(Ilustrasi yang menceritakan bahwa ajaran Rasul Paulus masih relevan dari zaman dahulu sampai sekarang, di zaman modern ini. Digambarkan dengan Rasul Paulus berdiri di 2 zaman.)
Catatan kaki dari bacaan 2 Timotius 3:1-16; 4:1-4 pada Orthodox Study Bible adalah sebagai berikut :
3:1-9 While technically we have been in the last days since Christ walked the earth, the Church has seen this and other warnings as a reference to the days just before His coming again. A great decay in morals (see Mt 24; Mk 13; 2Th 2; 2Pt 2; compare Rom 1:28–32) will even infiltrate the Church (v. 5; see Mt 7:15–27; 1Co 5:1–5; 1Ti 4:1–11). Like the prominent men of Cain’s city (Gn 4:16–24), these offenders willfully reject law and morals out of love of self and love of pleasure.
3:5 The form and power of godliness are intended to be inseparable. We normally do not have the power of godliness without the form. Charismatic power, however, can be twisted for evil and greed (Acts 8:9–20). Outward forms, even of liturgical worship, can be carried on without power or conviction (see Mt 7:15; 24:4, 5, 24). As faith without works is a form without substance (Jam 2:26), so is religion without power. This is a stern warning to those of us committed to proper form.
3:8 In Jewish tradition, Jannes and Jambres are the Egyptian magicians who opposed Moses in Ex 7.
3:10-13 Paul’s life exhibits what the Lord taught: In this world, godliness elicits persecution (see Jn 15:20).
3:14-17 Having exhorted Timothy with the example of his own steadfastness (vv. 10– 13), Paul now issues a reminder of the depth of Timothy’s training, which combined both oral and written instruction (see Mt 28:16–20; 1Co 11:2; 2Th 2:15; 3:6). A part of this tradition is Scripture. Paul, of course, speaks of the OT, since the NT did not yet exist.
Catatan kaki ini mengajak kita untuk melihat pandangan teologi Orthodox dalam kehidupan Kristen, utamanya pada zaman modern. Mari kita bahas lebih rinci:
AKHIR ZAMAN DARI KACAMATA IMAN ORTHODOX : 2 TIMOTIUS 3 : 1- 9
Pendahuluan
Konsep “zaman akhir” dalam teologi Orthodox adalah pemahaman mendalam tentang masa depan yang melampaui sekadar akhir dunia. Dalam pandangan Orthodox, zaman akhir mencakup periode di mana terjadi dekadensi moral dan spiritualitas, bahkan di dalam gereja itu sendiri.
Dalam teks 2 Timotius 3:1-16; 4:1-4 ditegaskan bahwa gereja akan menghadapi tantangan dan kesulitan yang signifikan di “hari-hari terakhir”. Teks ini menjadi pedoman untuk memahami bagaimana gereja harus bersiap menghadapi penurunan moral dan spiritualitas dalam masyarakat dan bahkan dalam tubuh gereja itu sendiri. Ini memicu refleksi mendalam tentang bagaimana ajaran Alkitab relevan dengan situasi kontemporer.
Penurunan moral dalam masyarakat dan gereja adalah bagian dari kenyataan zaman akhir. Iman Orthodox melihat bahwa materialisme, sekularisme, dan hilangnya nilai-nilai spiritual adalah gejala-gejala dari penurunan moral yang perlu diatasi dengan tekad dan iman yang kuat.
Dalam merespons tantangan zaman akhir, Gereja Orthodox menekankan pentingnya memelihara spiritualitas yang mendalam, memperkuat komunitas gerejawi, dan setia pada tradisi gerejawi. Pemeliharaan tradisi lisan dan tertulis menjadi kunci dalam mempertahankan inti iman dalam menghadapi perubahan zaman. Gereja juga mendorong umatnya untuk memperdalam hubungan pribadi dengan Tuhan melalui doa, ibadah, dan sakramen.
Koneksi dengan Ajaran Yesus dan Nubuat Alkitab
Pandangan Gereja Orthodox tentang zaman akhir didasarkan pada ajaran Yesus Kristus yang diabadikan dalam Kitab Matius pasal 24. Dalam pasal tersebut, Yesus memberikan petunjuk dan tanda-tanda tentang akhir zaman. Gereja Orthodox menganggap ajaran ini sebagai pondasi penting untuk memahami apa yang akan terjadi pada masa depan.
