalam tindakan-Nya sendiri, terutama melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Dalam tradisi Orthodox, Kristus sebagai ‘Nabi’ tidak hanya menyampaikan kata-kata Allah tetapi juga menunjukkan melalui hidup-Nya sendiri bagaimana kita harus hidup di hadapan Allah.

Ibrani 3:1 menyeru kita untuk melihat lebih dalam bagaimana kita sebagai orang Kristen dipanggil untuk hidup dalam kesucian dan ketaatan yang sejati kepada Allah. Ini adalah undangan untuk merenungkan peran kita sebagai bagian dari Gereja, yang dipanggil untuk tidak hanya mendengarkan kata-kata Kristus tetapi juga mengikuti teladan-Nya sebagai Rasul dan Imam Agung. Dengan demikian, kita menjadi saksi hidup dari kerajaan Allah yang ada di antara kita dan melalui kita.

IBRANI 3:3-6 “KEMULIAAN ARSITEK DAN BANGUNAN”

Memuliakan Sang Arsitek, Bukan Sekadar Bangunan
Dalam arsitektur rohani, Gereja bukan hanya sekumpulan batu dan mortar, melainkan sebuah karya yang hidup, bernapas, dan terus berkembang. Ayat ini mengajarkan kita bahwa kemuliaan sejati milik Sang Arsitek, yaitu Kristus, bukan pada bangunan itu sendiri. Ini menekankan pentingnya mengakui dan memuliakan Tuhan atas semua karya-Nya, termasuk karya dalam jiwa manusia dan komunitas iman. Musa, sebagai figur sentral dalam iman Yahudi, di sini dilihat sebagai saksi yang memproklamirkan kemuliaan Kristus, bukan dirinya sendiri atau hukum Taurat yang ia serahkan.

Gereja Sebagai Rumah yang Dikuduskan
Dalam tradisi Orthodox, Gereja dianggap sebagai ‘rumah Allah’, suatu tempat di mana umat beriman berkumpul, bukan hanya secara fisik, tetapi juga dalam persatuan spiritual dengan Kristus. Gereja, oleh karena itu, lebih dari sekadar struktur fisik; ia adalah komunitas yang hidup dari orang-orang yang telah diubah oleh kasih karunia Tuhan dan yang kini membangun hidup mereka bersama sebagai suatu ‘bangunan spiritual’.

Tubuh Kristus: Komunitas Iman
Gereja sebagai ‘tubuh Kristus’ adalah sebuah konsep yang amat penting dalam teologi Orthodox. Setiap anggota dari Gereja adalah bagian dari tubuh ini, di mana Kristus sendiri adalah kepala. Setiap anggota memiliki peran yang unik dan penting, dan semua bersama-sama bekerja untuk kemuliaan Allah. Dalam setiap liturgi, misteri ini dirayakan dan dihidupkan kembali, mengingatkan kita pada hubungan yang mendalam antara Kristus, Gereja, dan setiap umat beriman.

Melalui ayat-ayat ini, kita diingatkan bahwa dalam setiap aspek kehidupan Gereja —dari liturgi hingga pelayanan sosial, dari doa pribadi hingga kehidupan komunitas —tujuan utamanya adalah untuk memuliakan Allah. Kita semua diajak untuk menjadi pekerja dalam pembangunan spiritual ini, bukan hanya sebagai pengamat pasif, tetapi sebagai partisipan aktif dalam karya keselamatan yang abadi yang diarahkan dan diinspirasi oleh Kristus sendiri, Sang Arsitek Agung.

IBRANI 3:7-11 “PERINGATAN TERHADAP PEMBERONTAKAN”

Pemberontakan Sebagai Cermin Ketidakpercayaan
Pemberontakan orang Israel yang dijelaskan dalam Ibrani 3:7-11 bukan hanya sebuah episode sejarah, melainkan sebuah simbol dari pemberontakan spiritual manusia terhadap Tuhan. Ketidakpercayaan mereka terhadap janji Allah untuk membawa mereka ke tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan, merupakan akar dari pemberontakan tersebut. Dalam teologi Orthodox, ini adalah gambaran dari bagaimana ketidakpercayaan dan ketidaktaatan dapat menghalangi kita dari memasuki ‘istirahat’ yang telah disediakan Allah bagi kita.

