Diperingati Gereja Orthodox pada 9 Februari (kalender sipil) / 27 Januari (Kalender Gereja Purba)
Abba Petrus adalah murid Abba Lot. Ia hidup bertahun-tahun di gurun Ruang-Ruang. Mereka berkata mengenai Abba Petrus bahwa ia tidak minum anggur. Rahib-Rahib mempersiapkan sedikit anggur yang dicampur air untuknya. Namun ia berkata, ‘Bagiku ini sama jahatnya dengan anggur yang diberi rempah.’ Ia menghakimi dirinya sendiri dalam perkataannya mengenai minuman itu. Seorang Rahib berkata kepada Abba Petrus, ‘Ketika aku berada dalam ruangku, jiwaku damai, namun jika ada seorang Rahib datang kepadaku dan berbicara kepadaku mengenai hal-hal lahiriah, jiwaku terganggu.’ Abba Petrus memberitahunya bahwa Abba Lot biasanya berkata, ‘Kuncimu membuka pintuku’. Rahib itu bertanya, ‘Apa artinya?’. Abba Petrus menjawab, ‘Ketika ada orang datang menemuimu, engkau berkata kepadanya, Bagaimana kabar Para Rahib? Apakah mereka menyambutmu atau tidak? Maka engkau telah membuka pintu Rahib itu dan engkau akan mendengar banyak hal yang sesungguhnya tidak ingin engkau dengarkan’.
Rahib itu menjawab bahwa hal itu memang benar dan bertanya apa yang harus dilakukannya apabila ada Rahib datang menemuinya. Abba Petrus menjawab, ‘Kesadaran nurani menguasai segala sesuatu. Tidak ada orang yang dapat melindungi dirinya sendiri di mana tidak ada kesadaran nurani.’ Rahib berkata, ‘Ketika aku berada dalam ruangku, kesadaran nurani ada bersamaku, tetapi jika ada orang datang menemuiku atau aku keluar dari ruangku, aku tidak memilikinya lagi’. Abba Petrus menjawab, ‘Itu berarti engkau belum sungguh mempunyai kesadaran nurani, engkau hanya kadang-kadang menjalankannya saja. Ada ditulis dalam Taurat, Jika engkau membeli seorang hamba Ibrani, ia akan melayanimu selama enam tahun dan pada tahun ketujuh ia akan bebas tanpa bayaran. Jika engkau memberinya seorang istri dan ia memperanakkan anak-anak di rumahmu dan ia tidak mau pergi sebab istri dan anak-anaknya, haruslah engkau membawanya ke pintu rumahmu dan haruslah engkau menindik telinganya dengan penusuk dan ia akan menjadi hambamu selama-lamanya’.
Rahib itu bertanya, ‘Apakah artinya itu?’ Abba Petrus berkata, ‘Jika seseorang bekerja sekeras mungkin dalam hal apapun, pada saat ia mencari apa yang dibutuhkannya, ia akan mendapatkannya.’ Rahib itu berkata, ‘Mohon jelaskanlah perkara ini kepadaku.’ Abba Petrus menjawab, ‘Anak gampang tidak akan tetap melayani siapapun, anak yang lahir sah lah yang tidak akan meninggalkan ayahnya’.
Abba Petrus dan Abba Epimakhus disebut sebagai kawan di Raithu. Ketika mereka sedang makan bersama kelompok itu, mereka diminta pergi ke meja Rahib-Rahib yang tua. Hanya Abba Petrus yang mau pergi, yang bukannya tanpa kesulitan. Ketika mereka pergi, Abba Epimakhus berkata kepadanya, ‘Bagaimanakah engkau berani pergi ke meja mereka yang lebih tua?’ Ia menjawab, ‘Jika aku duduk bersamamu, Rahib-Rahib akan memintaku, sebagai Rahib yang lebih tua, untuk memberi berkat terlebih dahulu dan sebab aku lebih tua darimu, aku harus melakukannya. Namun bersama Bapa-Bapa, aku menjadi yang paling muda dari semuanya dan berpikiran yang paling rendah’. Abba Petrus berkata, ‘Janganlah kita memegahkan diri ketika Tuhan melakukan sesuatu melalui perantaraan kita, namun kita seharusnya mengucap syukur kepadaNya sebab telah menjadikan kita layak dipanggil olehNya.’ Ia biasanya berkata bahwa adalah baik berpikir akan setiap kebajikan yang dimiliki seperti ini. Abba Petrus ditanyai, ‘Apakah Hamba Allah itu?’ Jawabannya demikian, ‘Selama seseorang melakukan hawa nafsu apapun ia tidak dapat disebut Hamba Allah, namun ia adalah budak dari hawa nafsu yang menaklukkannya itu. Selama ia ditaklukkan ia tidak dapat mengajari orang lain, yang juga ditaklukkan oleh hawa nafsu yang sama, sebab memalukan baginya mengajar, sebelum ia sendiri telah dibebaskan dari hawa nafsu yang mengenainya itu ia mengajar.’ Ia wafat kepada Tuhan dalam usia tua.
.
.