- Janasuci Nicephorus, Patriark Konstantinopel
Nicephorus memimpin Gereja Suci dengan bijaksana dan penuh semangat sebagai salah satu Gembala Utama (Episkop) terbesar di Konstantinopel. Ketika Leo sang Armenia menentang ikon, Nicephorus seorang diri menantang kaisar. Dia pertama kali menasihati kaisar, lalu kemudian membongkarnya. Karena itulah, kaisar yang rusak itu mengasingkannya ke pulau Prokenesis. Di pulau itu terdapat sebuah biara yang dibangun Nicephorus untuk menghormati Janasuci Theodore. Pengaku iman Orthodox ini tinggal di biara tersebut selama tiga belas tahun dan setelah itu, ia meninggal pada tahun 827 M. Setelah semua kaisar yang menentang ikon meninggal, dan Michael bersama ibunya Theodora naik ke Tahta Kekaisaran, Patriark Methodius kemudian dikembalikan ke Tahta Patriarkal. Relikui Janasuci Nicephorus dipindahkan dari Prokenesis ke Konstantinopel pada tahun 846 M. dan pertama kali disimpan di Gereja Kebijaksanaan Ilahi Allah [Js. Sophia], tempat dia diasingkan semasa hidup, dan kemudian disimpan di Gereja Dua Belas Rasul. Pesta utama hierark besar ini diperingati pada tanggal 2 Juni dan lagi pada 13 Maret, saat penemuan dan pemindahan reliknya yang tidak dapat rusak dirayakan. Pada 13 Maret, Js. Nicephorus diasingkan dari Konstantinopel dan kemudian, pada tanggal 13 Maret, sembilan belas tahun kemudian, relik-reliknya dikembalikan ke Ibukota.
2. Janasuci Christina dari Persia
Karena pengakuan imannya yang teguh kepada Kristus, dia disiksa dengan kejam di Persia pada abad keempat. Mereka menyiksanya dengan sangat kejam, menderanya dengan cambuk, sehingga dia menjadi lemah dan meninggal. Jiwanya kemudian meninggalkan tubuhnya yang tersiksa dan masuk ke dalam sukacita Kristus, Raja dan Tuhan.
3. Presbiter Martir, Publius
Presbiter martir ini adalah penerus tahta episkopal Dionysius sang Areopagit di Athena. Sebagai seorang episkop, dia disiksa oleh para penganut pagan dan dipenggal pada abad kedua. Setelah masa penyiksaan yang singkat, dia mewarisi kehidupan abadi.
RENUNGAN
Memang besarlah orang-orang Kristen yang memiliki cinta yang besar kepada Kristus. O, sungguh, betapa besarnya orang-orang Kristen itu; para bapa yang membawa Tuhan dan para martir! Bagi banyak orang di zaman kita ini, hal tersebut bahkan sulit untuk dibayangkan. Ini adalah apa yang diakui oleh salah satu dari mereka, Js. Simeon, Sang Teolog Baru, di depan para biarawan di biaranya: Berbicara dari pengalamannya sendiri tentang bagaimana kata-kata Tuhan, “Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Matius 11:30), menjadi kenyataan dalam dirinya. Simeon berkata, “Percayalah, ketika saya berlindung kepada Allah, Juruselamat saya, saya tidak menemukan sesuatu yang menyedihkan, sulit atau tak tertahankan. Kesedihan besar dan tak tertahankan yang saya miliki hanyalah karena saya tidak dapat menemukan cukup alasan memuaskan untuk mati demi kasih kepada Kristus.” Bukankah jiwa-jiwa seperti itu seperti nyala api yang terkurung dalam bejana tanah? Nyala api selalu tegak, terarah ke surga. Hanya dengan menghilangkan penutupnya, nyala api akan menyembur ke atas.