Dalam Matius 24, Yesus mengungkapkan tanda-tanda yang akan muncul menjelang akhir zaman. Ini mencakup peristiwa-peristiwa seperti perang, bencana alam, dan peningkatan ketegangan di dunia. Gereja Orthodox memandang tanda-tanda ini sebagai isyarat bahwa periode ini akan diwarnai oleh tantangan moral dan spiritual yang meningkat.
Referensi lain dalam Alkitab adalah 2 Tesalonika 2. Dalam teks ini, Paulus memberikan pemahaman tambahan tentang masa depan gereja dalam konteks situasi saat itu. Hal ini membantu gereja untuk memahami bagaimana tantangan moral dan spiritual akan berdampak pada komunitas beriman.
Dengan dasar ajaran Yesus dan referensi-referensi Alkitab lainnya, Gereja Orthodox membentuk pemahaman yang kokoh tentang zaman akhir. Ini menjadi panduan penting dalam menghadapi tantangan moral dan spiritual yang akan muncul dalam konteks zaman akhir. Dengan menjaga kesetiaan pada Kristus dan mengikuti ajaran-Nya, umat beriman dapat menghadapi masa depan dengan keyakinan dan kekuatan.
Penurunan Moral dalam Masyarakat dan Gereja
Pandangan terhadap penurunan moral dalam masyarakat sangat erat kaitannya dengan konsep zaman akhir. Gereja Orthodox menganggap bahwa penurunan moral, seperti yang diamati dalam fenomena seperti materialisme, sekularisme, dan hilangnya nilai-nilai spiritual, adalah tanda-tanda jelas dari perkembangan zaman akhir.
Materialisme, yang menekankan nilai-nilai materi dan duniawi, menjadi tantangan serius dalam mempertahankan kesucian dan nilai-nilai spiritual. Ketika manusia lebih mementingkan kekayaan materi daripada pertumbuhan spiritual, ini adalah tanda dari perubahan moral yang perlu diatasi.
Sekularisme, yang mengabaikan nilai-nilai agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari, juga dianggap sebagai bagian dari penurunan moral dalam masyarakat. Gereja Orthodox memandang bahwa ketika nilai-nilai spiritual dan agama diabaikan, itu mengakibatkan kekosongan spiritual yang dapat merusak moralitas individu dan masyarakat.
Hilangnya nilai-nilai spiritual dianggap sebagai tanda bahwa masyarakat modern semakin menjauh dari prinsip-prinsip rohani yang mendasari moralitas. Hal ini menjadi bagian dari tantangan yang harus dihadapi oleh gereja dalam membimbing umatnya menuju kekudusan.
Dalam menghadapi perubahan moral yang meresap dalam masyarakat modern, Gereja Orthodox menekankan pentingnya memelihara kesucian dan nilai-nilai spiritual. Gereja berupaya untuk menjadi pemandu dan pencerahan moral dalam masyarakat, mengajak umatnya untuk tetap setia pada nilai-nilai agama, integritas moral, dan kesalehan spiritual. Dengan cara ini, gereja berperan dalam menjaga kekudusan di tengah perubahan moral yang menghadang, dengan keyakinan bahwa kesetiaan pada nilai-nilai rohani adalah kunci untuk mengatasi tantangan zaman akhir.
Respons Gereja Terhadap Tantangan Zaman Akhir
Gereja merespon dengan mengutamakan aspek-aspek penting dalam kehidupan rohani :
1. Spiritualitas yang Mendalam
Spiritualitas yang mendalam penting ditekankan sebagai cara untuk menghadapi tantangan zaman akhir. Ini berarti memperkuat hubungan pribadi dengan Tuhan, menjalani kehidupan doa yang konsisten, dan merenungkan ajaran-ajaran rohani. Dengan memiliki spiritualitas yang kuat, umat dapat mempertahankan kekudusan dalam situasi yang mungkin penuh godaan moral.
2. Komunitas Gerejawi yang Kokoh
Komunitas gerejawi adalah tempat yang penting untuk mendukung dan memperkuat umat dalam menghadapi tantangan zaman akhir. Melalui kehadiran aktif dalam komunitas gereja, umat beriman dapat saling mendukung, berbagi pengalaman, dan membangun hubungan yang erat. Komunitas gerejawi menjadi tempat di mana ajaran-ajaran rohani dipraktikkan dan dihayati bersama.
