Tuhan adalah pencipta dan pemelihara,” tulis Js Yohanes dari Damaskus, “dan Ia adalah Yang menciptakan, memelihara, dan menyediakan.
Mazmur 135:6 (TB) TUHAN melakukan apa yang dikehendaki-Nya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya; dan tidak ada yang menolak kehendaknya.
Dia menghendaki terciptanya segala sesuatu dan terjadilah demikian; Dia menghendaki keberlangsungan dunia ini, dan terjadilah demikian; Dan apapun yang Ia kehendaki untuk.terjadi, maka terjadilah demikian”(‘Iman ortodoks’ II.29).
Di sini Yohanes mengakui keilahian Sang Tritunggal sebagai pencipta yang kekal.Tuhan adalah kekuatan yang telah menciptakan dunia ini, yang berasal dari ketiadaan dan terus memeliharanya dalam keberadan. Dia juga dengan rencanaNya memimpin ciptaan kepada tujuan dan pemenuhannya yang tepat.
Pemeliharaan Tuhan secara umum dan khusus, metafisik dan sejarah. Oleh karena itu Yohanes menegaskan, segala sesuatu yang telah terjadi adalah cukup tentu saja tentang cara terbaik dan yang paling sesuai dengan Tuhan, sehingga tidak mungkin terjadi dengan cara lain yang lebih baik” (II.29).Yohanes menyimpulkan pemeliharaan Tuhan dari kesaksian Kitab Suci dan dari sifat ilahi.Karena Tuhan itu baik, kita tahu bahwa dia memelihara ciptaanNya, dan tidak mungkin memberikan hal yang buruk untuk ciptaanNya.Karena Tuhan itu bijak, kita tahu bahwa dia memelihara ciptaanNya dengan cara yang paling tepat dan terbaik; Jika tidak demikian, Dia bukan Allah yang bijak.Cara kerja pemeliharaan ilahi, oleh karena itu, dengan tepat menimbulkan kekaguman, pujian, dan penerimaan tanpa syarat dari manusia.
Dalam himne kita, kita memuliakan Tuhan atas penjagaan dan pemeliharaan-Nya terhadap dunia yang telah Dia ciptakan; dalam doa-doa kita, kita mengikuti kehendak-Nya bagi kita dalam keadaan kita saat ini. “Bagi mereka yang menerimanya dengan ucapan syukur,” komentar Yohanes, “kesengsaraan menghasilkan keselamatan dan pasti menjadi pertolongan” (II.29).
Perhatikan nasihat berikut dari Philokalia: 🙏🏻”Seseorang yang benar-benar cerdas hanya memiliki satu hati yang sepenuhnya hanya untuk mematuhi Tuhan Yang Maha Kuasa dan untuk menyenangkan hati-Nya”. Dan satu-satunya hal yang ia ajarkan kepada jiwanya adalah cara terbaik untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan Tuhan, berterima kasih kepada-Nya atas Pemeliharaan-Nya yang penuh belas kasih dalam segala hal yang terjadi dalam hidupnya. Karena tidak mungkin tidak berterima kasih kepada dokter yang sudah menyembuhkan tubuh kita, bahkan ketika mereka memberi kita pengobatan yang menyengsarakan dan tidak menyenangkan. Maka jika kita tidak berterima kasih atas Tuhan untuk hal-hal yang tampak bagi kita menyakitkan, berarti kita gagal memahami bahwa segala sesuatu terjadi melalui pemeliharaanNya untuk kebaikan kita.
“Dalam pemahaman ini dan iman kepada Tuhan terletak keselamatan dan kedamaian jiwa”. (JS Antonius Agung).
Tentunya Yohanes akan setuju. Dia tentu saja sadar, bahwa banyak hal buruk yang terjadi dalam hidup kita yang tampaknya tidak adil dan tidak masuk akal seperti : penyakit, kecelakaan, kemalangan, dan bencana, sakit penyakit, kemiskinan, dan kematian. Tapi, dia mengingatkan kita, bahwa “Pemeliharaan Tuhan tidak bisa diketahui dan tidak bisa dipahami.”
