Kisah Anak Yang Hilang (Menghilangkan Diri)

Lukas 15:11-32

Adalah sebuah pemahaman umum bahwa kisah Anak yang hilang (atau menghilangkan diri) adalah gambaran orang berdosa, dan bapa ini adalah adalah gambaran Allah yang penuh kasih, dan Allah selalu menantikan orang berdosa kembali kepada Dia.

Namun, sekarang mari kita coba melihat dari sudut pandang yang berbeda :

Si Anak ini yang meminta warisan kepada orang tua sebelum orang tuanya meninggal itu adalah sama seperti “meludahi wajah ayah atau ibunya” atau “penghinaan kepada orang tua” atau “pemberontakan dan sikap durhaka kepada orang tua.”

Perilaku ini bukan perilaku yang tidak disengaja. Tetapi ini adalah sebuah kesengajaan. Dan dalam Torah ini bukan hanya dipandang sebagai kelalaian atau kekhilafan anak, tetapi kejahatan serius yang dapat dijatuhi hukuman rajam sesuai Ulangan 21:18-21.

Anak yang hilang ini adalah anak yang durhaka pada orang tuanya. Jadi sesuai Torah, anak ini harus dibawa ke pengadilan sipil Yahudi dan dihukum rajam sebagai bentuk kejahatan kepada orang tuanya.

Anak ini adalah simbol manusia yang tidak tahu diri dan sengaja mengingkari kekuasaan Allah sebagai Bapa dan Pemilik atas hidupnya. Dan dengan pengingkaran ini, justru ia menjatuhkan dirinya pada kejahatan dan dosa.

Pengingkaran ini sangat berdampak panjang. Seakan-akan hanya mengingkari kekuasaan Allah, tetapi di sisi lain dia mengingkari hidup Allah, kesucian Allah, kemaha-kuasaan Allah dan segala atribut yang Allah miliki dan diberikan dalam dirinya sebagai anak.

Penyangkalan ini membuat dia harus terasing dan jauh dari Allah. Dengan demikian hidupnya bukan lagi hidup di dalam Allah tetapi hidup di dalam dosa, yang ditunjukkan dengan ia hidup di tengah-tengah babi, yang adalah binatang najis sesuai Torah.

Ia menjadi penjaga babi dan hidup dengan makanan babi bukan karena keinginannya, tetapi mau tidak mau. Jadi, orang yang berada di luar Allah, mau tidak mau, suka tidak suka pasti akan hidup di dalam kenajisan dan kekotoran, layaknya babi, dan makanan yang ia makan adalah makanan babi yang kotor dan mungkin saja mengandung cacing pita dan parasit.

Sebaliknya orang yang hidup di dalam Allah akan makan makanan yang baik, karena makanan ini berasal dari Allah, yaitu hidup Allah sendiri.

Akhirnya, sebagai penutup, marilah kita memeriksa hidup kita, apakah kita telah sengaja mengingkari dan menyangkal Allah di dalam hidup kita?

“Kemuliaan bagi Allah di tempat tinggi damai, di atas bumi dan perkenan bagi manusia. Amin.”

Related Posts