Selamat datang di website gereja orthodox indonesia   Click to listen highlighted text! Selamat datang di website gereja orthodox indonesia

KRISTOLOGI GEREJA ORTHODOX TIMUR (Part 5)

(oleh Arkhimandrit Rm. Daniel B.D. Byantoro)

Mengenai Pribadi Yesus Kristus rumusan-rumusan Kristologis baik dalam Pengakuan Iman Nikea maupun dalam enam Konsili Ekumenis yang lain dilakukan oleh Gereja Orthodox di zaman purba bukan bertujuan untuk memuaskan rasa keingin-tahuan intelektual saja. Bukan pula itu dilakukan demi spekulasi filsafat. Pula bukan hanya sekedar demi kepentingan akademis saja. Lebih-lebih itu bukan dilakukan demi tujuan politik seperti yang dituduhkan oleh Dan Brown dalam bukunya yang bikin heboh “The Da Vinci Code”. Namun rumusan-rumusan tersebut dilakukan demi memagari ajaran Rasuliah yang hendak diselewengkan oleh kaum bidat, dan demi menjaga utuh keselamatan manusia di dalam Kristus yang dilandasi oleh karya KebangkitanNya.

Dengan demikian rumusan Kristologis adalah untuk tujuan Soteriologis, untuk tujuan keselamatan manusia. Itulah sebabnya ketika Arkhimandrit Arius dari Alexandria mengajarkan bahwa Kristus itu hanya sekedar ciptaan meskipun diciptakan sebagai makhluk roh sebelum adanya dunia, Bapa Suci Athanasius yang saat itu masih menjabat diaken dan kemudian menjadi Paus dan Patriarkh Gereja Alexandria menentang mati-matian pada saat diadakannya Konsili Nikea untuk melawan ajaran Arianisme.

Menurut Bapa Suci Athanasius, jikalau Kristus hanya sekedar ciptaan, maka Dia itu memiliki awal, meskipun jika awalnya itu sebelum ada dunia sebagaimana yang diajarkan Arius dan sekarang ajaran itu dibangkitkan lagi oleh Saksi-Saksi Yehuwah. Jikalau Kristus memiliki awal, maka Dia bukan kekal dan tidak memiliki kekekalan. Padahal Kitab Suci mengajarkan bahwa barangsiapa yang percaya Kristus akan memiliki hidup kekal. Jika benar demikian bagaimana Kristus dapat memberi hidup kekal jika Ia sendiri tidak kekal. Karena Ia memiliki awal, jadi tidak memiliki kekekalan. Orang tak akan dapat memberikan sesuatu apa yang ia sendiri tak memilikinya. Kalau Kristus bukan kekal dan tak memiliki kekekalan, maka pasti Ia tak dapat memberikan hidup kekal, sehingga mereka yang percaya kepada Kristus tetap tak diselamatkan karena Kristus tak akan dapat memberikan hidup kekal yang Ia sendiri tak memilikinya.

Hanya kalau Kristus memiliki kekekalan saja Ia dapat memberikan hidup kekal. Padahal yang memiliki kekekalan itu adalah Allah, maka jika Kristus dapat memberi hidup kekal, Ia sendiri harus memiliki kekekalan, dan kalau Ia memiliki kekekalan maka Ia adalah Allah. Jadi keselamatan manusialah, dan bukan spekulasi filsafat, atau pembahasan akademis, ataupun pula tujuan politik yang menyebabkan diadakannya Konsili Nikea serta dirumuskannya Pengakuan Iman itu.

Itulah sebabnya Pengakuan Iman Nikea yang menegaskan tentang Ke-Ilahi-an Kristus harus dimengerti dari kacamata keinginan Gereja untuk membentengi ajaran Rasuliah yang membawa kepada keselamatan manusia dari para penyesat yang ingin menyelewengkannya. Sedangkan butir Pengakuan Iman Nikea mengenai Kristus itu terdapat dalam butir 2 dan 3 yang demikian bunyinya: ”2) Dan pada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah, yang diperanakkan dari Sang Bapa sebelum segala zaman. Terang yang keluar dari terang, Allah sejati yang keluar dari Allah sejati, yang diperanakkan dan bukan diciptakan, satu dzat-hakekat dengan Sang Bapa, yang melaluiNya segala sesuatu diciptakan. 3) Yang untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita, telah turun dari sorga, dan menjelma oleh Sang Roh Kudus dan dari Sang Perawan Maryam, serta menjadi manusia.”