Sabbatismos: Istirahat yang Lebih Dalam
Kata Yunani ‘sabbatismos’ merujuk pada istirahat Sabat, tetapi dalam konteks ini, istirahat tersebut memiliki makna yang lebih dalam. Ini bukan hanya perhentian dari pekerjaan, tetapi juga pengalaman akan kehadiran Allah yang mendalam dan berkelanjutan. Ada tiga tingkatan ‘istirahat’ yang dijelaskan dalam teologi Yahudi, yang semuanya mendapatkan pemenuhan dan pengertian yang lebih penuh dalam Kristus:

1. Istirahat pada hari Sabat, yang merupakan penghormatan terhadap penciptaan dan perhentian Allah dari pekerjaan-Nya.
2. Istirahat dari perbudakan Mesir, yang menggambarkan pembebasan dari dosa dan kematian.
3. Istirahat dalam kerajaan surga, yang merupakan pemenuhan akhir dan paling sempurna dari semua istirahat, yaitu kehidupan abadi dalam kehadiran Allah.

Pengalaman Istirahat Saat Ini
Surat Ibrani mengajak kita untuk memahami bahwa, melalui Kristus, kita dapat mengalami istirahat ini sekarang, di tengah-tengah kehidupan kita. Setiap kali kita berkumpul untuk beribadah, kita naik kepada Allah dan memasuki ruang ‘istirahat’ ini, yang sekarang juga menjadi dimensi dari kehidupan kita sehari-hari sebagai orang percaya.

Pelajaran dari Masa Lalu
Kisah pemberontakan ini menjadi peringatan bagi kita agar tidak jatuh ke dalam pola yang sama dari ketidakpercayaan dan ketidaktaatan. Dalam kehidupan keimanan Orthodox, kita diajak untuk terus menerus mengingat dan memperbarui komitmen kita kepada Tuhan, agar kita tidak kehilangan ‘istirahat’ yang telah Dia janjikan.

Ibrani 3:7-11 mengajarkan kita tentang pentingnya iman dan ketaatan dalam hubungan kita dengan Allah. Dalam teologi Orthodox, kita diajak untuk memandang istirahat tidak hanya sebagai konsep teologis, tetapi sebagai kenyataan yang dapat kita alami sekarang melalui Kristus. Ini adalah undangan untuk masuk ke dalam pengalaman ibadah yang transformasional dan untuk mengantisipasi istirahat abadi yang kita miliki dalam Kerajaan surga.

IBRANI 3:12 “PENGARUH DOSA”
Dalam merenungkan Ibrani 3:12, kita diajak untuk menyadari realitas spiritual bahwa seorang Kristen, meskipun telah dibaptis dalam nama Kristus dan menjadi bagian dari Gereja, tetap menghadapi pertarungan melawan dosa. Ajaran Orthodox mengakui bahwa godaan adalah bagian dari kehidupan manusia dan mengajarkan bahwa kekudusan adalah proses yang berkelanjutan, bukan status yang sekali dicapai lalu berakhir.

Kewaspadaan Sehari-hari
Ibrani 3:12 secara eksplisit memperingatkan tentang bahaya dosa yang bisa mengalihkan kita dari iman. Kehidupan rohani menurut teologi Orthodox bukanlah suatu perjalanan yang tanpa hambatan, melainkan sebuah proses dinamis di mana kita harus terus-menerus berjaga-jaga dan berusaha untuk bertumbuh dalam kebajikan. Kita diingatkan untuk tidak lengah, karena dosa memiliki kekuatan untuk mengeras hati kita, menjauhkan kita dari kepekaan terhadap kehendak Allah.

Daya Tarik Dosa
Daya tarik dosa seringkali terlihat dalam janji-janji kesenangan sementara atau kepuasan diri yang segera. Namun, ajaran Orthodox menekankan bahwa kepuasan sesaat ini pada akhirnya adalah ilusi yang dapat memperkeras hati dan pikiran kita terhadap kasih Allah dan kebenaran-Nya. Oleh karena itu, setiap orang percaya harus menavigasi kehidupan ini dengan pengertian yang mendalam bahwa setiap tindakan, pikiran, dan keinginan memiliki potensi untuk membawa kita lebih dekat atau menjauhkan kita dari Allah.

