Oleh : Protopresbyter Yohanes Bambang Cahyo Wicaksono
Js. Paulus adalah seorang muda yang telah dikirim oleh orang tuanya ke Yerusalem untuk melanjutkan pendidikan. Pada saat ini, dalam perjalanannya ke Damaskus melakukan penyiksaan terhadap orang-orang Kristen, namun di tengah-tengah penyiksaan yang ia lakukan terhadap orang-orang Kristen, Allah memanggil dia untuk bertobat dan menjadi hamba-Nya. Peristiwa ini dapat ditafsirkan dalam 3 cara:
- Konteks:
Galatia pasal 1:11-17 dan KPR 9:4 adalah peristiwa yang terjadi dalam konteks penyiksaan. Dia tidak sedang menyiksa orang-orang Kristen dari bangsa kafir, namun orang-orang Yahudi yang telah menjadi Kristen. Js. Paulus sedang menyiksa mereka karena tafsir baru mereka tentang hukum Yahudi.
2. Isi:
1 Korintus 9:11 adalah peristiwa “KRISTOPHANY” yaitu penampakan Kristus yang telah bangkit pada dia. Ini adalah peristiwa yang besar karena jarang dalam Alkitab kita menemukan Allah menyatakan diri-Nya sendiri seperti ini. Mungkin hanya dua peristiwa lain di dalam Alkitab yang dapat dibandingkan dengan peristiwa yang terjadi dalam hidup Paulus yaitu:
- Allah menampakkan diri pada Musa di semak belukar yang terbakar dan Allah menampakkan diri pada Yesaya di Bait Allah.
3. Maksud:
Kapan saja Allah menyatakan diri-Nya sendiri, ini pasti punya maksud yang baik. Js. Paulus mengerti hal ini sebagai suatu panggilan Allah baginya untuk memberitakan Injil (Galatia 1:15-16, Galatia 2:1, Galatia 2:7). Ini adalah suatu pertobatan rohani yang sangat dalam. Bukan pula suatu perubahan dari agama satu ke agama lainnya. Ini adalah agama yang sejati, yaitu agama yang menuntun pada pembaharuan Yudaisme. Bukankah pertobatannya itu adalah pertobatan dari orang berdosa menuju pada orang yang benar, sebagaimana banyak orang berpikir sekarang? Kita katakan tentang kehidupannya sebelum menjadi orang Kristen, bahwa dia tidaklah bersalah menurut Hukum Taurat (Filipi 3:6). Bahkan penyiksaan yang dia lakukan terhadap orang Kristen itu adalah ekspresi imannya terhadap Allah, meskipun kita mengetahui secara pasti bahwa tindakan yang Js. Paulus lakukan itu sangatlah salah.
Dari penafsiran Martin Luther tentang Roma 7, banyak orang berpandangan bahwa Js. Paulus mempunyai kesadaran yang penuh sebelum menjadi orang Kristen. Dalam suratnya Js. Paulus mengatakan: “Sebab kita tahu, bahwa Hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa” (Roma 7:14). Ayat ini barangkali bukanlah autobiografi namun dia sedang berusaha untuk mengilustrasikan bagian semua orang pada umumnya. Untuk mengambil Roma 7 sebagai penjelasan perasaan Js. Paulus tentang dirinya sendiri ini adalah kesalahpahaman karena Js. Paulus mengatakan bahwa dia tidaklah salah menurut Hukum Taurat (Filipi 3:5). Luther melihat surat Galatia 2:16: “Kamu tahu bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan Hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Yesus Kristus…” dan telah merasa terbebas, sehingga dia telah menafsirkan dan mengatakan bahwa iman terhadap Yesus itu sudah cukup bagi orang percaya.
Semua ini adalah berbicara tentang “pembenaran oleh iman” adalah sesuatu yang maha penting bagi orang-orang Protestan. Namun beberapa orang berpikir yang terlalu penting adalah meletakkan ini semua dari pikiran kita. Albert Schweitzer adalah seorang misioner Protestan yang terkenal mengatakan bahwa “pembenaran oleh iman” itu hanya salah satu bagian dari pengajaran Js. Paulus, yang berarti hal tersebut tidaklah terlalu penting.