KeilahianNya sebagai Firman Allah sebelumnya telah kita bahas bahwa Kebangkitan Kristus membuktikan Dia itu berkodrat Allah. Juga telah kita bahas bahwa Kristus itu “pra-ada” mendahului adanya dunia, dan bahwa Kristus itu menyatakan diriNya sebagai Anak dari Allah, Bapa, Yang Esa. Namun Ia juga menyatakan diri sebagai yang “telah keluar dari Allah”, yang berarti Ia sebenarnya berada satu di dalam diri Allah. Sebagai apakah Kristus berada satu di dalam Allah, Bapa, dalam kekekalan ? Jawabannya dapat kita baca dalam beberapa bagian Kitab Suci demikian: “…..Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.” (Ibrani 1:2). Menurut ayat ini Allah menjadikan alam semesta oleh atau melalui “Anak-Nya”.

Padahal jika kita perhatikan dalam kisah penciptaan dalam Kejadian 1:3,6,9,11,14,20,24,26,29, semua karya Allah dalam menciptakan segala sesuatu selalu dikatakan dengan ekspresi “berfirmanlah Allah”. Ini berarti menurut Kitab Kejadian Allah menjadikan alam semesta itu oleh atau melalui “Firman”Nya yang bersemayam dan keluar dari dalam Diri Allah sendiri. Jika Ibrani 1:2 mengatakan bahwa Allah telah menjadikan alam semesta “oleh Dia” yaitu oleh “AnakNya”, maka tak ada kesimpulan lain dapat kita ambil kecuali bahwa yang dimaksud dengan “Anak” Allah dalam Surat Ibrani ini adalah “Firman” Allah dari Kitab Kejadian. Dengan kata lain “Anak Allah” itu maksudnya adalah “Firman Allah”.

Kesimpulan ini diteguhkan oleh perkataan Kitab Suci lainnya, yang berbunyi: ”Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan (yaitu: berada satu di dalam) Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” (Yohanes 1:1-3), serta “Firman itu …….. sebagai Anak Tunggal Bapa….(Yohanes 1:14). Menurut ayat-ayat ini “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia” yaitu “oleh/ melalui Firman”, jadi sesuai dengan apa yang kita jumpai dalam Kejadian 1:3,6,9,11,14,20,24,26,29.

Seandainya Firman itu tidak ada maka “tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan” artinya semua ciptaan ini tak akan pernah ada jikalau Firman itu tidak ada. Inilah yang dikatakan dalam Pengakuan Iman Nikea: “yang melaluiNya segala sesuatu diciptakan”. Jadi Firman itu adalah sumber mutlak dari adanya ciptaan, yang melalui atau oleh-Nya Allah menjadikan alam semesta. Sedangkan dalam ayat berikutnya Firman itu disebut sebagai “Anak Tunggal Bapa”, jadi tidak salah kesimpulan kita bahwa yang dimaksud dengan “Anak Allah” adalah “Firman Allah”.

Firman atau “Kata-Kata” adalah akal-pikiran yang dilahirkan dalam bentuk kalimat yang memiliki arti atau makna, sedangkan akal-pikiran adalah kata-kata yang belum dilahirkan. Jadi Firman dan Akal-Pikiran itu sebenarnya identik. Itulah sebabnya kata “Firman” itu dalam bahasa Yunaninya adalah “Logos” yang daripadanya kita dapatkan kata “Logika” yang artinya “akal-pikiran”. Akal-Pikiran seseorang itu berada satu di dalam orang yang bersangkutan, demikian juga “Logos”Nya Allah itu haruslah “berada satu di dalam” Allah, dengan kata lain “Firman itu bersama-sama dengan Allah” (Yohanes 1:1). Dengan demikian Kristus berada satu di dalam Allah secara kekal dalam wujud non-manusiawi itu sebagai “Firman Allah” sendiri.

Karena Firman atau Logos sama dengan “Akal-Pikiran” yang keberadaannya ada di dalam si pemilik pikiran, maka jika Kristus adalah penjelmaan dari Logos-Nya Allah, pastilah Ia sebagai Logos berada satu di dalam Allah. Dengan kata lain Allah mengandung “Firman”-Nya sendiri di dalam kedalaman hakikat DiriNya. Karena Firman Allah yang dikandung dalam hakikat Allah itu diekspresikan keluar atau dilahirkan dari dalam Diri Allah sejak sebelum adanya dunia, maka Firman itu disebut sebagai “Anak Allah”. Inilah yang dinyatakan dalam Pengakuan Iman Nikea mengenai Tuhan Yesus Kristus sebagai “Anak Tunggal Allah, yang diperanakkan dari Sang Bapa sebelum segala Zaman” itu.

