Seorang anak yang meminta warisan kepada orang tuanya sebelum orang tuanya meninggal boleh dikatakan sebagai anak yang kurang ajar. Ini merupakan wujud bahwa si anak sudah menganggap orang tuanya meninggal sebelum waktunya. Akhirnya si anak hidup tanpa bapanya, hidup menurut kemauannya sendiri dan berakhir di kandang babi.
Babi adalah binatang najis dalam konteks ini. Dengan hidup di luar bapanya, dia terpisah, jauh dan tanpa pengharapan. Si anak bungsu mengambil jalan hidup seperti ini dengan kesadarannya. Ini adalah sejarah manusia mengenai dirinya. Manusia yang ada dalam lingkup ilahi di Eden, telah menginginkan warisan sebelum waktunya: ingin menjadi seperti Allah dengan caranya sendiri. Akhirnya ia jatuh kepada kenajisan, dan bukan kebajikan.
Bapa dalam kisah ini memiliki dua anak: sulung dan bungsu. Si sulung ini adalah bangsa Israel yang telah dipilih Allah karena Abraham. Sementara si bungsu ini adalah anak-anak Allah bangsa-bangsa bukan Israel. Tetapi baik bangsa Israel maupun bukan Israel, semuanya berasal dari Allah yang sama, maka ajakan kembali kepada Sang Keselamatan juga diberikan kepada semua manusia tanpa terkecuali.
Sikap rendah hati dan sadar akan dosa menjadi penggerak manusia kembali kepada Allah, dan Allah membuka tangan-Nya menerima hamba-Nya yang bertobat dan mengakui-Nya. Janganlah kita seperti si anak sulung, yang merasa istimewa dan iri ketika adiknya kembali kepada bapanya.
Disadur dari : fanpage Nicholas Orthodox Surabaya