3. Kesetiaan pada Tradisi Suci atau Paradosis Rasuliah
Setia mempertahankan tradisi gerejawi penting dalam menghadapi perubahan zaman. Ini mencakup tradisi lisan dan tertulis, seperti liturgi, doa-doa, dan ajaran-ajaran gerejawi yang telah diwariskan selama berabad-abad. Kesetiaan pada tradisi ini menjadi pondasi yang kokoh untuk memahami inti iman dalam konteks zaman akhir.
4. Hubungan Pribadi dengan Tuhan
Gereja Orthodox mendorong umatnya untuk memperdalam hubungan pribadi dengan Tuhan melalui doa, ibadah, dan sakramen. Ini adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan memperoleh kekuatan spiritual dalam menghadapi tantangan zaman akhir. Hubungan pribadi yang erat dengan Tuhan juga membantu umat beriman dalam menjalani kehidupan rohani yang konsisten.
Dengan penekanan pada aspek-aspek ini, Gereja Orthodox mempersiapkan umatnya untuk menghadapi perubahan moral dan spiritualitas dalam masyarakat modern. Keyakinan bahwa spiritualitas yang mendalam, komunitas gerejawi yang kokoh, dan kesetiaan pada tradisi gerejawi adalah kunci untuk mengatasi tantangan zaman akhir menjadi bagian integral dari ajaran Orthodox.
Referensi Patristik tentang Zaman Akhir (2 Timotius 3:1-9)
Homili oleh Js. Yohanes Krisostomos
Js. Yohanes Krisostomos adalah seorang Bapa Gereja dan pengkhotbah terkenal pada abad ke-4 Masehi. Karya-karyanya dijelaskan dalam bentuk homili, yang merupakan pengajaran atau khotbah yang diberikan oleh Krisostomos kepada jemaatnya. Homili ini kemungkinan besar diucapkan secara lisan dan kemudian dicatat oleh pendengarnya atau sejarawan. Karya ini memuat pemahaman Krisostomos tentang pasal 24 Matius, yang dikenal sebagai “Pengajaran tentang Tanda-tanda Akhir Zaman” dalam tradisi Kristen.
Dalam homili ini, Krisostomos membahas tanda-tanda dan peristiwa yang akan terjadi menjelang akhir zaman, termasuk perang, bencana alam, dan tanda-tanda lainnya yang diuraikan dalam pasal 24 Matius. Krisostomos juga memberikan nasihat kepada orang Kristen tentang bagaimana mereka harus menjalani kehidupan di tengah-tengah masa-masa sulit dan penuh ujian. Dia mungkin juga mengaitkan pemahaman tersebut dengan ajaran moral dan etika Kristen, serta iman dan kepatuhan kepada Allah.
Karya ini merupakan salah satu dari banyak homili dan tulisan-tulisan Krisostomos yang menjadi sumber penting dalam studi teologi dan pemahaman Kristen. Karya ini memungkinkan pembaca untuk memahami pandangan Krisostomos tentang eskatologi (ajaran tentang akhir zaman) dan bagaimana pandangan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari orang Kristen.
Karya dari Philokalia oleh Js. Maximos sang Pengaku Iman
Philokalia adalah sebuah kumpulan teks-teks spiritual yang mengumpulkan ajaran-ajaran para Bapa dan penulis Kristen Orthodox Timur yang berkaitan dengan pertumbuhan spiritual dan tantangan dalam menjalankan kehidupan rohani. Js. Maximos sang Pengaku Iman adalah salah satu tokoh penting dalam tradisi spiritual Orthodox Timur dan karya-karyanya menjadi bagian integral dari Philokalia.
Karya “Philokalia” ini merupakan sebuah antologi, suatu kumpulan teks dari orang-orang suci yang menghidupi tradisi tapa-hening (hesychasme) yang dalam edisi aslinya termasuk 36 penulis yang hidup antara abad IV hingga abad XV. Orang- orang yang menyusun edisi pertama Philokalia adalah Js. Makarios Notaras, Episkop Korintus (1731-1805) yang memilih bahan-bahannya, dan Js. Nikodemus dari Gn. Athos (1749-1809) yang memeriksanya dan membuat penyesuaian-penyesuaian yang perlu.
Js. Maximos sang Pengaku Iman merupakan salah satu dari banyak penulis yang diwakili dalam Philokalia. Karya-karyanya yang termasuk dalam kumpulan ini membahas berbagai aspek kehidupan rohani, seperti perjuangan melawan dosa, pentingnya meditasi dan doa, serta konsep teologis yang mendalam. Js. Maximos sang Pengaku Iman dikenal karena kontribusinya terhadap pemahaman akan sifat manusia, dosa, dan transformasi rohani.