Seruan Yohanes pada keterbatasan dan kelemahan kita mengacu pada diskusi panjang tentang pemeliharaan oleh uskup dan filsuf abad ke-4 yang bernama Nemesius : Jika doktrin pemeliharaan melampaui kemampuan pemahaman kita – dan pasti memang begitu, seperti yang ditulis, “Betapa tidak terselidiki rancangan dan jalan-jalanmu sejak dari masa lalu”— oleh karena itu, kita tidak bisa menyangkal bahwa pemeliharaan seperti itu memang ada. Karena kita tidak bisa mengukur kedalaman laut, atau menghitung butir pasir… Ini mendasari pemahaman bahwa Pemeliharaan Tuhan disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu, dan itu dialami semua individu orang percaya dengan segala perbedaannya, ketrampilan, divergensi, dan konvergensi. Dan dalam segala hal, pemeliharaan Tuhan tak dapat dijangkau oleh pemahaman pikiran manusia.
Pemeliharaan Tuhan juga disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Sumber pemeliharaan tersebut tidak terbatas, wajarlah jika hal itu berada di luar pemahaman kita. Oleh karena itu, ketidakmampuan alami kita untuk memahaminya tidak boleh membuat kita mengabaikan pemeliharaan ilahi untuk setiap makhluk. Misalnya ada beberapa situasi yang tampaknya tidak baik bagi anda, Sang Pencipta tahu bahwa hal itu terjadi untuk alasan yang sangat baik. Anda, di sisi lain, tidak tahu apa-apa alasannya, dan menyatakan bahwa tidak ada alasan tentang hal itu.
Dunia dan prosesnya terlalu rumit bagi pikiran kita yang terbatas.
Bagaimana seharusnya kita bisa menilai dan memahami pemeliharaan Tuhan ? Menjawab ini, Nemesius mengidentifikasi berbagai situasi buruk yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita, yang mana ternyata dalam setiap kasusnya menghasilkan suatu kebaikan dari kondisi yang tampak buruk. “Kalau begitu, kami menyimpulkan bahwa pekerjaan pemeliharaan telah dilakukan dengan baik dan tepat”.
Yohanes dengan hati-hati membedakan antara kejadian-kejadian yang terjadi dengan persetujuan ilahi dan hal-hal yang terjadi dengan izin ilahi.Yang pertama datang langsung dari Tuhan dan berhubungan dengan urutan penciptaan dan proses eskatologisnya di dalam Kristus. Yang terakhir, bagaimanapun, berasal dari tindakan bebas rasional, baik Malaikat dan Manusia, dan harus dipahami baik karena tindakan ilahi maupun ekspresi dari pemeliharaan ilahi.Hal-hal yang bergantung pada kita, yaitu keputusan dan kehendak bebas kita, “bukan karena rancangan Pemeliharaan ilahi, namun karena kehendak bebas kita sendiri” (II.29).
Tuhan tidak mempengaruhi kehendak bebas kita; itu sepenuhnya kita sendiri yang melakukannya.
Dia membiarkan tindakan jahat kita, karena dia ingin kita tulus dalam memlih untuk taat kepadaNya, bukan karena tidak ada pilihan lain. Dia juga Izinkan orang lain menderita kejahatan ini, untuk menunjukkan kekuatannya untuk memulihkannya: 🙏🏻Dengan demikian, Dia sering membiarkan orang mengalami kemalangan sehingga hikmah dari peristiwa itu dapat diketahui orang lain, seperti dalam kasus yang dialami Tuhan Yesus sendiri (PenyalibanNya).
Di lain waktu, Dia mengizinkan sesuatu yang jahat untuk dilakukan sehingga melalui tindakan yang tampaknya jahat ini sesuatu yang besar dan luar biasa dapat dilakukan, seperti keselamatan manusia melalui Salib.
Di lain waktu lagi, Dia mengizinkan orang yang saleh untuk menderita, agar dia tidak menyimpang dari hati nuraninya yang benar atau agar dia tidak jatuh ke dalam kesombongan dari kekuatan dan kasih karunia yang telah diberikan kepadanya, seperti dalam kasus Paulus. Seseorang juga diizinkan untuk sementara waktu untuk ditegur orang lain sehingga dengan mengamati keadaannya, mereka dapat diarahkan, seperti dalam kasus Lazarus dan orang kaya.
