(oleh Arkhimandrit Rm. Daniel B.D. Byantoro)
c) Kristus Yesus sebagai “Tuhan” Dalam kaitannya dengan kebangkitan dan pengangkatanNya dalam kemuliaan di sorga sebagai “Kristus Kosmik”/“The Cosmic Christ” adalah perlu kita memahami penegasan Perjanjian Baru bahwa Kristus adalah “Tuhan”, yang juga dinyatakan oleh Pengakuan Iman Nikea dalam butirnya yang kedua yang berisi pengakuan yang berbunyi: ”Dan kepada Satu Tuhan Yesus Kristus…”. Banyak orang salah mengerti akan makna gelar ini, karena mereka langsung menganggap bahwa arti gelar Tuhan bagi Yesus itu artinya langsung berarti Allah. Padahal menurut Perjanjian Baru sebutan Allah itu dikenakan kepada Sang Bapa dan Tuhan itu kepada Yesus Kristus. Jadi sebutan “Allah” (“Theos”) bagi Sang Bapa, itu dibedakan penggunaanya dengan sebutan “Kyrios” (“Tuhan”) bagi Yesus Kristus dalam Kitab Suci. Sehingga “Tuhan Yesus” maknanya bukan “Allah Yesus” namun “Sang Penguasa Yesus”. Hal ini dibuktikan dalam penggunaannya dalam ayat-ayat berikut ini :”…Yesus adalah Tuhan….Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati…” (Roma 10:9-10), “ Allah, yang membangkitkan Tuhan….” (I Kor.6:14) “…satu Allah saja, yaitu Bapa,…..satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus…” (I Kor.8:6), dan masih banyak yang lain lagi. Jadi kata “Tuhan” (Kyrios) disini tak langsung menunjuk kepada makna “Allah” (“Theos”). Itulah sebabnya ayat-ayat diatas jelas membedakan “Allah” yaitu “Bapa” dengan “Tuhan” yaitu Yesus Kristus, yang dibangkitkan oleh “Allah” atau “Bapa” ini. Kata “Tuhan”(“Kyrios”) yang digunakan kepada Yesus dalam Perjanjian Baru itu mempunyai 3 latar-belakang: 1. Kata ini menterjemahkan kata “YHWH” (sering dibaca Yehuwah atau Yahweh) sebagai Nama Allah sendiri dalam Alkitab Ibrani. Orang Yahudi menganggap kata ini sangat suci sekali sehingga takut untuk mengucapkannya, sebagai gantinya setiap ada kata “YHWH” ini mereka baca dengan bunyi “Adonay” (“Tuhanku”). Pada waktu Akitab Ibrani diterjemahkan oleh ummat Yahudi ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta), maka setiap kali ada kata “YHWH” bunyi bacaannya “Adonay” (Yunaninya: Kyrios) itulah yang ditulis dalam terjemahan. Maka “Kyrios” bermakna Nama Allah sendiri. Dan dengan mengikuti tradisi ini maka terjemahan Perjanjian Lama bahasa Indonesia selalu menulis “TUHAN” ( dengan huruf besar semua untuk terjemahan bahasa Ibrani YHWH tadi) 2. Kata Kyrios dalam makna harafiahnya menunjuk kepada sebutan penghormatan, kepenguasaan atau kepada sesuatu yang dipertuan. Pada saat Yesus hidup diatas dunia ini kata “Kyrios” yang digunakan orang-orang sezamanNya untuk menyapa Dia itu seyogyanya dimengerti sebagai sebutan penghormatan saja: ”Tuan, Pak, Mister, Sir”, dan memanglah demikian maknanya. 3. Namun ketika Yesus telah dimuliakan, sebutan “Kyrios” (“Tuhan”) untuk Yesus ini mempunyai makna sebagai “Penguasa” atau “Yang Dipertuan” yaitu “Sang Junjungan Agung Yang Maha Kuasa”. Karena sebutan Tuhan bagi Yesus Kristus itu terkait dengan pengangkatan Kristus ke sorga dalam kemuliaan sebagai akibat kebangkitanNya, maka makna itu terkait dengan makna ke 3. Kitab Suci mengatakan demikian:”….Allah sangat meninggikan Dia (yaitu: melalui pengangkatanNya dalam kemuliaan di sorga sebagai akibat kebangkitanNya) dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama (yaitu nama gelar sebagai “Tuhan” atau “Sang Penguasa Mutlak”) , supaya dalam nama Yesus (dalam keberadaanNya sebagai Sang Penguasa Mutlak atau “Tuhan” itu) bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa” (Filipi 2:9-11). Bahwa Sang Kristus dikaruniakan “kuasa mutlak” oleh Allah (Bapa) atas “segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi” dikatakan sendiri oleh Sang Kristus demikian: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.” (Matius 28:18). Menurut ayat ini kepada Sang Kristus telah “diberikan…” berarti ada yang “memberikan”, dan yang memberikan kepada Sang Kristus ini pastilah Allah (Bapa) sebagaimana yang telah kita lihat