Pencegahan Terhadap Apostasi
Kemurtadan, atau penolakan penuh terhadap iman dan kehidupan dalam Kristus, adalah akhir dari jalan yang dimulai dengan pengerasan hati. Dalam pandangan Orthodox, hati yang keras adalah hati yang tidak dapat lagi merasakan kehadiran Allah atau merespons kasih-Nya. Oleh karena itu, kehidupan doa, partisipasi dalam Sakramen-sakramen, dan kehidupan jemaat adalah esensial dalam menjaga hati tetap lunak dan terbuka bagi tindakan karunia Allah.

Jalan Menuju Pertumbuhan Rohani
Orthodoxy menawarkan jalan menuju pertumbuhan rohani melalui praktik doa, puasa, pertobatan, dan amal kasih. Melalui praktik-praktik ini, kita dibentuk untuk menjadi lebih peka terhadap kehadiran Allah dalam hidup dan terhadap panggilan untuk hidup dalam kekudusan.

Ibrani 3:12 bukan sekadar peringatan, melainkan juga undangan untuk berpartisipasi lebih, ke dalam kehidupan yang diberikan Kristus kepada kita. Dalam teologi Orthodox, kita didorong untuk merespons dengan hati yang rendah hati dan terbuka, selalu mencari belas kasih dan bimbingan Allah agar kita dapat bertahan dalam iman dan tidak tergelincir ke dalam penipuan dosa.

IBRANI 3:14 “PERSATUAN DENGAN KRISTUS”

Persatuan yang Berproses dan Berkelanjutan
Dalam pandangan Orthodox, persatuan dengan Kristus dimulai pada saat baptisan dan terus berkembang melalui Sakramen-sakramen, kehidupan doa, dan perjuangan melawan dosa. Persatuan ini bukanlah sebuah peristiwa statis; melainkan sebuah perjalanan dinamis yang membutuhkan partisipasi aktif dari seorang Kristen dalam seluruh aspek kehidupannya.

Persatuan yang Membawa Transformasi
Persatuan dengan Kristus mengandaikan sebuah transformasi yang terus menerus dalam diri seorang percaya. Ini bukan hanya perubahan eksternal, tetapi juga perubahan hati dan pikiran yang mendalam. Persatuan ini menuntut pertobatan yang berkelanjutan, yang dalam bahasa Yunani disebut metanoia, yaitu perubahan pikiran yang menyeluruh.

Persatuan yang Mencakup Seluruh Kehidupan
Persatuan dengan Kristus tidak terbatas pada saat-saat ibadah saja, tetapi meluas ke setiap aspek kehidupan seorang percaya. Dari interaksi sehari-hari dengan orang lain hingga keputusan-keputusan pribadi yang kita buat, setiap tindakan harus mencerminkan hubungan kita dengan Kristus dan kesetiaan kita kepada-Nya.

Persatuan yang Memerlukan Ketekunan
Ibrani 3:14 mengingatkan kita bahwa persatuan dengan Kristus memerlukan ketekunan dan kesetiaan hingga akhir. Ini bukanlah jalan yang mudah dan seringkali membutuhkan pengorbanan serta penyangkalan diri. Namun, dalam tradisi Orthodox, justru melalui pengorbanan dan penyangkalan diri inilah kita menemukan kehidupan yang sejati dalam Kristus.

Persatuan yang Menjadi Saksi
Seorang Kristen Orthodox dipanggil untuk menjadi saksi hidup dari kasih Kristus di dunia ini. Persatuan dengan Kristus berarti menjadi terang di tempat-tempat yang gelap, menjadi sumber penghiburan bagi yang menderita, dan menjadi alat kedamaian di tengah-tengah konflik.

Ibrani 3:14 bukan hanya sebuah ayat, melainkan sebuah ajakan untuk merenungkan kembali apa arti persatuan dengan Kristus dalam kehidupan kita. Dalam tradisi Orthodox, kita diingatkan bahwa persatuan ini adalah undangan untuk terlibat dalam hubungan yang mendalam dengan Allah yang tidak pernah berakhir, yang membutuhkan kesetiaan dan ketekunan dari kita.