Karena Allah itu hanya satu maka FirmanNya juga hanya satu. Padahal Firman Allah yang satu ini disebut sebagai “Anak Allah”. Anak yang cuma satu itu memang disebut sebagai “Anak Tunggal”, itulah sebabnya “Firman Allah yang hanya satu” disebut sebagai “Anak Tunggal Allah” (Yohanes 1:14,18, 3:16). Dan karena Allah adalah Terang (I Yohanes 1:5) dan Kristus sebagai Firman Allah berkodrat identik dengan Allah (Bapa) maka Firman Allah juga di samping berkodrat “Allah Sejati” atau “Allah yang Benar” (I Yohanes 5: 20) juga bersifat “Terang” (Yohanes 8:12), yang “keluar dari” (Yohanes 8:42) Allah Yang Sejati atau Allah Yang Benar (Yohanes 17:3).

Inilah yang dikatakan dalam Pengakuan Iman Nikea mengenai Anak Allah/ Firman Allah sebagai “Terang yang Keluar dari Terang, Allah Sejati yang Keluar dari Allah Sejati”. Karena Firman Allah itu merupakan keberadaan yang ada dalam Allah secara kekal, berarti Firman Allah itu bukan diciptakan, karena melaluiNya justru Allah menciptakan alam semesta. Dan sebagai Firman yang secara kekal dikandung di dalam Essensi Allah serta diekpresikan keluar dari Allah, yaitu dilahirkan oleh Allah, maka Firman itu memang bukan diciptakan Allah tetapi diperanakkan atau “diekspresikan keluar” oleh Allah. Karena apa yang diciptakan seseorang itu kodratnya tidak sama dengan yang menciptakan, sedangkan apa yang diperanakkan atau dilahirkan seseorang itu kodratnya identik dengan yang melahirkan.

Firman Allah itu kodratNya identik dengan Allah dan keluarNya dari dalam Allah sendiri, itulah sebabnya dikatakan bahwa Ia “diperanakkan” dari Sang Bapa. Maka dikatakan oleh Pengakuan Iman Nikea bahwa Anak Allah itu sebagai “Yang Diperanakkan dan Bukan Diciptakan”. Juga karena Firman Allah itu berada satu di dalam Diri Allah, maka Ia juga ambil bagian dalam Essensi Ilahi yang sama dari Allah Yang Esa, yang di dalamNya Firman Allah berada. Dengan kata lain Firman Allah itu adalah berkodrat “Allah” sebagaimana dikatakan “..dan Firman itu adalah Allah” (Yohanes 1:1). Essensi atau “Dzat Hakekat” Firman itu satu dan sama dengan Essensi atau “Dzat Hakekat” Bapa, Allah yang Esa, karena Firman itu berada satu di dalam Allah, sebagaimana dikatakan: ”Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes 10:30), yaitu satu dalam Esensi IlahiNya.

Ini terbukti dari reaksi orang-orang Yahudi atas pernyataan Yesus dalam perikop kisah ini: ”… Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.” Yesus dianggap menyamakan diri dengan Allah yaitu memiliki sifat dan Essensi (Dzat Hakekat) ke-Allah-an karena Ia menganggap bahwa diriNya itu adalah “satu” dengan Bapa. “Satu” dengan Bapa di sini bukan berarti Yesus identik dengan Bapa atau Yesus dan Bapa itu sama saja. Yesus memang bukan Bapa dan berbeda dari Bapa, karena Ia mengatakan “Bapa lebih besar dari pada Aku” (Yohanes 14:28) yaitu lebih besar karena Bapa adalah sebagai “Sumber” yang daripadaNya Ia keluar dan diperanakkan sebagai FirmanNya. Namun Essensi (Dzat-Hakekat) Ilahi yang dimiliki Bapa itu satu dengan Essensi Ilahi yang dimilikiNya karena Ia sebagai Firman Allah berada satu di dalam diri Allah. Yesus memang bukan Bapa karena Dia itu Anak, artinya Yesus itu bukan Allah Bapa karena Dia adalah “Firman Allah”, meskipun dalam Dzat-HakekatNya Dia satu dan identik dengan Dzat-Hakekat Sang Bapa itu sendiri.

Itulah pula yang dinyatakan oleh Pengakuan Iman Nikea, bahwa Anak Allah sebagai yang “satu dzat-hakekat dengan Sang Bapa”. Demikianlah dengan jelas kita melihat bahwa Ajaran Rasuliah yang menjadi sumber keyakinan dan ajaran Iman Kristen Orthodox baik yang tertulis dalam Kitab Suci maupun lisan yang dituangkan dalam Pengakuan Iman atau bentuk-bentuk paradosis lisan lainnya itu menegaskan bahwa memang Yesus adalah berkodrat Allah, karena Dia adalah “Firman Allah” (Yohanes 1:1). Inilah yang diimani Gereja Orthodox dari jaman Purba sampai kini.

.

Bersambung

.

.

Related Posts
Click to listen highlighted text!