Bacaan dari Js. Maximos sang Pengaku Iman dalam Philokalia sering kali menjadi sumber inspirasi dan bimbingan bagi orang-orang yang ingin mendalami kehidupan rohani dan mencapai kesempurnaan dalam iman Kristen Orthodox Timur. Karya-karya dalam Philokalia secara keseluruhan memberikan panduan praktis bagi umat Kristen dalam menjalani kehidupan rohani mereka dan mencapai pertumbuhan spiritual yang lebih dalam.
BENTUK DAN KEKUATAN KEAGAMAAN: PENAFSIRAN ORTHODOX DARI 2 TIMOTIUS 3:5
Keselarasan Ibadah dan Spiritualitas
Menjaga keseimbangan antara bentuk ibadah formal dan kekuatan spiritual yang otentik adalah hal yang penting untuk dilakukan. 2 Timotius 3:5, yang berbicara tentang memiliki bentuk keagamaan tetapi menolak kekuatannya, memperingatkan kita tentang bahaya ibadah yang hanya kulit luarnya saja tanpa isi spiritual yang mendalam.
Makna Mendalam 2 Timotius 3:5 dalam Teologi Orthodox
Ajaran ini menyentuh inti dari praktik keagamaan. Dalam Orthodoxy, Liturgi Suci bukan sekadar ritual, tetapi sarana untuk mengalami kehadiran ilahi. Ketika kita berbicara tentang ‘menolak kekuatannya’, kita mengacu pada penolakan terhadap esensi spiritual dan transformatif dari praktik keagamaan tersebut.
Pelajaran dari Kisah Para Rasul 8:9–20
Kisah Simon sang Penyihir atau disebut juga Simon Magus dalam Kisah Para Rasul 8:9-20 merupakan contoh penting tentang bahaya penyalahgunaan kekuatan karismatik. Kisah ini mengajarkan kita bahwa kekuatan spiritual tidak bisa dibeli atau digunakan untuk kepentingan pribadi. Sebaliknya, kekuatan spiritual harus selalu mengarah pada pengenalan yang lebih dalam tentang Tuhan dan kasih-Nya.
Liturgi yang Berkeyakinan
Liturgi dalam Orthodoxy harus diisi dengan keyakinan yang mendalam. Tanpa keyakinan, ritual menjadi hampa dan tidak memberi makan jiwa. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk terlibat sepenuhnya secara mental dan spiritual dalam setiap aspek liturgi.
Kesungguhan dalam Ibadah dan Kehidupan Keagamaan
Kesungguhan dalam ibadah adalah kunci untuk menjalani kehidupan keagamaan yang otentik. Ini bukan hanya tentang mengikuti serangkaian aturan, tetapi tentang menemukan dan memelihara hubungan pribadi dengan Tuhan. Kesungguhan ini tercermin dalam doa kita, partisipasi dalam sakramen, dan dalam setiap tindakan cinta dan pengabdian kepada sesama.
Sebagai umat Kristen Orthodox, kita dipanggil untuk mengintegrasikan bentuk ibadah dengan kekuatan spiritual. Melalui pendekatan ini, kita menemukan jalan yang mengarahkan kita lebih dekat kepada Tuhan dan memungkinkan kita untuk hidup dalam cahaya kasih-Nya yang abadi. Ini bukan hanya tentang melaksanakan tugas-tugas agama, tetapi tentang menjalani hidup yang terus diperbarui dan diperkaya oleh kasih karunia Tuhan.
Komentar Js. Basilius Agung
Komentar ini merupakan bagian dari karya-karya Js. Basilius Agung yang membahas berbagai aspek kehidupan gerejawi, khususnya pentingnya liturgi dan spiritualitas dalam kehidupan Gereja.
Js. Basilius Agung adalah seorang Bapa Gereja dan teolog Kristen Orthodox Timur yang hidup pada abad ke-4 Masehi. Ia merupakan salah satu tokoh penting dalam perkembangan teologi Kristen dan kehidupan monastik pada masa itu. Karyanya yang paling terkenal adalah “Aturan Agung,” yang menjadi dasar bagi banyak komunitas monastik di dunia Orthodox.
Karya-karya Js. Basilius Agung secara umum mencakup berbagai aspek teologi, etika, dan kehidupan spiritual Kristen. Karya-karyanya masih menjadi sumber inspirasi dan panduan dalam tradisi Kristen Orthodox hingga saat ini.