Cummel, seorang sarjana Lutheran berkata tentang Roma 7 ini, tidaklah dimengerti seperti yang Js. Paulus katakan tentang kehidupan pribadinya atau perasaannya. Lebih hal itu menjelaskan tentang fakta bahwa suatu hukum baru yaitu Hukum Yesus Kristus telah datang untuk mengubah hukum dosa dalam hidup semua orang. Itu menjelaskan perasaan teologia manusia secara universal/ umum – bukan bagaimana dia telah merasa sebagai orang Farisi sebelum dia menjadi orang Kristen.
K. Stendahl, seorang dosen dari Harvared Divinity School 1960, telah menulis suatu artikel tentang: “Paulus dan Kesadaran Introspektif Orang Barat”. Dia mengatakan dalam tulisannya, bahwa seluruh ide yang terkenal ini, bahwa Js. Paulus telah merasa sungguh bersalah tentang dirinya sendiri sebelum dia menjadi orang Kristen itu adalah hasil dari ide-ide Agustinus dan Luther.
Tentang masalah ini Sanders juga menulis, dan menurutnya adalah:
1. Sebelum Js. Paulus menjadi orang Kristen, dia tidaklah merasa bersalah atau menyesal akan apa yang dia lakukan itu, namun lebih memiliki kesadaran yang jelas dan suatu keberanian yang luar biasa di hadapan Allah, bahwa apa yang sedang dia lakukan itu benar menurut Hukum Taurat dan sebagai bukti yang konkret akan ketaatannya terhadap hukum yang ada (Filipi 3:6). Di dalam 1 Korintus 5:9 adalah saat satu-satunya, di mana dia mengakui tentang sesuatu yang dia telah pikirkan itu adalah dosa dan bahwa dia telah menyiksa orang-orang Kristen sebelum dia menjadi orang Kristen.
2. Sejauh iman dan masalah pekerjaan berjalan, dalam Galatia 2:16 itu harus dibaca dalam konteks misi ke bangsa-bangsa, ini tidak ada keterkaitan dengan pribadi Js. Paulus. Pertanyaan apakah bangsa-bangsa kafir yang telah menjadi Kristen diharuskan untuk mengikuti hukum Yahudi seperti “harus disunat”. Js. Paulus katakan “tidak” – iman mereka di dalam Yesus adalah cukup. Ini tidak berarti bahwa orang-orang tidak diharuskan untuk melakukan karya-karya etika. Sebagai orang-orang Kristen kita harus melakukan karya-karya etika yaitu bersikap baik pada semua orang tanpa pandang bulu.
.
1 Tesalonika
1 Tesalonika ini dipandang oleh banyak orang menjadi surat yang terawal sekali dan dalam surat ini dapatlah kita berikan beberapa judul guna membantu kita mengerti tentang apakah surat 1 Tesalonika itu. Surat 1 Tesalonika berisikan tentang para Pastor (imam), jemaatnya, komunitas hidup orang beriman, kemenangan dalam penderitaan. Pada umumnya surat ini tentang pastoral kasih. Siapakah orang-orang Tesalonika ini? Mereka adalah bangsa-bangsa kafir dari kota Tesalonika di Yunani yang telah menjadi orang-orang Kristen, dan menurut 1 Tesalonika 1:9: “Mereka adalah orang-orang yang berbalik dari berhala-berhala kepada Allah”. Dan Js. Paulus menyebut mereka yang “dikasihi oleh Allah” (1 Tesalonika 1:4). Nampaknya mereka adalah orang-orang Kristen yang baik, dan menurut 1 Tesalonika 1:7 mereka adalah contoh yang baik untuk orang-orang Kristen yang berada di Makedonia (orang-orang Filipi) dan Gereja-gereja di Akhaya (Korintus).
.
Mengapa Surat Korintus ini ditulis ?