diatas. Sedangkan yang diberikan kepada Kristus oleh Allah (Bapa) ini adalah “segala kuasa” dengan kata lain “nama di atas segala nama”. Artinya Kristus diangkat dalam kemuliaan oleh Allah sebagai “Penguasa Mutlak” atas “sorga dan bumi” yaitu atas “seluruh kosmos” dan atas segenap ciptaan yang kelihatan maupun yang tak kelihatan, yaitu atas “segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi”. Dan kebenaran akan pelimpahan segala kuasa oleh Allah (Bapa) kepada Kristus itu dinyatakan lagi dalam beberapa ayat Kitab Suci yang demikian: ”Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku..” (Matius 11:27), “Bapa … telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak” (Yohanes 5:22), “…Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada” (Ibrani 1:2), dan lain-lain. Sejak kapan Yesus menerima “penyerahan”, “pengaruniaan” atau “pemberian” atas “langit dan bumi” , atas “segala yang ada” atau atas “segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi” termasuk “penghakiman” atasnya itu? Atau dengan kata lain sejak kapan Ia menerima gelar “Tuhan” atau “Sang Penguasa Mutlak” ini? Menurut Matius 28:18 yang telah kita kutip diatas itu jelas sejak kebangkitanNya. Dalam ayat diatas itu Kristus mengatakan bahwa kepadaNya telah “diberikan” oleh Allah “SEGALA KUASA” “di sorga dan di bumi”. Karena Allah itulah yang memberikan “SEGALA KUASA” di sorga dan di bumi tersebut kepada Yesus yang telah bangkit ini, maka Allah pulalah yang mengangkat Yesus menjadi “Penguasa Mutlak” atau “Tuhan” atas sorga dan bumi ini. Inilah yang dikatakan dalam Kisah 2:36:” Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang telah kamu salibkan itu, menjadi Tuhan…”. Yesus diangkat sebagai Penguasa Mutlak atau “Kyrios” (“Tuhan”) ini memiliki tiga tujuan: a. Untuk menunjukkan bahwa Dia adalah Adam yang terakhir yang telah memulihkan kepenguasaan Adam atas alam, yang hilang karena kejatuhan. b.Untuk menunjukkan bahwa Yesus yang manusia itu sungguh-sungguh Firman Allah yang menjelma sebagai manusia. Karena Allah selalu melaksanakan kepenguasaanNya atas alam melalui Firman-Nya, sekarang kuasa yang sama atau keTuhanan Allah yang sama dan hanya satu itu, dilaksanakan melalui manusia Yesus Kristus, sehingga Yesus disebut Tuhan, dengan demikian Yesus tetaplah Firman Allah yang satu dan yang sama, karena melalui Firman Allah itu Allah melaksanakan kuasa KetuhananNya sendiri. Dengan demikian baik Allah maupun FirmanNya tak berubah, baik dalam hakekatNya maupun dalam hubunganNya, meskipun Kalimat itu telah nuzul sebagai manusia. c. Untuk tujuan keselamatan manusia, karena dengan kuasa mutlak sebagai “Penguasa” atau “Tuhan” ini Yesus Kristus akan mengubah tubuh manusia yang hina ini sehingga menjadi serupa dengan TubuhNya yang mulia pada Hari Kebangkitan nanti (Filipi 3:20-21). Jadi gelar “Tuhan” bagi Yesus bukanlah dalam makna “Ilah” yaitu berhala yang diangkat sebagai sekutu Allah, sebagaimana yang sering kita dengar ketika saudara-saudara Muslim mengucapkan “La Ilaha illallah “ , “Tiada Ilah/Tuhan selain Allah”. Sebab Ilah artinya makhluk yang didewakan dan disejajarkan dengan Allah, padahal, Tuhan bagi Yesus adalah gelar yang dikaruniakan Allah sendiri, terhadap “FirmanNya” sendiri yang dimuliakan setelah menjelma menjadi manusia. Jika demikian bagaimana kita harus memahami Kristus ini? Allah Yang Esa itukah Dia? Sama dan identik dengan “Bapa”kah Dia? Manusiakah Dia? Setengah Allah, setengah Manusiakah Dia? Allah-Manusia yang bercampur jadi satukah Dia? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang dijawab dalam rumusan-rumusan Tujuh Konsili Ekumenis Gereja Orthodox Purba itu. Dan rumusan Ketujuh Konsili Ekumenis ini, terutama yang tertuang dalam Pengakuan Iman Nikea dari Konsili Ekumenis yang pertama tahun 325 Masehi dan dijabarkan lebih lanjut oleh Keenam Konsili berikutnya itu ternyata tetap relevan sampai kini, dan itu menjadi landasan yang tak pernah diubah dalam Gereja Orthodox memahami tentang Kristus.