PUASA PRA NATAL BAGI UMAT KRISTEN ORTHODOX

Penjelasan singkat ini akan membahas bagaimana urutan/ tata cara Puasa Pra Natal menurut Kanon Gereja, beserta petunjuk-petunjuk pelaksanaannya. Semoga bermanfaat bagi umat Orthodox dan bagi mereka yang ingin menambah wawasannya tentang kehidupan iman Orthodox.

Masa Puasa Pra Natal dimulai pada tanggal 15 November (menurut kalender Gereja/ Julian, berarti 28 November menurut kalender umum/ Gregorian) yaitu sehari setelah Perayaan Js. Filipus Sang Rasul tanggal 14 November, dan berakhir pada tanggal 24 Desember (1).

Selama masa puasa ini, setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat, kita mengkonsumsi makanan tanpa minyak, tetapi ikan di perbolehkan pada hari-hari selain itu (2). Menurut Tradisi, waktu di mana kita diperbolehkan makan ikan dimulai pada saat Perayaan Masuknya Sang Theotokos ke Bait Suci (21 November) (3) dan berakhir pada Perayaan Js. Spyridon (12 Desember). Pada Malam Natal (24 Desember), kita melaksanakan puasa ketat (xerofagia), kecuali jika Malam Natal jatuh pada hari Sabtu atau Minggu, di mana kita diperbolehkan mengkonsumsi minyak, anggur, dan kerang-kerangan, tetapi bukan ikan (4). Sedangkan pada Perayaan Natal kita diperbolehkan mengkonsumsi makanan apa saja (5).

Ada sebuah tradisi yang sahih yang menyatakan bahwa waktu di mana makan ikan diperbolehkan diperpanjang sampai dengan peringatan Nabi Daniel dan Tiga Pemuda (17 Desember), sebab menurut aturan kuno, Puasa Pra Natal hanya berlangsung selama tujuh hari (18-24 Desember)(6). Tetapi ada juga tradisi sahih lainnya yang menyatakan bahwa ikan hanya diperbolehkan pada hari Sabtu dan Minggu. Ini sebenarnya adalah sebuah tatacara yang lebih ketat yang dikombinasikan dengan ibadah Typika khusus monastic dan karenanya tidak diterapkan secara umum (7). Dua tradisi sahih yang disebutkan tadi selalu ada dalam kehidupan Gereja Orthodox, tetapi telah diserahkan “berdasarkan Tradisi Gereja yang tidak tertulis” kepada kebijakan dan tanggung jawab pastoral dari para bapa rohani untuk mengarahkan anak-anak rohaninya baik kepada bentuk puasa yang lebih ketat atau lebih longgar sesuai dengan kapasitas spiritual dan fisik mereka.

Kemungkinan untuk kebijakan semacam ini disebutkan baik oleh Js. Yohanes Damaskus yang secara ekplisit memberikan penekanan bahwa dalam hal puasa, “kita harus menaati mereka yang telah dipercayakan dengan kepemimpinan dan penatalayanan sabda”(8), dan juga oleh Keputusan Sinode yang bersidang di bawah pimpinan Patriarkh Lukas Chrysoverges dari Konstantinopel (abad XII), yang mengkodifikasi Puasa Pra Natal dan Puasa Peringatan Wafatnya Theotokos, dan yang memberikan tanggung jawab kepada episkop-episkop Orthodox lokal untuk menerapkan prinsip ekonomia ketika diperlukan.

“Ketika kita terpaksa harus melonggarkan puasa dikarenakan tubuh yang sakit, maka hari yang puasa yang telah ditetapkan bisa dipersingkat sesuai dengan petunjuk Episkop, sebab hal ini juga telah ditetapkan berdasarkan Tradisi Gereja yang tidak tertulis”(9). Jika tidak ada pengumuman sebelumnya dari Hirarki gereja di suatu wilayah yurisdiksi atau melalui Imam paroikia, maka Puasa Pra Natal tetap harus dilaksanakan selama empat puluh hari. Terkait dengan boleh atau tidaknya orang mengkonsumsi ikan pada hari Selasa dan Kamis sampai dengan tanggal 17 Desember, umat sebaiknya berkonsultasi dengan bapa rohaninya, dan melaksanakan petunjuk mereka dengan keyakinan, sebagaimana yang dikatakan Para Kudus: “jangan lakukan apapun tanpa Episkop” (10). Selamat memasuki Puasa Pra Natal.