Dalam 1 Korintus 2:17-3:13, kita menemukan mengapa. Kita telah terpisah dari mereka sebelumnya – dia tidak dapat kembali, sehingga dia telah menulis surat kepada orang-orang Korintus ini. Dia menulis pada mereka supaya mereka tetap kuat, untuk memastikan bahwa mereka telah menerima iman yang penuh bahkan sekalipun berada dalam penyiksaan. Alasan lain akan tulisan surat ini adalah untuk menjawab suatu pertanyaan yang mereka miliki, yaitu mengapa Kristus telah datang.
Di dalam 1 Tesalonika 4:1-2, ia telah mengajar tentang kesucian hidup. Ini adalah sesuatu yang sangat penting karena hal tersebut merupakan pemulaan etika orang Kristen. Di dalam 1 Tesalonika 4:13-18, dia menjawab pertanyaan yang dimiliki oleh orang-orang Tesalonika yaitu tentang orang-orang mati. Mengapa? Mungkin orang-orang Tesalonika itu sedang bingung dan bimbang tentang pengajaran akan kebangkitan atau tidak pernah diajar tentang hal ini. Pertanyaan tentang apakah mereka yang telah meninggal akan dapat mengalami kedatangan Kristus yang kedua, dan Js. Paulus menjawab “Ya” – memang mereka akan diubah pada suatu kehidupan yang baru bahkan mendahului mereka yang masih hidup. Di dalam 1 Tesalonika 5:1-11 Js. Paulus menjawab tentang kapankah Tuhan akan datang lagi? Js. Paulus mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang tahu kapan Dia akan datang lagi, bahkan Tuhan Yesus sendiripun mengatakan bahwa Dia tidak tahu kapan, hanya Allah Sang Bapalah yang mengetahui harinya kapan Dia akan datang lagi.
Di dalam 1 Tesalonika 5:12 sampai akhir, dia berhubungan dengan pastoral khusus. Dalam 1 Tesalonika 5:17, dia mengatakan “untuk tak henti-hentinya berdoa.” Dia mengakhiri dengan suatu doa penutup, suatu salam dan memberitahu mereka untuk membacakan surat itu bagi semua.
Kapan Surat Tesalonika itu ditulis? Surat Tesalonika itu ditulis saat Js. Paulus melakukan perjalanan misinya yang kedua (Kisah Para Rasul 18:5, 1 Tesalonika 3:6), jadi ini ditulis kira-kira tahun 50 atau 51 Masehi, saat dia berada di Korintus. Inilah surat yang terawal yang kita miliki.
.
II Tesalonika
Terkait dengan surat ini, kita mungkin dapat memberi beberapa judul guna memberikan suatu ide umum tentang apakah surat ini. Judul-judul itu sebagai berikut:
1. Datangnya Penghakiman.
2. Peristiwa-peristiwa Kedatangan Kristus yang kedua kali (Parusia).
3. Hidup bertanggung jawab sementara menunggu kedatangan Tuhan.
Salah satu pokok isu yang didiskusikan dalam surat ini oleh Js. Paulus adalah masalah beberapa orang dari Gereja Tesalonika yang telah berhenti bekerja karena mereka telah berpikir bahwa Kristus akan segera datang (2 Tesalonika 3:6-12). Js. Paulus mengatakan bahwa ini bukanlah haknya, orang-orang tidaklah akan tahu secara tepat dan pasti kapan, karena itu tidak benar bagi orang-orang untuk tidak bekerja (2 Tesalonika 3:10) dan ini jelas diungkapkan oleh Js. Paulus bahwa: “Jika seseorang tidak mau kerja, biarlah dia jangan makan”. Dalam 2 Tesalonika 2:1-12, Js. Paulus berusaha untuk menerangkan bahwa kedatangan Yesus yang kedua kali itu tidak akan terjadi secepat beberapa orang pikirkan dan bahkan dia menjelaskan beberapa hal yang seharusnya terjadi sebelum kedatangan-Nya.
(Bersambung)
.
.