Philokalia, teks oleh Js. Simeon sang Teolog Baru
Karya-karya Js. Simeon sang Teolog Baru, yang terdapat dalam Philokalia, menekankan pentingnya pengalaman pribadi dalam pertumbuhan rohani. Dia mengajarkan tentang kesadaran akan hadirat ilahi yang mendalam dan pengalaman mistik dengan Allah. Dalam pemahamannya, praktik liturgi dan doa membantu individu untuk memasuki hubungan yang lebih dalam dengan Allah dan mencapai kesatuan dengan-Nya.
Karya-karya Js. Simeon sang Teolog Baru dalam Philokalia memberikan panduan praktis bagi orang-orang yang ingin mengembangkan kehidupan rohani mereka dan merasakan kehadiran ilahi dalam hidup mereka. Pengalamannya yang mendalam dalam kehidupan rohani menjadi inspirasi bagi banyak umat Kristen Orthodox Timur, dan ajarannya terus dipelajari dan dihormati dalam tradisi gerejawi ini.
YANES DAN YAMBRES: SIMBOL PENENTANGAN DALAM 2 TIMOTIUS 3:8
Dua tokoh ini, Yanes dan Yambres, dianggap sebagai simbol penentangan terhadap kebenaran ilahi dalam tradisi Orthodox, khususnya dalam konteks tantangan keimanan masa kini.
Mengenal Yanes dan Yambres
Yanes dan Yambres, meskipun tidak disebutkan namanya dalam Alkitab Ibrani, dikenal dalam tradisi Yahudi dan Kristen sebagai dua penyihir yang menentang Musa di Mesir. Mereka sering dikaitkan dengan para penyihir yang mencoba menandingi mukjizat Musa dengan kekuatan magis mereka sendiri. Identitas ini memberikan konteks penting dalam memahami bagaimana mereka dijadikan simbol penentangan dalam tradisi Orthodox.
Simbol Penentangan Terhadap Kebenaran Ilahi
Dalam 2 Timotius 3:8, Yanes dan Yambres dianggap sebagai arketipe (model mula-mula) dari mereka yang menentang kebenaran. Mereka mewakili tidak hanya penolakan terhadap kebenaran yang diwahyukan, tetapi juga penolakan terhadap transformasi dan penyucian yang ditawarkan melalui iman Kristen. Penentangan mereka adalah simbolis terhadap siapa pun yang mencari kebenaran melalui jalan-jalan duniawi dan magis, bukan melalui wahyu ilahi.
Relevansi dengan Tantangan Keimanan Masa Kini
Kisah Yanes dan Yambres sangat relevan dengan tantangan keimanan masa kini. Dalam dunia di mana nilai-nilai sekuler dan materialistis seringkali mendominasi, cerita ini mengingatkan kita tentang pentingnya tetap teguh pada kebenaran ilahi. Mereka menjadi simbol bagi siapa pun yang memilih untuk mengikuti jalur yang bertentangan dengan ajaran Kristen, mengingatkan kita bahwa tantangan terhadap iman bukan hanya fenomena kuno, tetapi juga sangat relevan hari ini.
Dengan memahami kisah Yanes dan Yambres, kita sebagai umat Kristen Orthodox diajak untuk merenungkan pentingnya keteguhan iman dalam menghadapi penentangan. Kisah ini menjadi pengingat bagi kita untuk selalu mencari kebenaran dalam Kristus, bukan dalam kekuatan atau pengetahuan duniawi. Yanes dan Yambres menegaskan kembali pentingnya iman yang otentik dan komitmen kepada kebenaran ilahi, khususnya dalam menghadapi tantangan dan penentangan di dunia modern.
Referensi tentang Renungan Yanes dan Yambres sebagai Simbol Penentangan (2 Timotius 3:8)
Karya Js. Agustinus dari Hippo
“Confessions” (Pengakuan-Pengakuan) oleh Js. Agustinus dari Hippo adalah salah satu karya paling terkenal dari Js. Agustinus. Karya ini tidak hanya membahas kekuatan jahat, tetapi juga menggali pengalaman spiritual dan proses pertobatan St. Agustinus.
“Confessions” adalah sebuah autobiografi teologis yang menggambarkan perjalanan rohani Js. Agustinus dari masa muda yang penuh dengan dosa menuju pertobatan dan iman Kristen. Dalam karyanya ini, Js. Agustinus merenungkan perjuangannya melawan kekuatan jahat dalam dirinya sendiri, terutama dalam bentuk keinginan duniawi dan nafsu-nafsu duniawi yang pernah mempengaruhi hidupnya.