Karena kita secara alami menjadi rendah hati saat kita melihat penderitaan orang lain.
Seseorang mungkin juga tampak diabaikan bukan karena dosa-dosaya sendiri atau orang tuanya tapi untuk kemuliaan yang lain, seperti orang yang lahir buta agar ia bisa melihat kemuliaan Anak Manusia.
Sekali lagi, seseorang yang saleh diizinkan mengalami penderitaan agar menjadi teladan bagi orang lain sehingga melalui pengalaman orang saleh yang menjalani penderitaan dengan tabah dan tidak meninggalkan Tuhan, maka tanpa ragu-ragu orang lain yang melihatnya juga siap menerima penderitaan dengan harapan kemuliaan di masa depan dan dengan keinginan untuk hal-hal baik yang akan datang, seperti dalam kasus para martir (baca di Synaxarion).
Seseorang bahkan kadang-kadang dibiarkan melakuka tindakan amoral untuk mengoreksi penderitaan lain yang lebih buruk. (II.29)Perbedaan antara kehendak yang ditetapkan Allah dan kehendak yang permisif secara teologis membantu (meskipun kaum Calvinis yang tegas tidak akan setuju).Namun demikian, orang mungkin ragu apakah itu akan meyakinkan banyak orang yang telah mengalami bencana dan perang. Misalnya, dimanakah Tuhan di Auschwitz? Di mana dia dalam gempa bumi Lisbon 1755 atau tsunami 2004?
Pada titik tertentu, kejahatan menjadi begitu mengerikan sehingga penjelasan seperti yang dijelaskan oleh para Jana Suci, Bapa Gereja, dan teolog Orthodox timur menjadi hampir tidak dapat dipercaya.
Orang Kristen Ortodoks tetap harus terus menegaskan kuasa Tritunggal Mahakudus untuk menebus bahkan kejahatan yang menguasai—namun hanya saat kita berdiri diam di kaki salib.
Pada akhir pembahasannya tentang pemeliharaan ilahi, Yohanes membedakan antara kehendak Tuhan yang mendahului dan kehendak konsekuen, yang tampaknya secara kasar memetakan perbedaan yang disebutkan di atas antara kehendak Tuhan yang baik dan yang permisif : Kita juga harus ingat bahwa Allah sebelumnya menghendaki semua orang diselamatkan dan mencapai kerajaan-Nya. Karena Dia tidak membentuk kita untuk dihajar, tetapi, karena Dia baik, agar kita dapat berbagi dalam kebaikan-Nya. Namun, karena Dia adil, Dia ingin menghukum orang berdosa.
Jadi, yang pertama disebut kehendak dan persetujuan yang mendahului, dan memiliki Dia sebagai penyebabnya ; yang kedua disebut kehendak dan izin konsekuen, dan itu karena diri kita sendiri sebagai penyebabnya.
Yang terakhir ini ada dua: apa yang melalui dispensasi dan untuk instruksi dan keselamatan kita, dan apa yang ditinggalkan pada hukuman mutlak [hukuman abadi], seperti yang telah kami sebutkan di atasIni, bagaimanapun, milik hal-hal yang tidak bergantung pada kita. (II.29)Kehendak utama Allah, kehendak esensial-Nya, adalah kehendak-Nya sendiri—dan Yohanes menggambarkannya sebagai ‘kehendak agar semua diselamatkan, dan datang ke kerajaan-Nya’ (lih. 1 Tim 2:4).
Kehendak sekunder atau konsekuen, yang disamakan oleh John dengan izin, berperan melalui interaksi dengan manusia bebas—sumber atau penyebabnya adalah kita.… Bagi Yohanes, pemeliharaan dapat disebut kehendak sekunder Allah, yang dibawa untuk melayani kehendak utamanya.Yang terakhir ini secara efektif merupakan kehendak esensial Allah untuk keselamatan universal, sedangkan kehendak sekunder memungkinkan hal-hal terjadi yang mungkin tampak sangat bertentangan dengan tujuan keselamatan itu.
Namun, mereka ‘berkehendak’, dengan pengetahuan penuh bahwa mereka dapat menjadi sarana utama untuk kembali dan tumbuh di dalam Tuhan. (“Dua Kehendak Tuhan,” hlm. 295-296)