KONTEMPLASI
Merenungkan Yesus Kristus saat pengadilan di hadapan Herodes:
- Bagaimana Herodes pada awalnya sangat ramah karena dia melihat Yesus bukan karena kebutuhan spiritual, melainkan karena rasa ingin tahu;
- Bagaimana Herodes berharap untuk melihat mukjizat dari Yesus, tetapi dia tertipu karena Tuhan tetap diam atas semua pertanyaannya;
- Bagaimana Herodes mengejek Tuhan dan bagaimana dia mengenakan pakaian putih pada-Nya.
HOMILI
Tentang rekonsiliasi orang jahat demi kejahatan – “Dan pada hari itu juga bersahabatlah Herodes dan Pilatus; sebelum itu mereka bermusuhan.” (Lukas 23:12). Dalam rasa malu dan hina, Orang Benar itu melakukan kebaikan kepada musuh-musuh-Nya. Dia mendamaikan mereka. Memang, dalam kasus ini, rekonsiliasi mereka tidak berarti kerjasama untuk suatu perbuatan baik, tetapi persekusi bersama melawan Orang Benar. Setidaknya, nyala api kebencian di antara mereka padam dan mati. Itulah hadiah dari Orang Benar. Pilatus dan Herodes adalah musuh. Pada hari itu, ketika Sang Juru Selamat dibawa untuk diadili, di hadapan satu dan yang lain, mereka [Pilatus dan Herodes] berdamai. Pangeran Damai membawa kedamaian di antara pihak-pihak yang bertikai; kedamaian yang membantu memahat salib bagi-Nya. Namun Dia juga rela berkorban demi dosa banyak orang. Bahkan saat ini musuh bersama berdamai di antara mereka sendiri ketika mereka merasa perlu untuk menyerang dan mengutuk Tuhan. Banyak sekali yang saling membunuh hingga kamu menyebut Nama Tuhan kepada mereka. Segera setelah mereka mendengar Nama itu, mereka perlahan-lahan berdamai di antara mereka sendiri demi menyerang Nama Kudus itu. Lebih mudah bagi orang yang tidak benar untuk mentolerir yang tidak benar daripada mereka mentolerir yang benar. Lebih mudah bagi orang tidak adil untuk mencapai kesepakatan dan rekonsiliasi dengan yang tidak adil daripada dengan yang adil. Bahkan di beberapa negara, pihak-pihak yang paling suka berselisih mengupayakan rekonsiliasi di antara mereka sendiri ketika dianggap perlu untuk memutuskan tempat apa yang harus diberikan kepada Tuhan Yesus Kristus di Negara tersebut, apakah dengan menempatkan Dia di tempat pertama, yang sesuai bagi-Nya, atau tempat terakhir? Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini musuh-musuh bebuyutan berdamai satu sama lain agar Tuhan kita diberikan tempat terakhir saja. Demikian pula halnya dengan kelompok Farisi dan Saduki yang berselisih, mereka berdamai dan bersekutu melawan Kristus. Mengapa yang Paling Murni dan yang Paling Diperlukan harus diberikan tempat terakhir? Sebab, menurut pemikiran mereka, tempat pertama akan disediakan untuk mereka. Dorongan yang sama juga terjadi antara musuh bebuyutan, kaum Farisi dan Saduki, ketika dianggap perlu untuk berupaya membunuh Kristus. Dorongan yang sama adalah peristiwa yang menyebabkan rekonsiliasi antara Pilatus dan Herodes ketika dianggap perlu untuk memutuskan bahwa Kristus harus dibunuh. Oh saudara-saudaraku, marilah kita tidak pernah mencari perdamaian dengan ketidakadilan melawan keadilan. Sebaliknya, marilah kita selalu mencari perdamaian dengan Allah, dan itu dengan hati nurani yang bersih. Ya Allah, bantulah kami agar kami selalu memiliki kedamaian seperti itu. Bagi-Mu, kemuliaan dan syukur selalu. Amin.
Sumber : The Prolog of Ohrid oleh Js. Nikolai Velimirovich dari Ohrid dan Zhicha
Diterjemahkan oleh : Irene W.W (23 Maret 2024)