IBRANI 3:16-19 “KONSEKUENSI KETIDAKPERCAYAAN”

Konsekuensi Ketidaktaatan
Dalam tradisi Orthodox, kisah Israel di padang gurun dilihat sebagai simbol dari perjalanan rohani setiap orang percaya. Ayat-ayat ini mengingatkan kita bahwa ketidaktaatan dan ketidakpercayaan memiliki konsekuensi yang serius. Israel, meskipun telah menyaksikan tanda-tanda dan mukjizat Allah, gagal untuk mempercayai dan mematuhi-Nya sepenuhnya. Hal ini menggambarkan bagaimana ketidakpercayaan dapat menghalangi kita dari memasuki pengalaman penuh atas hubungan kita dengan Allah.

Iman dan Perbuatan: Dua Sisi Mata Uang yang Sama
Dalam pemikiran Orthodox, iman dan perbuatan adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Iman tanpa perbuatan dianggap mati, sebagaimana perbuatan tanpa iman tidak memiliki dasar yang kokoh. Iman yang sejati menghasilkan perbuatan yang baik, dan perbuatan yang baik adalah bukti dari iman yang hidup.

‘Istirahat Allah’ dan Pentingnya Iman
Konsep ‘istirahat Allah’ dalam teks ini adalah gambaran dari kehidupan abadi dalam kerajaan Allah. Untuk memasuki istirahat ini, iman adalah komponen fundamental. Iman ini tidak hanya sekadar percaya pada eksistensi Allah, tetapi juga percaya dan mengandalkan-Nya sepenuhnya, mematuhi perintah-Nya, dan menyerahkan diri pada kasih dan kehendak-Nya.

Ketidakpercayaan Sebagai Penghalang
Ibrani 3:16-19 secara jelas menunjukkan bahwa ketidakpercayaan adalah hambatan utama untuk memasuki ‘istirahat’ yang Allah janjikan. Ketidakpercayaan ini seringkali berasal dari hati yang keras dan tidak mau membuka diri untuk menerima kebenaran Allah yang penuh kasih. Dalam praktik kehidupan Orthodox, pertobatan dan doa yang tekun diajarkan sebagai cara untuk menjaga hati tetap lembut dan terbuka bagi Allah.

Ibrani 3:16-19 mengajarkan kita pentingnya iman yang aktif dan taat dalam perjalanan rohani kita. Dalam tradisi Orthodox, ini adalah sebuah panggilan untuk terus menerus membangun dan memperdalam hubungan kita dengan Allah melalui iman dan perbuatan kita.

Komentar Js. Yohanes Krisostomos tentang Ketaatan dan Iman

Js. Yohanes Krisostomos, dikenal karena kefasihannya dalam berbicara dan kedalaman analisisnya dalam homili, seringkali menekankan pentingnya ketaatan dan iman. Komentarnya yang terkenal dapat ditemukan dalam kumpulan homili yang telah ditulisnya, yang banyak di antaranya membahas Surat-surat Paulus, termasuk Surat kepada Orang Ibrani. Dalam homili-homilinya, Js. Yohanes Krisostomos menggali bagaimana iman yang sejati harus diwujudkan dalam tindakan ketaatan yang nyata.

Tafsiran Js. Athanasius tentang Kristus sebagai Mediator

Js. Athanasius, terkenal akan pembelaannya terhadap Orthodoxy dalam menghadapi Arianisme, memberikan tafsiran mendalam tentang peran Kristus sebagai mediator antara Allah dan manusia. Dalam karyanya seperti “On the Incarnation” (Tentang Inkarnasi), dia membahas bagaimana Kristus, melalui inkarnasi, kematian, dan kebangkitan-Nya, menjadi jembatan bagi umat manusia untuk bersatu dengan Allah. Karya ini memberikan wawasan teologis yang berharga terkait dengan tema persatuan dengan Kristus, sebagaimana dibahas dalam Ibrani 3:14.

Pemikiran Js. Basilius Agung tentang Istirahat Rohani dan Perlawanan Terhadap Dosa

Js. Basilius Agung, salah satu dari tiga “Cappadocian Fathers”, memberikan sumbangan penting dalam pemikiran Kristen mengenai kehidupan rohani. Dalam karya-karyanya seperti “The Longer Rules” dan “The Shorter Rules,” dia membahas tentang kehidupan monastik dan praktik rohani. Dalam karya-karyanya ini, Js. Basilius menekankan pentingnya istirahat rohani, yang melibatkan penolakan terhadap dosa dan pencarian akan kekudusan dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh : Irene W.W (18 Desember 2023)

Related Posts
Click to listen highlighted text!