Oleh: Protopresbyter Yohanes Bambang Cahyo Wicaksono
Sejarah Gereja Mula-Mula dan Bagaimana Gereja Telah Memisahkan Diri dari Yudaisme
Aslinya Gereja Kristen mula-mula adalah gerakan pembaharuan dalam Yudaisme. Orang Kristen mula-mula dan para rasul tidak ingin memisahkan diri dari Yudaisme. Contohnya Js. Paulus masih pergi ke Bait Allah di Yerusalem untuk berdoa. Kita menemukan bahwa orang-orang Kristen mula-mula dan kaum Esseni (komunitas Qumran) mempunyai kemiripan dalam beberapa cara. Baik orang-orang Kristen mula-mula maupun kaum Esseni melihat adanya masa eskatologi. Mereka mengharapkan Allah memunculkan suatu Zaman Baru. Keduanya baik orang-orang Kristen mula-mula maupun kaum Esseni mengharapkan munculnya Mesias.
Namun meskipun demikian ada perbedaan di antara mereka. Kaum Esseni sangatlah ketat dalam menginterpretasikan hukum bahkan dapat dikatakan lebih ketat daripada kaum Farisi, sementara orang-orang Kristen mula-mula itu sering dituduh tidak menaruh perhatian terhadap hukum-hukum yang ada. Juga orang-orang Kristen mula-mula tidaklah melanjutkan keimaman Yahudi. Tahun 35-65 Masehi adalah periode saat Yudaisme dan Kekristenan telah mulai terpisah dan konflik satu sama lain. Ada 4 alasan mengapa mereka terpisah dan konflik:
1. Alasan Sejarah
a. Orang-orang Kristen mula-mula percaya bahwa Bait Allah atau Hukum Musa itu bukanlah untuk keselamatan. Beberapa orang Yahudi lain sangat marah terhadap sikap ini dan mereka menyiksa orang percaya karena tidak memberi perhatian yang layak terhadap budaya dan adat istiadat yahudi.
b. Misi terhadap bangsa-bangsa lain sangat berhasil karena banyak orang dari bangsa-bangsa lain telah bergabung dan masuk ke dalam Gereja. Bangsa-bangsa lain ini tidaklah dapat diharapkan untuk mengikuti semua Tradisi Yahudi, sehingga Gereja kurang respek terhadap apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.
2. Alasan Teologia
a. Kristus itu sebagai prinsip baru untuk kehidupan Kristen sebagai gantinya Hukum Musa dalam kumpulan umat di dalam Gereja.
b. Gereja ingin merangkul semua Yudaisme – karena Gereja menurut perspektif orang-orang Kristen dalam Gereja mula-mula dipandang sebagai “Pembaharuan Yudaisme”. Setelah zaman rasul Paulus tahun 65-95 Masehi, terjadilah keterpisahan yang sungguh antara Kekristenan dan Yudaisme. Dengan melihat sejarah Gereja, kita menemukan baik Kitab Suci maupun konsili-konsili digunakan dalam bentuk yang mirip. Pada tahun-tahun dini, Kitab Suci telah dikumandangkan namun dengan berjalannya tahun, konsili-konsili dan tulisan-tulisan para bapa Gereja juga dikumandangkan. Kita menemukan baik konsili-konsili maupun tulisan para bapa Gereja telah diterima dalam Gereja dengan cara-cara yang mirip. Kedua unsur Tradisi Gereja tidaklah diterima pada saat itu juga, namun harus diterima oleh Gereja dengan berjalannya waktu.
Karakter Kitab Suci atau konsili adalah sesuatu yang diakui oleh Gereja sepanjang waktu dan bukan yang dialami oleh pribadi-pribadi lokal. Pandangan ini menjadi lebih masuk akal daripada pandangan Richard Field yang membuat perbedaan antara ilham Kitab Suci dan bantuan umum anugerah ilahi pada konsili-konsili tersebut. Pandangan Richard tidak memberi tempat sama sekali bagi kebenaran hirarki di dalam Alkitab. Karena menurut pandangan ini, setiap kata dalam Kitab Suci adalah kata kunci dari Allah maka setiap kata mempunyai bobot dan berat yang sama.
Kalau memang itu demikian adanya, maka mengapa Js. Athanasiius menginterpretasikan Kitab Amsal 8:22 itu dalam terang Injil Yohanes 1:1-3? Artinya bahwa apa yang tertulis dalam Kitab Suci saling terkait dan tidak cukup pada dirinya sendiri. Sehingga pandangan Richard yang tidak memberi tempat bagi ketidakcukupan praktik tentang Kitab Suci itu, jelas tidak dapat diterima. Perjanjian Lama adalah Kitab Suci karena itu belumlah cukup pada dirinya sendiri. Jika pikiran kita memahami hal tersebut tanpa keterkaitan dengan Perjanjian Baru, maka tidak akan dapat mengerti karena itu harus dipahami dalam terang Perjanjian Baru. Dengan demikian jelas bahwa Perjanjian Lama saja tidaklah cukup. Begitu juga seluruh tubuh Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru bersama-sama harus dimengerti dalam terang konsili-konsili Gereja.
Konsili-konsili itu merapikan dan menyatukan Kitab Suci, tanpa konsili maka praktiknya tidaklah cukup. Jadi konsili yang diselenggarakan oleh Gereja makin memberikan pemahaman yang jelas dalam memahami Alkitab/ Kitab Suci secara tegas dan komprehensif. Empat Injil Pelayanan Gereja mula-mula akhirnya telah menuntun pada penulisan Injil. Dan Perjanjian Baru adalah Kitab yang ditulis oleh orang-orang Kristen bagi orang-orang Kristen. Ini berisikan beberapa corak tulisan yang berbeda :
1. Surat-surat Js. Paulus itu telah ditulis antara tahun 45-65 Masehi (ada batasan tanggal dan tahun penulisan).
2. Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes) itu ditulis pada tahun 65-95 Masehi. Mengapa kita berpikir bahwa Injil-Injil itu ada setelah adanya surat-surat Js. Paulus? Ini dikarenakan Js. Paulus tidak pernah menyebutkan Injil-Injil dalam surat-suratnya, jadi barangkali Injil-Injil itu belumlah ditulis.
3. Kitab Kisah Para Rasul itu ditulis tahun 80 Masehi.
4. Surat Katolik itu ditulis pada tahun 65-95 Masehi.
5. Kitab Wahyu ditulis pada tahun 95 Masehi.
Apakah Injil itu? Injil adalah kabar baik tentang keselamatan. Ini adalah tindakan pengumandangan dan juga berisikan pemberitahuan tentang pekerjaan Allah yang menyelamatkan dalam Kristus yang didasarkan pada peristiwa-peristiwa kehidupan Kristus. Mendapatkan kuasanya dari Kristus yang bangkit di mana diri-Nya sendiri bertindak melalui Injil oleh kuasa Sang Roh Kudus.
(Bersambung)
.
.