Catatan kaki:

(1) Js. Anastasius dari Antiokhia, Patrologia Græca, Vol. LXXXIX, kol. 1389-1398/G. Rallis dan M. Potlis (eds.), Compendium of the Divine and Sacred Canons (Athens: G. Chartophylax, 1852-1859), Vol. IV, hal. 580-584; Js. Theodorus Studita, Patrologia Græca, vol. XCIX, kol. 1693- 1696; Nikon Sang Rahib, Patrologia Græca, Vol. CXXVII, kol. 525D- 528A/Rallis dan Potlis, Compendium, Vol. IV, hal. 591; “Tome of Union” (920), dalam Rallis dan Potlis, Compendium, Vol. V, hal. 8/ Proceedings of the Holy Œcumenical Synods, ed. Spyridon Melias (Holy Mountain: Kalyve of the Venerable Forerunner Publications, 1981), Vol. II, hal. 977a; Theodorus Balsamon, Patriarkh Antiokhia, Patrologia Græca, vol. CXXXVIII, kol. 941AD, 1001AC, 1335-1360/Rallis dan Potlis, Compendium, Vol. IV, hal. 419-421, 488, 565-579; Js. Nikodemos Hagiorita, Pedalion(The Rudder), hal. 93- 94 (catatan pada Kanon Apostolik ke-69), hal. 387. (catatan pada Kanon Ketiga dari Konsili Neokaisarea), dan hal. 728 (catatan pada Kanon ke-19 dari Js. Nikeforus Sang Pengaku Iman); Peter Moghila, Metropolitan Kiev, Orthodox Confession, Part I: Question/Answer 88, dalam J. Karmiris (ed), [Dogmatic and Credal Statements of the Orthodox Catholic Church] (Graz, Austria: Akademische Druck u. Verlagsanstalt, 1968), Vol. II, hal. 632.

(2) Js. Theodorus Studita, Patrologia Græca, Vol. XCIX, kol. 1696D.

(3) Js. Theodorus Studita, Patrologia Græca, Vol. XCIX, kol. 1696C, 1700C.

(4) Js. Theodorus Studita, Patrologia Græca, Vol. XCIX, kol. 1697A; Js. Nikodemus Hagiorita, Pedãlion, hal. 92, n. 2.

(5) Js. Theodorus Studita, Patrologia Græca, Vol. XCIX, kol. 1697A.

(6) Theodorus Balsamon, Patrologia Græca, Vol. CXXXVIII, kol. 941C, 1001B, 1357C/Rallis dan Potlis, Compendium, Vol. IV, hal. 420, 488, 579.

(7) Nikolas dari Konstantinopel, Patrologia Græca, vol. CXI, kol. 401B; Js. Meletius Sang Pengaku Iman, Άλφαβηταλφάβητος, Tahap 37, “Concerning Oneʼs Overall Diet” (ed. Rahib Spyridon Lavriotes, hal. 142); Js. Nikodemos Hagiorita, Pedãlion, hal. 95, no.1, hal. 728. (Nikolas dari Konstantinopel yang dimaksud ini adalah Nikolas III Grammatikos (1084-1111), yang berbeda dengan Js. Nikolas I Mystikos dan Nikolas II Chrysoverges yang keduanya juga merupakan Patriarkh Konstantinopel yang terkenal pada abad ke-10.)

(8) Js. Yohanes Damaskus, Patrologia Græca, vol. XCV, kol. 68AB.

9) Theodorus Balsamon, Patrologia Græca, vol. CXXXVIII, kols. 941BC/ Rallis dan Potlis, Compendium, Vol. IV, hal. 420.

(10) Js. Ignatius Sang Penyandang Allah, Patrologia Græca, Vol. V, kol. 704A, kol. 668B.

Related Posts