
Bacaan Injil & Surat Rasuli:
Yohanes 1:43-51
Ibrani 11: 24-26, 11:32-12:2
Bacaan Injil hari ini dari Yohanes 1:43-51 menceritakan panggilan Filipus dan Natanael. Filipus dengan penuh sukacita memberi tahu Natanael, “Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dalam hukum Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus dari Nazaret” (Yohanes 1:45). Natanael awalnya ragu dan bertanya, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yohanes 1:46). Namun, ketika dia berjumpa dengan Kristus, yang menunjukkan pengetahuan Ilahi tentang dirinya, Natanael langsung mengakui, “Rabi, Engkau adalah Anak Allah! Engkau adalah Raja Israel!” (Yohanes 1:49).
Peristiwa ini menunjukkan bahwa iman sejati muncul dari perjumpaan dengan Kristus. Natanael awalnya ragu, tetapi ketika dia datang dan melihat Kristus, keraguannya berubah menjadi iman. Hal yang sama terjadi dalam sejarah Gereja: banyak yang meragukan, banyak yang mempertanyakan, tetapi mereka yang memiliki hati yang tulus akhirnya melihat kebenaran Kristus.
Bid’ah Ikonoklasme muncul pada abad ke-8 dan ke-9, ketika beberapa kaisar Bizantium, yang terpengaruh oleh pemikiran agama dan politik yang menentang gambar suci, mencoba menghancurkan ikon-ikon Gereja. Mereka mengklaim bahwa menggambarkan Kristus dan para janasuci adalah penyembahan berhala. Banyak ikon dihancurkan, dan mereka yang mempertahankan penghormatan terhadap ikon—para biarawan, uskup, dan umat beriman—mengalami penganiayaan, pengasingan, bahkan kemartiran.
Namun, para pembela ikon, seperti Js. Yohanes dari Damaskus, Js.Theodoros Studita dan Permaisuri Theodora, memahami bahwa ikon bukan sekadar hiasan, melainkan kesaksian penting akan kebenaran Injil. Js. Yohanes dari Damaskus mengajarkan bahwa karena Kristus telah mengambil rupa manusia dan menjadi terlihat, maka kita dapat menggambarkan-Nya dalam ikon:
“Ketika Yang Tidak Kelihatan menjadi terlihat dalam daging, maka engkau boleh menggambarkan-Nya. Ketika Ia yang tidak berbentuk dan tak terbatas dalam hakikat Keilahian mengambil rupa seorang hamba dan tubuh manusia, maka engkau boleh melukis gambaran-Nya dan menunjukkannya kepada siapa pun yang ingin merenungkannya.”
Pertentangan ini berlangsung lebih dari satu abad, tetapi akhirnya, pada tahun 843, di bawah pemerintahan Permaisuri Theodora, Gereja secara resmi memulihkan penghormatan terhadap ikon. Oleh karena itu, hari ini kita merayakan Kemenangan Orthodoxia bukan hanya tentang ikon, tetapi tentang kebenaran Inkarnasi Kristus—bahwa Allah benar-benar menjadi manusia dan hadir di dunia ini.
Bacaan Epistel dari Ibrani 11:24-26 dan 11:32-12:2 mengingatkan kita akan para saksi iman di Perjanjian Lama—Musa, para hakim, dan nabi-nabi—yang menghadapi penderitaan demi janji Allah. Mereka tidak melihat Kristus secara langsung, tetapi mereka tetap percaya dan bertahan. Rasul Paulus menyebut mereka sebagai “banyak saksi bagaikan awan yang besar” (Ibrani 12:1), yang mendorong kita untuk bertekun dalam iman.
Para pembela ikon juga mengikuti jejak para nabi ini. Mereka rela menderita dan menghadapi penganiayaan karena mereka tahu bahwa mereka mempertahankan kebenaran Kristus. Mereka berjuang bukan demi seni, tetapi demi misteri keselamatan kita: bahwa Allah benar-benar menjadi manusia, dan karena itu bisa digambarkan.
Minggu Orthodoxia bukan sekadar perayaan masa lalu—ini adalah panggilan bagi kita semua hari ini:
- Untuk tetap setia kepada kebenaran – Seperti Filipus yang dengan berani memberitakan Kristus kepada Natanael, dan seperti para pembela ikon yang berani meski dianiaya, kita juga dipanggil untuk memberitakan kebenaran di dunia yang penuh kebingungan rohani. Apakah kita tetap teguh dalam iman, atau kita diam ketika kebenaran diserang?
- Untuk mengenali gambar Allah dalam sesama – Gereja mengajarkan bahwa setiap manusia diciptakan menurut gambar Allah. Apakah kita menghormati gambar ini dalam diri orang lain, terutama mereka yang miskin, menderita, dan membutuhkan kasih kita?
- Untuk hidup sebagai ikon Kristus – Ikon bukan hanya objek untuk dihormati; ikon mengingatkan kita bahwa kita sendiri dipanggil untuk menjadi kudus, untuk mencerminkan Kristus dalam tindakan, perkataan, dan hidup kita. Rasul Paulus berkata, “Bukan lagi aku yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku” (Galatia 2:20).
Oleh: Rm Gregorius