II Timotius 3:10-15; Lukas 18:10-14
Tema pada Minggu Zakheus yang lalu mengajarkan kepada kita untuk terus-menerus, tanpa henti, tanpa lelah dan tanpa jemu dalam doa. Sekarang bacaan kita ini mengajarkan kita tentang kerendahan hati, atau perasaan bahwa kita tak memiliki hak untuk didengarkan. Jangan menganggap diri sebagai yang memiliki hak untuk didengar, tetapi dekatilah doa itu sebagai seseorang yang tak layak untuk mendapatkan perhatian apapun. Hanya ijinkanlah dirimu keberanian yang diperlukan untuk membuka mulut dan mengangkat doa kepada Allah, mengetahui akan perendahan Diri Tuhan yang tanpa batas itu bagi kita manusia yang malang ini.
Bahkan jangan ijinkan pemikiran masuk dalam angan-anganmu : ”Aku telah melakukan hal-hal yang begini dan begitu – jadi berikanlah padaku yang ini dan yang itu”. Anggaplah apa saja yang barangkali harus kamu lakukan sebagai tanggung-jawabmu. Jikalau engkau tidak melakukannya engkau barangkali akan tunduk pada penghukuman, dan apa yang telah kau lakukan itu justru tidak layak untuk mendapat balasan; engkau tidak melakukan apapun yang istimewa.
Begitulah sikap si pemungut cukai itu : ”Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata :
Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Lukas 18:13). Sedangkan si Orang Farisi itu membuat rincian hak-haknya agar didengar dan meninggalkan Bait Allah tanpa mendapatkan apa-apa :
”Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku” (Lukas 18:11-12),
“Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 18:14).
Apa yang buruk dari orang itu bukanlah bahwa dia sebenarnya telah melakukan apa yang dikatakannya, karena memang sesungguhnya dia harus melakukan hal-hal itu. Yang buruk adalah bahwa memaparkan apa yang telah dilakukannya itu sebagai sesuatu yang istimewa; padahal sebenarnya, jika ia telah melakukan hal-hal itu, dia seharusnya tidak mengingat apapun lagi mengenai hal tadi.
Lepaskan kami ya Tuhan, dari dosa orang Farisi ini! Jarang sekali orang yang berbicara seperti orang Farisi itu dengan kata-kata, tetapi di dalam perasaan hati mereka jarang sekali mereka yang tidak seperti orang Farisi tersebut. Karena mengapakah manusia itu berdoa dengan begitu tidak bersungguh-sungguh dan malas? Ini disebabkan manusia merasa seolah-olah mereka itu baik-baik saja di pemandangan mata Allah, meskipun jika tanpa berdoa sekalipun.
Dalam lingkaran bacaan tahunan Gereja Orthodox ketika kita sudah sampai pada “Minggu Pemungut Cukai dan Orang Farisi” berarti kita disiapkan untuk mulai masuk pada Masa Puasa Pra-Paskah, atau Puasa Catur Dasa (Puasa Empat Puluh Hari) bagi menyongsong kedatangan Perayaan Agung Paskah Kudus. Persiapan untuk masuk Puasa Agung Catur Dasa ini berlangsung selama 4 Minggu, yaitu:
- Minggu Pemungut Cukai dan Orang Farisi,
- Minggu Anak Hilang,
- Minggu Penghakiman Akhir,
- Minggu Pengampunan Dosa, dan esok paginya barulah mulai Puasa Pra-Paskah/ Catur Dasa hari pertama: mulai dari 4 Minggu Persiapan yang dimulai dengan Minggu Pemungut Cukai dan Orang Farisi sampai nanti masuk Puasa selama Empat Puluh Hari. Itu disebut sebagai Minggu-Minggu Triodion.
Ini disebut demikian karena Kidung-Kidung setiap harinya selama masa itu, bagi ibadah bersama dan pribadi diambil dari satu Kitab Kidung tebal yang disebut “Triodion”. Isinya adalah tema-tema pertobatan yang sesuai dengan tema Mingguan dari daftar Liturgi Bacaan Alkitab yang dibaca sesuai dengan Minggu dan Hari yang bersangkutan.
.
.