Karya ini mencakup berbagai aspek kehidupan Js. Agustinus, termasuk masa muda yang penuh dengan pencarian makna, perjuangan dengan dosa, serta akhirnya pertobatannya dan penerimaan iman Kristen. Dia merenungkan bagaimana kekuatan jahat mencoba menghalangi perjalanan rohaninya menuju kebenaran ilahi. Melalui perjalanan pribadinya, Js. Agustinus berbagi pengalaman tentang bagaimana Allah memimpinnya menuju kehidupan yang lebih baik melalui kasih karunia dan anugerah-Nya.
PENGANIAYAAN SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUDUSAN: PEMBELAJARAN DARI 3 TIMOTIUS 3:10-13
Kehidupan Paulus sebagai Contoh
Rasul Paulus, dalam suratnya yang tercatat dalam 2 Timotius 3:10-13, menjelaskan bagaimana kekudusannya telah mendatangkan penganiayaan. Dalam teologi Orthodox, kehidupan Paulus sering dijadikan contoh bagaimana jalur menuju kekudusan sering kali penuh dengan rintangan dan tantangan, termasuk penganiayaan. Kisah perjalanan dan pengalaman Paulus menunjukkan bahwa mengikuti Kristus bisa berarti menghadapi penolakan, penderitaan, bahkan persekusi.
Penganiayaan dalam Konteks Teologi Orthodox
Dalam ajaran Orthodox, penganiayaan tidak hanya dilihat sebagai suatu hal yang harus dihindari, tetapi juga sebagai bagian dari proses penyucian. Ini didasarkan pada Yohanes 15:20, di mana Yesus mengatakan bahwa seorang hamba tidak lebih besar dari tuannya dan jika Dia dianiaya, pengikut-Nya juga akan mengalami hal yang sama. Gereja Orthodox memandang ini sebagai bagian integral dari jalan kekudusan, di mana penderitaan dan penganiayaan menjadi sarana untuk mengikuti Kristus secara lebih mendalam.
Menghadapi Tantangan sebagai Umat Beriman
Dalam konteks di mana kepercayaan dan nilai-nilai Kristen semakin ditantang, pemahaman tentang penganiayaan sebagai bagian dari kekudusan menjadi sangat penting. Ini mengajarkan kita untuk menghadapi tantangan dengan keberanian dan iman, mengingatkan bahwa penderitaan dan penganiayaan bisa menjadi alat untuk pertumbuhan spiritual.
Penganiayaan bukanlah tanda kegagalan atau penolakan dari Tuhan, melainkan bisa menjadi tanda kemajuan dalam perjalanan iman. Persepsi ini mengubah cara kita menghadapi penderitaan dan penganiayaan, tidak sebagai akhir dari perjalanan, tetapi sebagai bagian penting dari proses penyucian yang membawa kita lebih dekat kepada Kristus dan kekudusan yang Dia wujudkan.
Referensi tentang Penganiayaan sebagai Bagian dari Kekudusan (2 Timotius 3:10-13)
Kisah para Martir awal Gereja (Sinaksarion)
Judul karya tersebut adalah “Kisah Para Martir awal Gereja” (The Acts of the Early Church Martyrs) yang sering kali termasuk dalam sebuah kompilasi liturgis yang disebut “Sinaksarion” . Karya ini berisi kisah tentang orang-orang yang mengalami penganiayaan dan bahkan mengorbankan nyawa mereka karena iman Kristen pada masa awal gereja. Kisah-kisah ini mencakup berbagai situasi, mulai dari penganiayaan oleh pemerintah Romawi hingga konflik dengan orang-orang yang menentang agama Kristen.
Kumpulan “Kisah Para Martir awal Gereja” memiliki nilai historis dan teologis yang penting dalam tradisi Kristen. Kisah ini memberikan wawasan tentang bagaimana orang-orang Kristen awal menghadapi penganiayaan dan menunjukkan tekad dan keberanian mereka dalam mempertahankan iman. Kisah-kisah ini juga sering diangkat dalam tulisan-tulisan para Bapa Gereja untuk mengilustrasikan konsep pengorbanan dan kekudusan.
Selain itu, “Kisah Para Martir awal Gereja” juga menjadi sumber inspirasi dan doa bagi umat Kristen dalam berbagai tradisi gerejawi, termasuk Kristen Orthodox Timur. Martir-martir awal gereja dihormati sebagai saksi-saksi iman yang setia dan teladan dalam pengabdian kepada Kristus.
Tulisan oleh Js. Yohanes Klimakus
“The Ladder of Divine Ascent” atau “Tangga Kenaikan Ilahi” adalah judul lengkap dari karya Js. Yohanes Klimakus. Karya ini sering kali disebut sebagai “Tangga Klimakus”. Karya ini merupakan sebuah buku yang dapat dibaca dan dipelajari oleh para pemeluk agama Kristen, khususnya dalam tradisi Kristen Orthodox Timur. “The Ladder of Divine Ascent” adalah salah satu karya klasik dalam spiritualitas Kristen Orthodox.
Dalam “The Ladder of Divine Ascent,” Js. Yohanes Klimakus membahas tentang perjalanan rohani yang dapat membawa seseorang menuju kesempurnaan ilahi. Karya ini terdiri dari 30 langkah atau tahapan yang diibaratkan sebagai tangga yang harus dinaiki oleh individu dalam pencarian pertumbuhan rohani. Setiap langkah atau tahap mewakili konsep atau prinsip tertentu dalam kehidupan rohani.
Js. Yohanes Klimakus membahas berbagai aspek kehidupan spiritual, termasuk penderitaan, penyucian, pertobatan, pemusnahan nafsu duniawi, pengendalian diri, dan pencarian akan kehadiran ilahi. Karya ini merupakan panduan yang mendalam bagi para rahib dan umat Kristen yang berusaha mencapai kesempurnaan spiritual dalam hidup mereka.
Konsep “tangga” dalam karya ini menggambarkan bahwa pertumbuhan rohani bukanlah proses instan, melainkan langkah-langkah perlahan yang memerlukan kesabaran, kerendahan hati, dan ketekunan. Karya ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana seseorang dapat melalui penderitaan dan penyucian untuk mencapai kesatuan dengan Allah.
“The Ladder of Divine Ascent” telah menjadi sumber inspirasi dalam tradisi Kristen Orthodox Timur dan juga dalam pemahaman spiritualitas Kristen secara lebih luas. Karya ini memberikan pedoman praktis bagi orang-orang yang berusaha untuk tumbuh dalam iman dan menjalani kehidupan rohani yang lebih dalam.
PENTINGNYA TRADISI LISAN DAN TERTULIS: WAWASAN DARI 2 TIMOTIUS 3:14-17
Paulus dan Penekanannya pada Tradisi Lisan dan Tertulis
Dalam 2 Timotius 3:14-17, Paulus menekankan pentingnya tradisi yang diterima Timotius, baik secara lisan maupun tertulis. Kedua tradisi ini tidak dipandang sebagai entitas yang terpisah, tetapi sebagai bagian yang saling melengkapi dalam transmisi iman. Ajaran lisan merujuk pada tradisi yang diwariskan dari mulut ke mulut, sementara ajaran tertulis merujuk pada apa yang telah dicatat dalam Alkitab. Juga, tradisi lisan, seperti yang terlihat dalam liturgi dan praktik rohani, membantu menjelaskan dan memperdalam pemahaman kita terhadap ajaran yang tertulis dalam Alkitab.
Merujuk pada Matius 28 dan 2 Tesalonika 2
Dalam konteks ini, perintah Yesus dalam Matius 28 untuk mengajar dan membaptis semua bangsa, serta peringatan Paulus dalam 2 Tesalonika 2 tentang pentingnya berpegang pada tradisi yang telah diajarkan, memberikan wawasan tambahan. Referensi-referensi ini menggarisbawahi pentingnya menghormati dan memelihara kedua bentuk tradisi dalam kehidupan Gereja.
Relevansi Tradisi dalam Memahami Alkitab dan Ajaran Gereja Modern
Dalam dunia modern, di mana interpretasi Alkitab sering kali menjadi subjek debat, tradisi Orthodox menyediakan kerangka kerja yang kohesif. Integrasi tradisi lisan dan tertulis membantu menjaga kesinambungan interpretasi dan memastikan bahwa ajaran Gereja tetap otentik dan tidak terdistorsi oleh pandangan modern yang mungkin keliru.
Tradisi lisan dan tertulis adalah dua pilar penting dalam memelihara ajaran dan kehidupan Gereja. Melalui gabungan keduanya, Gereja mempertahankan kekayaan dan kedalaman iman yang telah diwariskan sejak zaman para Rasul, memastikan bahwa ajaran ini tetap relevan dan hidup dalam setiap generasi.
Referensi tentang Pentingnya Tradisi Lisan dan Tertulis (2 Timotius 3:14-17)
Homili oleh Js. Gregorius Agung
Homili yang ditulis oleh Js. Gregorius Agung dan merupakan bagian dari kumpulan homili-homili yang dikenal dengan judul “Homili 40 tentang Penginjilan” atau “Homili pada Injil Matius” adalah salah satu contoh homili yang diberikan oleh Gregorius dalam kapasitasnya sebagai Paus pada abad ke-6 Masehi.
“Homili 40 tentang Penginjilan” oleh Js. Gregorius Agung membahas Injil Matius secara rinci. Dalam homili ini, Js. Gregorius Agung mungkin juga mencakup pentingnya tradisi lisan dalam Gereja, meskipun hal ini dapat bervariasi tergantung pada konteks homili tersebut.
Tradisi lisan atau pengajaran oral dalam Gereja Kristen adalah salah satu cara utama di mana ajaran-ajaran dan pengajaran agama disampaikan dari generasi ke generasi sebelum terdokumentasi secara tertulis. Para Bapa Gereja seperti Js. Gregorius Agung sering mengambil peran penting dalam menjaga dan meneruskan tradisi ini melalui khotbah-khotbah, homili-homili, dan pengajaran lisan.
Karya-karya Js. Gregorius Agung dalam “Homili pada Injil Matius” memberikan wawasan mendalam tentang pemahaman teologis dan praktis terhadap Kitab Matius dalam Perjanjian Baru, dan mungkin mencakup penjelasan mengenai pentingnya tradisi lisan dalam pengajaran dan pewarisan ajaran-ajaran Kristen. Karya-karya seperti ini adalah sumber penting dalam studi teologi dan sejarah Gereja Kristen, serta dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang konteks teologis dan praktis dari masa Gereja awal.
Tulisan oleh Js. Yohanes Kasianus
Judul karya tersebut adalah “Conferences” atau “Conference of the Fathers” oleh Js. Yohanes Kasianus. Karya ini merupakan salah satu tulisan yang terkenal dan penting dalam tradisi monastik Kristen, di mana Js. Yohanes Kasianus menekankan pentingnya pengajaran lisan yang diterima dari Bapa-bapa Padang Gurun.
Karya ini merupakan sebuah buku yang memuat catatan konferensi atau wawancara yang dilakukan oleh Js. Yohanes Kasianus dengan para Bapa Padang Gurun (Bapa-bapa Padang Gurun adalah para biarawan Kristen awal yang hidup dalam kesunyian dan pertapaan di gurun Mesir dan daerah sekitarnya). Karya ini merupakan salah satu karya terpenting Js. Yohanes Kasianus dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Dalam “Conferences,” Js. Yohanes Kasianus mendokumentasikan berbagai dialog dan wawancara yang ia lakukan dengan para Bapa Padang Gurun. Melalui dialog ini, Js. Yohanes Kasianus mendokumentasikan ajaran dan hikmat yang ia terima dari para Bapa Padang Gurun mengenai kehidupan rohani, pertumbuhan dalam iman, pertapaan, dan kehidupan monastik.
Salah satu fokus utama dalam karya ini adalah pentingnya pengajaran lisan atau pengajaran oral yang diteruskan dari generasi ke generasi dalam tradisi monastik Kristen. Para Bapa Padang Gurun memiliki pengalaman rohani yang mendalam, dan Js. Yohanes Kasianus menganggap pengajaran mereka sebagai sumber inspirasi dan hikmat yang sangat berharga bagi para monastik dan umat Kristen lainnya.
Karya ini juga membahas berbagai aspek kehidupan monastik, seperti pertapaan, kesunyian, pertobatan, dan praktik-praktik asketis. “Conferences” merupakan salah satu dari dua karya utama Js. Yohanes Kasianus, yang lainnya adalah “Institutes,” yang juga membahas praktik-praktik monastik.
Karya-karya Js. Yohanes Kasianus, termasuk “Conferences,” merupakan sumber penting dalam pemahaman tradisi monastik Kristen dan teologi spiritual. Karya-karyanya juga memberikan wawasan tentang kebijaksanaan para Bapa Padang Gurun yang sangat memengaruhi perkembangan spiritualitas Kristen di seluruh dunia.
Oleh : Irene W.W
(12 Desember 2023)